Bersabarlah

0

Bersabarlah

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah Rabbul ‘alamin, shalawat serta salam dihaturkan kepada junjungan kita, nabiyyina Muhammad shallallahu ‘alaihi wassallam

Dalam hidup, selalu kita dihadapkan dengan naik turunnya kondisi kehidupan itu sendiri..terkadang kita bahagia namun tidak jarang bahkan sering kita mengalami kesulitan hidup..

Ikhwan wa ukhti fillah rahimakumullah, perlu diketahui bahwa kalian yang mengalami masa-masa sulit ini tidaklah sendirian, banyak diantara kalian pun mengalaminya.. Dan ini merupakan kehendakNya yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang..

Setiap dari kalian tidak lepas dari kesulitan hidup janganlah merasa hidup akan berakhir, karena sesungguhnya ini(musibah) hanyalah sebuah ujian yang bila kalian menyikapi dengan penuh iman dan cinta kepada Allah, maka semuanya ini mempunyai hikmah yang besar yang terkandung didalamnya..

Allah berfirman

{مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ} [التغابن: 11]

Yang artinya “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At Taghabun 11)

Dalam menafsiri ayat tersebut, Syaikh Abdurrahman Nashir as Sa’di rahimahullah berkata:

“Firman Allah Ta’ala: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan pertunjuk kepada hatinya”, ini adalah petunjuk yang berupa amaliyah, petunjuk berupa taufik dan pertolongan untuk melakukan kewajiban sabar ketika datangnya musibah-musibah jika ia mengetahui bahwa hal itu berasal dari Allah, maka ia ridha, menerima dan taat.” (kitab Taisir Al Lathif Al Manan Fi Khulashati Tafsir Al Quran, 1/49)

عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ كُنَّا عِنْدَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ إِحْدَى بَنَاتِهِ تَدْعُوهُ وَتُخْبِرُهُ أَنَّ صَبِيًّا لَهَا – أَوِ ابْنًا لَهَا – فِى الْمَوْتِ فَقَالَ لِلرَّسُولِ « ارْجِعْ إِلَيْهَا فَأَخْبِرْهَا إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شَىْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى فَمُرْهَا فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ »

Artinya: “Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu berkata: “Kami pernah bersama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, salah seorang anak perempuannya mengutus seseorang kepada beliau untuk memanggil beliau memberitahukan kepadanya bahwa anak bayinya –atau anak lelakinya- meninggal, maka Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada utusan tersebut: “Kembalilah kepadanya dan beritahukan kepadanya bahwa sesungguhnya Allah memiliki apa yang Ia ambil dan memiliki apa yang ia berikan dan setiap sesuatu telah di tentukan waktunya di sisi-Nya, maka perintahkan ia untuk bersabar dan berharap pahala darinya.” (HR. Muslim)

Dalam kitab Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi Rahimahullah berkata

قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شيء عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمَّى مَعْنَاهُ الْحَثُّ عَلَى الصَّبْرِ والتسليم لقضاء الله تعالى وَتَقْدِيرُهُ أَنَّ هَذَا الَّذِي أَخَذَ مِنْكُمْ كَانَ لَهُ لَا لَكُمْ فَلَمْ يَأْخُذْ إِلَّا مَا هو له فينبغي أن لا تَجْزَعُوا كَمَا لَا يَجْزَعُ مَنِ اسْتُرِدَّتْ مِنْهُ وَدِيعَةٌ أَوْ عَارِيَّةٌ وَقَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم وله ما أعطى معناه أَنَّ مَا وَهَبَهُ لَكُمْ لَيْسَ خَارِجًا عَنْ مِلْكِهِ بَلْ هُوَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَفْعَلُ فِيهِ مَا يَشَاءُ وَقَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمَّى مَعْنَاهُ اصْبِرُوا وَلَا تَجْزَعُوا فَإِنَّ كُلَّ مَنْ يَأْتِ قَدِ انْقَضَى أَجَلُهُ الْمُسَمَّى فَمُحَالٌ تَقَدُّمُهُ أَوْ تَأَخُّرُهُ عَنْهُ فَإِذَا عَلِمْتُمْ هَذَا كُلَّهُ فَاصْبِرُوا وَاحْتَسِبُوا مَا نَزَلَ بِكُمْ وَاللَّهُ أَعْلَمُ وَهَذَا الْحَدِيثُ مِنْ قَوَاعِدِ الْإِسْلَامِ الْمُشْتَمِلَةِ عَلَى جُمَلٍ مِنْ أُصُولِ الدِّينِ وَفُرُوعِهِ وَالْآدَابِ

Sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam “sesungguhnya Allah memiliki apa yang Ia ambil dan memiliki apa yang ia berikan dan setiap sesuatu telah di tentukan waktunya di sisi-Nya, maka perintahkan ia untuk bersabar dan berharap pahala dari-Nya, maknanya adalah perintah untuk sabar dan menerima terhadap takdir Allah Ta’ala, dan ungkapannya adalah bahwa sesuatu yang diambil dari kalian ini adalah milik-Nya bukan milik kalian, maka Dia tidak mengambil kecuali yang merupakan milik-Nya. Jadi semestinya kalian tidak gelisah sebagai seorang tidak gelisah dari seseorang yang memninta kembali darinya barang titipan atau pinjaman. Dan “Maksud dari “dan setiap sesuatu telah di tentukan waktunya di sisi-Nya” adalah bersabarlah dan jangan mengeluh, karena setiap yang datang telah ditentukan batas waktunya, maka mustahil pendahuluannya atau pengakhirannya, maka jika kalian mengetahui hal ini seluruhnya, maka bersabarlah dan berharaplah pahala dari apa yang tertimpa pada kalian. Wallahu a’lam. Hadits ini termasuk dari pokok-pokok ajaran Islam yang mencakup pokok-pokok dan cabang serta adab-adabnya

Oleh karena itu..saudara/i2 ku yang dirahmati Allah, bila ujian kehidupan menerpa hidup kita, maka bersabar serta bertawakal lah kepada Allah..karena Ini semua hanyalah ujian dan ada batas waktunya..maka bersabarlah

Ada sebuah hadith yg dpt kita cermati dan diamalkan doa didalamnya dikala kita mengalami kesulitan..

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا أَصَابَ أَحَداً قَطُّ هَمٌّ وَلاَ حَزَنٌ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنِّى عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِى بِيَدِكَ مَاضٍ فِىَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِىَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِى كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِى وَنُورَ صَدْرِى وَجَلاَءَ حُزْنِى وَذَهَابَ هَمِّى. إِلاَّ أَذْهَبَ اللَّهُ هَمَّهُ وَحُزْنَهُ وَأَبْدَلَهُ مَكَانَهُ فَرَجاً ». قَالَ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نَتَعَلَّمُهَا فَقَالَ « بَلَى يَنْبَغِى لِمَنْ سَمِعَهَا أَنْ يَتَعَلَّمَهَا ».

Artinya: “Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang tertimpa rasa gundah, sedih, lalu ia mengucapkan:

اللَّهُمَّ إِنِّى عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِى بِيَدِكَ مَاضٍ فِىَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِىَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِى كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِى وَنُورَ صَدْرِى وَجَلاَءَ حُزْنِى وَذَهَابَ هَمِّى

(Wahai Allah, sesungguhnya aku ini adalah hamba-Mu dan anak dari hamba-Mu (yang lelaki) dan anak dari hamba-Mu (yang perempuan), takdirku di tangan-Mu, keputusan-Mu telah tetap padaku dan qadha-Mu adalah adil untukku, aku memohon kepada-Mu, dengan setiap nama yang Engkau miliki, yang telah Engkau beri nama dengannya diri-Mu atau yang telah Engkau ajarkan nama tersebut kepada siapapun dari makhluk-MU atau yang telah Engkau turunkan di dalam kitab (suci)-Mu atau yang telah Engkau simpan di dalam Imu gaib milik-Mu, jadikanlah Al Quran sebagai penyejuk hatiku, cahaya di dalam dadaku dan penghilang kesedihanku serta pelenyap kegundahanku.” (HR. Ahmad)

Akhirul kalam, semoga morning reminder ini dapat menyemangati teman2 sekalian, karena sesungguhnya Allah berfirman

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Qs. ar-Ra’du: 28).

Dan jadilah Mu’min yang disebutkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam dalam hadith dibawah ini.. subhanallah

وعن أبي يحيى صهيب بن سنان رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم عجبا لأمر المؤمن إن أمره كله له خير وليس ذلك لأحد إلا للمؤمن إن أصابته سراء شكر فكان خيرا له وإن أصابته ضراء صبر فكان خيرا له رواه مسلم

Abu Yahya, Shuhaib bin Sinan RA, berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh unik urusan orang yang beriman itu. Semua urusannya, baik baginya. Hal itu hanya dimiliki oleh orang yang beriman. Jika dia memperoleh kegembiraan, dia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ditimpa kesulitan, dia bersabar, dan itu baik baginya.” (HR Muslim)

Wallahu a’lam, semoga bermanfaat insyaallah

#Bersabar #Sabar #Islam #Tawakal #Syukur #Allah #Rasulullah #TsaqafahIslamiyyah

Kedaruratan Pasca Covid19

0

Bismillah, allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ali Muhammad, amma ba’du. Wuih alhamdulillah sudah lama gk menulis, mungkin ada 4-5 tahun, mungkin yg ini tulisan gue yang dipublish since then..

Well guys sebelumnya gue mendoakan semoga kita dan kalian semua dalam keadaan baik2 aja dimasa #Covid19 ini, semua jadi serba gajelas, iya gak sih? It has been a year lho, dan until now penanganan Covid19 masih ambigu, unclear mana kecenderungan yang mau ditempuh, apakah menitikberatkan ke ekonomi atau kesehatan masyarakat. Anyhow bukan itu yang ingin gue bahas, tapi lebih kepada ketidakadilan penanganan oleh pemerintah kepada Agama Islam, daripada yang lain..lho kok bisa? Bisa dong..coba dipikir2, ke mall kok boleh sedangan Jum’atan dilarang sekarang?? Udah gitu MUI nya dukung pula..duh!! Ini dunia apaaan sih sekarangg? Alesannya sekarang lagi kondisi “Dharurat”..

Apa iya kita sedang dalam kondisi darurat? Mending kita bahas yuk dibawah ini,

Darurat

Menurut al Hamawy, definisi darurat adalah limit akhir keterpaksaan yang jika tidak menerjang sesuatu meski dilarang bisa mengancam jiwa (Hâsyiyah al-Hamawy ‘alâ al-Asybah wa al-Nadhâ’ir li Ibn Nujaym: 108)

Kenapa bisa ada kedaruratan ?

Karena bisa mengalami ancaman jiwatu (al-khawf ‘ala al-nafs min al-halâk), maka dalam keadaan darurat seseorang diperbolehkan untuk melakukan sesuatu yang dilarang (tubîh al-mahdhûrât) dalam kerangka menyelamatkan jiwanya dari kematian. Di sini, ulama bersepakat (ijma’) bahwa bangkai, darah, air kencing, dan daging babi (sesuatu yang diharamkan oleh syara’) adalah halal bagi seseorang yang khawatir dirinya binasa akibat kelaparan dan kehausan. Tetapi tingkat kebolehannya sekadar untuk mempertahankan hidupnya dan “menyelamatkannya” dari kematian. Melebihi dari itu, hukumnya tetap haram (Marâtib al-Ijmâ’: 151, al-Majmû’: IX: 39, al-Mughniy: IX: 412, Fath al-Bâri: X: 65)

Nah para ulama membuat syarat2 untuk menetapkan tingkat darurat dalam istinbath hukum, secara ringkas mereka menetapkan darurat apabila sudah masuk syarat2nya.

5 syarat Darurat:

1. Darurat tersebut benar-benar terjadi atau diprediksi kuat akan terjadi, tidak semata-mata praduga atau asumsi belaka.

Contohnya, seorang musafir di tengah perjalanan merasa sedikit lapar karena belum makan siang. Padahal ia akan tiba di tempat tujuan sore nanti. Ia tidak boleh mencuri dengan alasan jika ia tidak makan siang, ia akan mati, karena alasan yang ia kemukakan hanya bersandar pada prasangka semata.

2. Tidak ada pilihan lain yang bisa menghilangkan mudarat tersebut.

Misalnya, seorang musafir kehabisan bekal di tengah padang pasir. Ia berada dalam kondisi lapar yang sangat memprihatinkan.Di tengah perjalanan, ia bertemu seorang pengembala bersama kambing kepunyaannya. Tak jauh dari tempatnya berada tergolek bangkai seekor sapi. Maka ia tak boleh memakan bangkai sapi tersebut karena ia bisa membeli kambing atau memintanya dari si pengembala.

3. Kondisi darurat tersebut benar-benar memaksa untuk melakukan hal tersebut karena dikhawatirkan kehilangan nyawa atau anggota badannya.

4. Keharaman yang ia lakukan tersebut tidaklah menzalimi orang lain.

Jika seseorang dalam keadaan darurat dan terpaksa dihadapkan dengan dua pilihan: memakan bangkai atau mencuri makanan, maka hendaknya ia memilih memakan bangkai. Hal itu dikarenakan mencuri termasuk perbuatan yang menzalimi orang lain. Kecuali jika ia tidak memiliki pilihan selain memakan harta orang lain tanpa izin, maka diperbolehkan dengan syarat ia harus tetap menggantinya.

5. Tidak melakukannya dengan melewati batas. Cukup sekadar yang ia perlukan untuk menghilangkan mudarat.

Seorang dokter ketika mengobati pasien perempuan yang mengalami sakit di tangannya, maka boleh baginya menyingkap aurat sebatas tangannya saja. Tidak boleh menyingkap aurat yang tidak dibutuhkan saat pengobatan seperti melepas jilbab, dan lain sebagainya.

Sama halnya dengan orang yang sangat kelaparan di tengah perjalanan. ia boleh memakan bangkai sekadar untuk menyambung hidupnya saja. Dengan kata lain tidak boleh mengonsumsinya hingga kenyang, melewati kadar untuk menghilangkan mudarat yang dialaminya

Lihat Al-Burnu, Dr. Muhammad Shidqi bin Ahmad. 1416 H. Al-Wajiiz fi Idhahi Qawa’id Al-Fiqh Al-Kuliyyah. Muassasah Ar-Risalah: Beirut – Lebanon. Cetakan ke-4. Halaman 233, Az-Zuhaili, Dr. Muhammad. 1427 H. Al-Qawaid al-Fiqhiyyah wa Tathbiqatuha fi al-Madzahib al-Arba’ah. Dar al-Fikr: Damaskus – Suriah. Cetakan ke-1. Jilid ke-1. Halaman 277

Contoh kedaruratan, Ibnu Muflih dalam kitabnya Al-Adab Asy-Syar’iyah menyebutkan bahwa bila ada seorang wanita sakit, namun tidak ada yang bisa mengobatinya kecuali laki-laki, maka dibolehkan khusus buat laki-laki itu saja untuk melihat sebagian auratnya. Yaitu yang terkait denan penyakitnya itu saja. Dan demikian pula berlaku sebaliknya.

—> Disini sakit yg diderita oleh seorang wanita tsb adalah sakit yang mengancam jiwanya, bukan sekedar sakit flu atau mag, sehingga dibuka auratnya hanya sebagian saja yang untuk diobati, tidak lebih.

Dalam ilmu Fiqh (Yurisprudensi Islam), terdapat kaidah2 Darurat (Qawaid Fiqhiyyah adh dharurat) dalam penetapan status darurat itu sendiri, yaitu:

1. dlararu yuzâlu (bahaya itu [harus] dihilangkan)

2. Adh dharuratu tubihul mandzurat

“Keadaan darurat membolehkan suatu yang terlarang.”

—> tidak ada pilihan lain, sehingga bila tidak dikerjakan/dilakukan/dikonsumsi akan mengancam jiwa

3. Adh-Dharuratu Tuqaddar bi Qadriha “Kedaruratan itu harus disesuaikan dengan kadar kepentingannya”

—> setelah tidak darurat maka hukum keharamannya pun kembali, jadi tidak ada yang namanya darurat berlaku selamanya 😊.

Wallahu a’lam, semoga kita tidak mempermainkan kaidah2 darurat demi sesuatu yang sebenarnya tidak darurat, karena sama saja menghalalkan yang haram..dan itu dapat mengeluarkan pelakunya keluar dari agama Islam sebagaimana dimaktub dalam Kitab Muzilul Ilbas karya Syaikh Sa’id bin Shabr Abduh, waliyadzubillah

Berikut ringkasan singkat mengenai kajian fiqh qawaidul dharurat, hadaanallah waiyyakum ajma’in

Nah..kira2 menurut kamu, apakah sekarang Indonesia dalam keadaan darurat??

Sekali Lagi, Ar-Rayah dan Al-Liwa’ adalah Panji dan Bendera

0

Oleh: Yuana Ryan Tresna (Pembina Komunitas Royatul Islam)

Segala puji bagi Allah yang menciptakan kehidupan dan kematian. Salawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasul pembawa rahmat bagi sekalian alam. Amma ba’du.

Terdapat pada Banyak Hadis Sahih

Sebenarnya agak malas menanggapi anggapan bahwa ar-rayah dan al-liwa yang bertuliskan kalimah tauhid adalah bendera kelompok dakwah tertentu yang mencatut kalimah syahadat, seperti kicauan Guntur Romli dalam akun twitternya. Tapi karena banyaknya pertanyaan via inbox, akhirnya saya mau buat sedikit penjelasan sebagai penegasan bagi mereka yang bertanya. Bukan untuk Guntur Romli.

Bahwa terdapat banyak hadis sahih atau minimal hasan yang menyebutkan bahwa rayah (panji) Rasul berwarna hitam dan liwa (bendera)nya berwarna putih, seperti hadis riwayat Imam Tirmidzi,

عن ابن عباس قال كانت راية رسول الله -صلى الله عليه وسلم- سوداء ولواؤه أبيض

عن جابر أن النبى -صلى الله عليه وسلم- دخل مكة ولواؤه أبيض

Hadis riwayat Imam Nasa’i dengan redaksi yang berbeda,

عن جابر رضي الله عنه : أن النبي صلى الله عليه و سلم دخل مكة ولواؤه أبيض

Hadis di atas selain diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Nasa’i dari Jabir, juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Baihaqi, Thabarani, Ibnu Abi Syaibah, dan Abu Ya’la. Hadis ini sahih. Secara jelas dikatakan bahwa warna rayah adalah hitam dan liwa adalah putih.

Hadis-hadis tersebut diriwayatkan oleh banyak kitab hadis, di mana semuanya berujung pada rawi sahabat Jabir dan Ibnu Abbas ra.

Para ulama sudah membahas hal ini ketika mereka semua menjelaskan hadis-hadis di atas dalam kitab syarah dan takhrij-nya. Sebut saja seperti shahib Kanz al-Ummal, Majma’ al-Zawa’id, Fath al-Bari li Ibni Hajar, Tuhfah al-Ahwadzi, Umdah al-Qari, Faidh al-Qadir, dll.

Belum lagi ada banyak hadis sahih lain yang berbicara terkait rayah dan liwa,

قال النبي صلى الله عليه و سلم يوم خيبر ( لأعطين الراية غدا رجلا يفتح على يديه يحب الله ورسوله ويحبه الله ورسوله )

Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, tentu saja dengan status shahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Hiban, Baihaqi, Abu Dawud Thayalisi, Abu Ya’la, Nasa’i, Thabarani, dll.

Memang ada beberapa hadits yang berbicara rayah dan liwa dengan status hadits yang dipersoalkan oleh para ulama, seperti hadits riwayat Imam Ahmad berikut,

عَنِ الْحَارِثِ بْنِ حَسَّانَ الْبَكْرِىِّ قَالَ قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ فَإِذَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى الْمِنْبَرِ وَبِلاَلٌ قَائِمٌ بَيْنَ يَدَيْهِ مُتَقَلِّدٌ السَّيْفَ بَيْنَ يَدَىْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَإِذَا رَايَاتٌ سُودٌ وَسَأَلْتُ مَا هَذِهِ الرَّايَاتُ فَقَالُوا عَمْرُو بْنُ الْعَاصِ قَدِمَ مِنْ غَزَاةٍ

Dalam hal ini Syaikh Syu’aib al-Arnauth dalam ta’liqnya memberikan catatan sebagai berikut,

إسناده ضعيف لانقطاعه عاصم بن أبي النجود لم يدرك الحارث بن حسان بينهما أبو وائل شقيق بن سلمة

Demikian juga dengan hadis riwayat Imam Thabrani berikut,

عن ابن عباس قال : « كانت راية رسول الله صلى الله عليه وسلم سوداء ولواؤه أبيض ، مكتوب عليه : لا إله إلا الله محمد رسول الله »

Di sana ada rawi bernama أحمد بن محمد بن الحجاج بن رشدين بن سعد بن مفلح بن هلال yang disebut sebagai tertuduh dusta متهم بالوضع.

Lafazh Laa ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah

Apakah hadis مكتوب عليه : لا إله إلا الله محمد رسول الله semuanya dha’if? Kita harus kaji dari semua jalur periwayatan., sebagai berikut:

(1) hadis riwayat Imam Thabarani dari Ibnu Abbas ra. statusnya dha’if karena ada rawi yang bernama أحمد بن محمد بن الحجاج بن رشدين tertuduh dusta (متهم بالوضع);

(2) hadis riwayat Abu Syaikh al-Ashbahaniy dari Abu Hurairah ra. statusnya dha’if karena ada rawi yang bernama Muhammad bin Abi Humaid statusnya munkar oleh Imam Bukhari, tidak tsiqah menurut Imam Nasa’i, dan tidak ditulis haditsnya menurut Ibnu Ma’in:

(3) hadits riwayat Abu Syaikh al-Ashbahaniy dari Ibnu Abbas ra. diperselisihkan, dan saya -atas dasar pengetahuan yang sedikit ini- memilih pendapat yang mengatakan sahih.

Jadi dalam sebuah hadis yang dikeluarkan oleh Abu Syaikh al-Ashbahaniy dalam Akhlaq al-Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dari Ibnu Abbas statusnya sahih. Jalur Ibnu Abbas ini, semua rawi-nya dapat diterima, sebagai berikut:

أحمد بن زنجوية بن مسى : قال الخطيب كان ثقة وقال الذهبي كان موثقا معروفا

محمد بن أبي السري العسقلاني : قال ابن معين ثقة وقال الذهبي ثقة

عباس بن طالب البصري : قال ابن عدي صدوق وذكره ابن حبان في “الثقات” وقال ابن حجر بصري صدوق

حيان بن عبيد الله بن حيان : قال أبو حاتم صدوق وذكره ابن حبان في “الثقات” وقال أبو بكر البزار ليس به باس

أبو مجلز لاحق بن حميد: تابعي ثقة

Dari semua rawi tersebut yang diperdebatkan adalah Hayyan bin Ubaidillah. Sebagian mengatakan dha’if karena tafarrud (seperti pendapat Ibnu Ady), tetapi Ibnu Hibban menempatkan dalam “al-Tsiqqat’, Abu Hatim mengatakan shaduq, Abu Bakar al-Bazar mengatakan masyhur dan “laisa bihi ba’sa”. Tafarrudnya Hayyan bin Ubaidillah tidak memadharatkan hadits karena keadaannya tsiqah atau shaduq (lihat Muqaddimah Ibn Shalah). Demikian juga ikhtilath nama antara Hayyan bin Ubaidillah (حيان) dan Haban bin Yassar (حبان) sudah dijelaskan oleh para ulama, semisal dalam Tarikh al-Kabir, Tahdzib al-kamal, al-Kamil fi al-Dhu’afa, Mizan al-I’tidal, dll. Penjelasan terkait dengan tafarrud dan ikhtilath Hayyan bin Ubaidillah bisa dijelaskan dalam tulisan khusus. Kesimpulannya, hadis dari Abu Syaikh dari jalur Ibnu Abbas selamat.

Terlebih lagi lafazh “لا إله إلا الله محمد رسول الله” merupakan ‘alamah atau ciri khusus dalam Islam. Ciri keagungan Islam kalau bukan kalimat tauhid, lantas apa lagi? Karena misi Islam dalam dakwah dan jihad adalah dalam rangka meninggikan kalimat Allah Azza Wa Jalla.

Warna

Terkait warna, hadis-hadis sahih menyebutkan bahwa warna rayah adalah hitam dan liwa’nya adalah putih. Adapun hadis-hadis yang menyebutkan warna lain seperti kuning dan merah, memang ada, tetapi kualitasnya dha’if dan ada yang sifatnya sementara.

Hadis riwayat Imam Abu Dawud, yang juga diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dan Ibnu Adi, menyebutkan bahwa rayah Nabi adalah kuning.

حَدَّثَنَا عُقْبَةُ بْنُ مُكْرَمٍ حَدَّثَنَا سَلْمُ بْنُ قُتَيْبَةَ الشَّعِيرِىُّ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ سِمَاكٍ عَنْ رَجُلٍ مِنْ قَوْمِهِ عَنْ آخَرَ مِنْهُمْ قَالَ رَأَيْتُ رَايَةَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صَفْرَاءَ.

Menurut shahib al-Badr al-Munir, dalam isnad-nya majhul.

Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabarani dan Abu Nu’aim al-Ashbahani,

عن جدته مزيدة العصرية ، « أن رسول الله صلى الله عليه وسلم عقد رايات الأنصار وجعلهن صفراء »

Hadis ini dha’if karena ada rawi bernama Hudu bin Abdullah bin Sa’d yang dinyatakan tidak tsiqah oleh Ibnu Hibban dan nyaris tidak dikenal menurut al-Dzahabi.

Demikian juga hadis dalam riwayat Thabarani menyebutkan bahwa warna rayah Nabi adalah merah,

“أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَدَ رَايَةً لِبَنِي سُلَيْمٍ حَمْرَاءَ”.

Hadis ini dha’if karena ada rawi yang tidak dikenal menurut al-Haitsami dan Ibnu Hajar.

Terakhir, hadis riwayat Imam Ibnu Hibban, Ahmad, dan Abu Ya’la yang juga menyebutkan rayah berwarna merah daan statusnya sahih, kasusnya sementara di awal-awal urusan ini ketika di masa jahiliyah juga awalnya menggunakan rayah warna hitam,

وكان أمام هوازن رجل ضخم ، على جمل أحمر ، في يده راية سوداء ، إذا أدرك طعن بها ، وإذا فاته شيء بين يديه ، دفعها من خلفه ، فرصد له علي بن أبي طالب رضوان الله عليه ، ورجل من الأنصار كلاهما يريده

Fungsi dan Kegunaan

Apakah fungsinya hanya untuk perang? Memang awalnya begitu, rayah adalah panji-panji perang, dan liwa simbol kepemimpinan umum. Hal ini bertolak dari fakta bahwa liwa` dan rayah itu selalu dibawa oleh komandan perang di jaman Rasulullah dan para Khulafa` Rasyidin.

Misalnya pada saat Perang Khaibar. Demikian juga, rayah dan liwa sebagai pemersatu umat Islam. Imam Abdul Hayyi Al-Kattani menjelaskan rahasia (sirr) tertentu yang ada di balik suatu bendera, yaitu jika suatu kaum berhimpun di bawah satu bendera, artinya bendera itu menjadi tanda persamaan pendapat kaum tersebut (ijtima’i kalimatihim) dan juga tanda persatuan hati mereka (ittihadi quluubihim).

Tulisan dan Khat

Terkait tulisan dan khat, dan ukuran itu hanyalah perkara teknis, yang dalam sejarahnya hal tersebut tidak diatur secara rinci. Tentu saja tidak bijak kalau persoalan teknis ini dijadikan argumetasi untuk menggugurkan syariat terkait rayah dan liwa’.

Sependek pengetahuan saya, saya belum menemukan khabar tentang kepastian khat dan bentuk. Seperti halnya ketika ada dalil umum yang tidak dijelaskan wasilahnya, maka berarti wasilah tersebut mubah. Jadi ini bukan isu utama. Saya kira persoalannya sederhana, tidak malah menjadi rumit pada perkara yang memang mubah. Yang paling penting itu bahwa rayah (hitam) dan liwa (putih) dengan tulisan لا إله إلا الله محمد رسول الله adalah perkara yang masyru’.

Penamaan

Adapun penamaan al-rayah dengan sebutan al-uqab, terdapat beberapa hadits sebagai berikut:

Hadis riwayat Baihaqi

عن عائشة ، قالت : « كان لواء رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم الفتح أبيض ورايته سوداء ، قطعة مرط مرجل ، وكانت الراية تسمى العقاب

Hadis riwayat Ibnu Abi Syaibah

عن الحسن قال كانت راية النبي صلى الله عليه و سلم سوداء تسمى العقاب

Hadis riwayat Ibnu Adiy

عن أبي هريرة كانت راية رسول الله صلى الله عليه و سلم سوداء تسمى العقاب

Dan masih banyak hadits lainnya. Dari semua hadits tersebut derajatnya dha’if karena berbagai sebab (mudallas, matruk, tidak tsiqah, majhul, dll). Terlalu panjang kalau dijabarkan di sini. Meski demikian, nama al-uqab sangat masyhur di kalangan para ahli sirah/sejarah, maghazi, fiqih, dan hadis untuk menyebut bendera Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Terakhir, sebagian pihak rupanya hanya kritik dalil (hadits) panji dan bendera Rasulullah, tetapi tidak menggugat dalil bendera negara bangsa yang tidak punya dalil sedikitpun, walau hanya atsar yang dha’if. Maka bersikap adil-lah. Wallahu a’lam.[]

Artikel asli http://www.muslimahnews.com/2018/10/22/sekali-lagi-ar-rayah-dan-al-liwa-adalah-panji-dan-bendera-rasulullah/

Wibawa Pemimpin Negara

0

Indonesian Free Press

Mengungkapkan Kebenaran demi Kemaslahatan

Thursday, 22 March 2018

I WANT TO TEST MY MINISTER TO ANSWER

Ini tentang seorang pemimpin negara. Di luar negeri. Lelaki yang dengan cepat menduduki satu jabatan ke jabatan yang lebih tinggi. Mulai dari walikota, lalu gubernur, kemudian presiden.

Hanya saja lelaki ini nampak tak paham dengan persoalan negara yang super kompleks. Bahkan untuk mengucapkan sebuah sambutan saja ia butuh pegang teks.

Di sebuah forum internasional di Amerika Serikat, pemimpin negara ini berpidato menggunakan bahasa Inggris dengan aksen tempat ia lahir. Kaku sekali. Tak masalah. Bukankah, tiap negara bahkan tiap daerah punya aksen bahasa sendiri?

Namun, bukan itu intinya. Saat sesi tanya jawab akan berlangsung yang tentu para penanya akan menggunakan bahasa Inggris, moderator menawarkan penerjemah untuknya. Pemimpin ini menolak. Merasa bisa berbahasa Inggris.

Oke, tanya jawab berlangsung.

Pertanyaan pertama, wartawan asing mengajukan satu soal. Presiden Luar Negeri ini angguk-angguk, seperti paham apa yang ditanyakan. Setelah soal selesai diajukan, apa yang dilakukan presiden ini benar-benar di luar dugaan. Karena bukannya menjawab sendiri, dia malah bilang:

“I want test my minister to answer your question.”

Para hadirin di forum itu tertawa. Lalu terjadilah komedi internasional.

Tak lama kemudian berdirilah seorang lelaki berjas, dia-lah menteri yang dimaksud. Lantas menjawab apa yang ditanyakan wartawan tersebut. Selesai. Presiden Luar Negeri ini tersenyum.

Wartawan lain mengajukan pertanyaan kedua untuk Sang Presiden. Sama, menggunakan bahasa Inggris. Seusai pertanyaan dilontarkan, ternyata presiden ini melakukan hal yang sama. Menyuruh menterinya yang jawab, lagi-lagi dengan kata:

“Saya ingin tes lagi, menteri saya bisa jawab atau tidak.” Ia menunjuk menteri lain. Kali ini perempuan. Nampaknya dia adalah menteri luar negeri.

Berbeda dengan yang pertama, kini tak ada tawa dari peserta forum. Para wartawan asing itu terlalu pintar untuk mengerti bahwa ini bukan sekadar komedi. Namun kebodohan. Pemimpin satu ini tak punya gagasan atas problematika negerinya sendiri. Pemimpin ini menunjukkan kebodohannya di khayalak asing. Kebodohan internasional.

Hari itu, dia tak menjawab satu pun pertanyaan dari wartawan.

Ah, jangankan menjawab pertanyaan berbahasa Inggris. Bahkan untuk mengomentari sebuah film saja sudah membuat kaget seluruh anak negeri, karena… Karena meski sudut pandang kameranya pas, tapi komentar ngaco. Akhirnya mau tak mau jadi booming.

Baiklah, itu film. Anggap saja mereview sebuah film itu tidak penting. Tak ada hubungannya dengan persoalan negara. Mari kita lihat komentar beliau tentang perekonomian. Tentang sepatu.

Dan ternyata sama saja. Presiden luar negeri ini hanya lebih banyak mengucapkan kata “apa”, hingga seantero negeri jadi mengenangnya sebagai Hari Bingung Sedunia.

Ada yang membela, “Tak penting bisa bicara lancar atau tidak. Yang penting itu kerjanya nyata.”

Baiklah, kita lihat kerjanya. Meski kualitas perkataan berbanding lurus dengan kualitas ilmu dan bacaan seseorang. Makin banyak tahu, artinya ia makin banyak membaca. Apalagi dia adalah presiden, yang dituntut terus menambah ilmu lewat bacaan berkualitas. Karena permasalahan rakyat bukan hal biasa.

Oke, kita lihat kerjanya. Apa yang dijanjikan olehnya waktu presiden luar negeri ini kampanye, bahwa akan mempersulit tenaga kerja asing masuk dan menomorsatukan tenaga kerja dalam negeri, sudah terwujud?

Atau akan menekan impor dan mendongkrak ekspor sudah terwujud?

Atau perekonomian negeri sudah meroket?

Belum lagi ketidakmampuannya menjadi penengah konflik horizontal rakyat terutama terkait isu SARA. Mengucap kata Laa Hawla wala quwwata illa billah, malah jadi, La kola waka talah bi illah. Walau begitu dia masih percaya diri mengimami sholat, bahkan mempostingnya di medsos.

Negeri sebesar itu, dipimpin oleh orang yang tak punya gagasan sendiri dalam menahkodai sebuah negara. Ia seperti orang linglung bila bicara tanpa teks. Ia hanya menyampaikan gagasan ‘sang penulis teks’ dan kepentingan orang-orang di belakangnya.

Ratusan ribu, bahkan ada jutaan anak bangsa di negara itu yang jauh lebih baik, lebih kompeten, lebih teruji, lebih berilmu, lebih berprestasi, yang insyaAllah bisa membawa negara itu jauh lebih baik. Tapi kenapa dapatnya cuma pemimpin yang suka menunjukkan kebodohannya di muka umum.

Meski begitu, kabarnya presiden luar negeri ini pede menyalonkan diri lagi. Anehnya, masih banyak yang mendukungnya walau kemampuan dia tak layak untuk memimpin negeri se-luar biasa itu.

Ah, untung aku tidak berada di negara itu. Itu kan kejadian di luar negeri. Alhamdulillah.

***

Bangkalan, 18 Maret 2018

Fitrah Ilhami

Mencari Yang Halal

0

Mencari Pekerjaan dan Makanan yang Halal

Umat Islam diwajibkan untuk memiliki pekerjaan yang halal (dari tipe pekerjaan dan juga cara mendapatkan pendapatan) dan memakan minuman yang halal juga..sebagaimana firmanNya

QS, Al-Baqarah (2:168)

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang *halal dan baik* yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.

QS Al-Maidah (5:88)

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai *rezeki yang halal dan baik*, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah mewajibkan kita untuk mencari yang halal..

طَلَبُ الْحَلاَلِ وَاْجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut (mencari) yang HALAL adalah wajib ke atas setiap orang Islam”.

(HR Ad Dailami dalam Shahih Jami ash Shagir, Hadith Hasan no 5270)

Kemajuan teknologi dan budaya atau lifestyle masa kini, terkadang menjadikan kita lalai dalam beragama..aspek yang paling penting yang seringkali kita lupa atau mungkin “pura2” tidak tahu adalah aspek kehalalan dalam mencari rezeki maupun kehalalan dalam makanan/minuman..jauh2 hari 1,400 tahun yang lalu Rasul kita Muhammad Shallallahu ‘alahi wasallam telah memperingatkan akan adanya golongan umatnya yang tidak peduli dengan kehalalan dalam mencari rezeki, miris kan..

Beliau SAW bersabda,

يَأْتِي عَلىَ النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ مَا أَخَذَ أَمِنَ الْحَلَالِ أَمْ مِنَ الْحَرَامِ

“Akan datang kepada manusia suatu zaman di mana seseorang tidak peduli apa yang dia ambil, apakah dari hasil yang halal atau yang haram.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan An-Nasa’i dari hadits Abu Hurairah, Shahih At-Targhib no. 1722)

Dahulu para istri2 pendahulu (Salaf) kita yang shalih, sangat concern dengan rezeki yang diberikan oleh suaminya, sampai2 mereka pernah berkata spt ini:

إِيَّاكَ وَكَسْبَ الْحَرَامِ، فَإِنَّا نَصْبِرُ عَلَى الْجُوْعِ وَلاَ نَصْبِرُ عَلىَ النَّارِ

“Jauhi olehmu penghasilan yang haram, karena kami mampu bersabar atas rasa lapar tapi kami tak mampu bersabar atas neraka.” (Mukhtashar Minhajul Qashidin)

Teman2 sadarkah rezeki yang tidak halal itu imbasnya kepada keluarga kita? Tidak akan masuk surga jasad yang diberikan makan dengan harta haram..mengerikan bukan..?

Dari Abu Bakar Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ جَسَدٌ غُذِيَ بِحَرَامٍ

“Tidak akan masuk ke dalam surga sebuah jasad yang diberi makan dengan yang haram.” (Shahih Lighairihi, HR. Abu Ya’la, Al-Bazzar, Ath-Thabarani dalam kitab Al-Ausath dan Al-Baihaqi, dan sebagian sanadnya hasan. Shahih At-Targhib 2/150 no. 1730)

Allah telah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang halal sebelum beramal shalih..karena makanan yang haram hanya akan menjadikan amalan kita tertolak guys..sayang kan..udah nyari uang susah2, ternyata gk diterima amalannya krn sumber2nya dari yang haram..

QS: Al-Muminoon (23:51)

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا ۖ إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

Allah berfirman, “Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik, dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan

Contoh orang yang sudah cape2 beribadah namun tidak diterima amalannya (bahkan doanya) dapat kita lihat di hadith dibawah ini:

Dari Abu Hurairah RA

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ: {ﮡ ﮢ ﮣ ﮤ ﮥ ﮦ ﮧﮨ ﮩ ﮪ ﮫ ﮬ } وَقَالَ: {ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄ} ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلىَ السَّمَاءِ: يَا رَبِّ، يَا رَبِّ؛ وَمَطَعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَام، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

“Sesungguhnya Allah Maha Baik dan *tidak menerima kecuali yang baik*, dan sungguh Allah l perintahkan mukminin dengan apa yang Allah l perintahkan kepada para Rasul, maka Allah l berfirman: ‘Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan’ dan berfirman: ‘Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.’ Lalu Nabi menyebutkan seseorang yang melakukan perjalanan panjang, rambutnya kusut masai, tubuhnya berdebu, ia menengadahkan tangannya ke langit seraya berucap: ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Akan tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, disuapi gizi yang haram, bagaimana mungkin doanya terkabul?” (HR Muslim & Tirmidzi)

Ngeri bukan..? Bayangkan selama ini kita gk peduli ternyata mencari yang halal itu wajib lho…bahkan kalau kita menyepelekannya, walaupun kita beramal shalih spt berinfaq dengannya, malah kita terkena ancaman Rasulullah untuk dimasukkan oleh Allah ke neraka Jahannam…naudzubillah tsumma naudzubillah min dzalik..

Imam Thabrani Rahimahullah meriwayatkan dari Abu Thufail bahwa:

مَنْ كَسَبَ مَالاً مِنْ حَرَامٍ فَأَعْتَقَ مِنْهُ وَوَصَلَ مِنْهُ رَحِمَهُ كَانَ ذَلِكَ إِصْرًا عَلَيْهِ

“Barangsiapa mendapatkan *harta yang haram* lalu ia membebaskan budak darinya dan menyambung silaturrahmi dengannya maka itu *tetap* menjadi beban atasnya.” (Hasan lighairihi. Shahih Targhib, 2/148 no. 1720)

Dari Al Qasim bin Mukhaimirah Radhiyallahu anhu ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنِ اكْتَسَبَ مَالًا مِنْ مَأْثَمٍ فَوَصَلَ بِهِ رَحِمَهُ أَوْ تَصَدَّقَ بِهِ أَوْ أَنْفَقَهُ فِي سَبِيلِ اللهِ، جَمَعَ ذَلِكَ كُلَّهُ جَمِيعًا فَقُذِفَ بِهِ فِي جَهَنَّمَ

“Barangsiapa mendapatkan harta dengan *cara yang berdosa* lalu dengannya ia menyambung silaturrahmi atau bersedekah dengannya atau menginfakkannya di jalan Allah, ia lakukan itu semuanya maka ia akan dilemparkan dengan sebab itu ke *neraka jahannam*.” (HR Abu Daud, Hadith Hasan)

Apakah dengan peringatan2 diataskita masih lalai?

Janganlah kita malu guys kalau pekerjaan yang kita dapatkan secara halal “hanya” memberikan kita sekian dan sekian, karena itulah rezeki kita yang halal..justru itulah Rahmat Allah bagi kita karena rezeki kita sudah ditentukan sekian dan sekiannya, kitalah yang memutuskan untuk didapatkan dari jalan yang halal ataupun yang haram..

Semoga tulisan singkat ini bermanfaat wabil khusus bagi penulis dan kita semua, Insyaallah..

Wallahu a’lam

Anjuran memilih Teman yang baik

0

Bismillahirrahmanirrahim

Renungan Malam atas teman-teman disekeliling kita..

Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‎الْمُؤْمِنُ مِرْآةُ (أخيه) الْمُؤْمِنِ

Seorang mukmin cerminan dari saudaranya yang mukmin (HR Bukhari, Shahih)

Nasihat dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ini sangatlah berharga teman2, betapa banyak dari kita yang jarang atau barangkali tidak memperhatikan kepada siapa kita berteman..

Tanpa kita sadari, seringkali kita berteman dengan orang-orang yang jarang atau bahkan, tidak mengajak kita kepada kebaikan, padahal agama kita (salah satunya) juga ditentukan oleh teman, sebagaimana sabda baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam

‎الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

Seseorang itu tergantung pada *agama* temannya. Oleh karena itu, salah satu di antara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia jadikan teman (HR Abu Daud, Shahih)

Karena pengaruh teman itu sangat besar, bila kita berteman dengan orang2 shalih, Insyaallah kita akan terpengaruh oleh kebaikannya atau kita malu dengan kebaikannya, sehingga kita akan mengikuti kebaikan teman kita tsb..namun sebaliknya, bila teman kita itu tidak baik, maka hal tsb akan berpengaruh kpd kita, bahkan kalau tidak kuat2 iman, malah kita yang akan mengikuti jejak teman kita dalam berbuat maksiat..naudzubillah tsumma naudzubillah, sebagaimana sabda Rasulullah dibawah ini,

‎مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة

“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR Bukhari-Muslim, Shahihain)

Dalam penjelasan hadith diatas, Imam Muslim rahimahullah mencantumkan hadith di atas dalam Bab : Anjuran Untuk Berteman dengan Orang Shalih dan Menjauhi Teman yang Buruk”. Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa dalam hadith ini terdapat permisalan teman yang shalih dengan seorang penjual minyak wangi dan teman yang jelek dengan seorang pandai besi. Hadith ini juga menunjukkan keutamaan bergaul dengan teman shalih dan orang baik yang memiliki akhlak yang mulia, sikap wara’(berhati2 dlm beragama), ilmu, dan adab. Sekaligus juga terdapat larangan bergaul dengan orang yang buruk, ahli bid’ah, dan orang-orang yang mempunyai sikap tercela lainnya.” (Syarh Shahih Muslim 4/227)

Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah mengatakan : “hadith di ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Hadith ini juga mendorong seseorang agar bergaul dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”( Fathul Bari 4/324)

Memilih teman yang baik adalah wajib bagi kita, oleh karena itu, jangan sampai salah memilih teman, apalagi teman dekat, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‎المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل

“Agama Seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR Abu Daud, shahih)

Jangan sampai kita menyesal kelak di akhirat karena salah memilih teman..karena Allah sudah mengingatkan kita jauh2 hari didalam al Qur’an bahwa,

‎وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلَى يَدَيْهِ يَقُولُ يَا لَيْتَنِي اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُولِ سَبِيلاً يَا وَيْلَتَى لَيْتَنِي لَمْ أَتَّخِذْ فُلَاناً خَلِيلاً لَقَدْ أَضَلَّنِي عَنِ الذِّكْرِ بَعْدَ إِذْ جَاءنِي وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِلْإِنسَانِ خَذُولاً

“ Dan ingatlah ketika orang-orang zalim menggigit kedua tanganya seraya berkata : “Aduhai kiranya aku dulu mengambil jalan bersama Rasul. *Kecelakaan besar bagiku. Kiranya dulu aku tidak mengambil fulan sebagai teman akrabku.* Sesungguhnya dia *telah menyesatkan aku dari Al Qur’an* sesudah Al Qur’an itu datang kepadaku. Dan setan itu tidak mau menolong manusia” (Al Furqan:27-29)

Ingatlah teman2, kita terlahir sendiri tanpa bantuan teman2, dan kita *PASTI* meninggal kan dunia ini sendirian pula, dan *PASTI pula teman2 kita kelak diakhirat tidak dapat membantu kita, krn kita semua akan dihisab berdasarkan amalan2 kita sendiri..

Tidak perlu khawatir kalau kita meninggalkan mereka, lantas tidak ada yang menemani, karena *pasti Allah akan mengganti teman2 kita yang lebih baik,* karena Rasulullah bersabda

‎إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ

“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik(HR Ahmad, Shahih)

Simaklah nasihat dari Amirul Mu’minin Umar bin Khattab Radiyallahu anhu berikut ini…

_*Wadi’ah al-Anshari mengatakan bahwa dia mendengar Umar bin Khattab radiyallahu ‘anhu menasihati seseorang,*_

لاَ تَكَلَّمْ فِيمَا لاَ يَعْنِيكَ، وَاعْرِف ْعَدُوَّكَ، وَاحْذَرْ صَدِيقَكَ إِلاَّ الْأَمِينَ،وَلاَ أَمِينَ إِلاَّ مَنْ يَخْشَى اللهَ، وَتَمْشِي مَعَ الْفَاجِرِ فَيُعَلِّمَكَ مِنْفُجُورِهِ، وَ تُطَلِّعْهُ عَلَى سِرِّكَ، وَلاَتُشَاوِرْ فِي أَمْرِكَ إِلاَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَاللهَ عَزَّ وَجَلَّ

● “Janganlah engkau berbicara dalam urusan yang tidak engkau perlukan. Kenali musuhmu.

● *Waspadalah dari temanmu, kecuali yang tepercaya. Tidak ada orang tepercaya kecuali yang takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala.*

● *Janganlah engkau berjalan bersama orang yang rusak, sehingga dia akan mengajarimu sebagian keburukannya. Jangan pula engkau beri tahukan rahasiamu kepadanya.*

● *Janganlah engkau bermusyawarah tentang urusanmu kecuali dengan orang-orang yang takut kepada Allah ‘azza wa jalla.”*

*(Shifatu ash-Shafwah hlm. 109)*

Ingatlah kawan, teman yang baik adalah teman yang dapat mengajak kita kepada kebaikan (agama), yang dapat menasihati kita sewaktu kita berbuat kemaksiatan, karena teman yang baik Ingin berkumpul kembali dengan teman2nya di SurgaNya kelak, bi’idznillah…

Wallahu a’lam, semoga bermanfaat bagi kita semua, wabil khusus saya, insyaallah

Pergeseran Budaya, Kaum Tsamud dan Kesehatan Umat

0

Pergeseran Budaya, Kaum Tsamud dan Kesehatan Umat

*Rudi Agung

“Dokter tidak menjelaskan tentang penyakit anak saya, bahkan setelah anak saya meninggal dunia saya diminta pihak rumah sakit untuk tutup mulut,” terang ibu korban, Mimi Dahlia kepada Pojokjabar, Rabu (22/8/2017).

Itu kutipan berita berjudul: Usai Imunisasi Rubella di Sekolah, Siswi SD Ini Lumpuh, Ditolak 4 Rumah Sakit, Lalu Meninggal.

Publik semakin resah atas musibah tersebut. Selaiknya menjadi perhatian seluruh pihak. Ironinya, sebelum kejadian sang anak sehat. Setelah kejadian, tak ada penjelasan gamblang. Mudah-mudahan ada keadilan bagi keluarga korban. Terlebih selama ini masyarakat minim informasi Kipi, gejala dan penanganannya.

Terlepas ada kaitan dengan vaksin atau tidak, semua pihak perlu kedepankan rasa kemanusian. Tak elok bila seperti teori jendela kaca pecah, saat kita menganggap biasa hilangnya satu nyawa, sungguh, kepekaan kita bisa sirna.

Akrobat imunisasi tahun ini mengiris hati. Kegetiran bertambah ketika kontroversi vaksin membuat dua polarisasi besar. Pro vaksin dan anti vaksin, istilahnya. Baru tahu saya ada istilah ini. Teman sampai tertawa. Beliau pun menunjukan grup di jejaring media soal: dua kubu yang berlawanan.

Padahal awal menulis isu vaksin ini tergelitik mengamati perbedaan telanjang program vaksin MR dan tahun-tahun sebelumnya, dari: gempita kampanye dan pemaksaan. Dalam politik, kampanye itu untuk meraih kekuasaan. Dalam kampanye iklan, untuk menarik konsumen, pelanggan setia dan keuntungan. Lantas, ada apa dengan kampanye gempita vaksin MR? Sampai ada pemaksaan.

Di titik pertanyaan itulah, terpantik menulis vaksin dan kampanyenya yang aduhai bombastisnya. Paksaan yang mengundang banyak keluhan. Tapi fakta polarisasi besar terhadap vaksin, menyisakan tanya lagi: apakah ini bergerak sendiri. Atau ada design yang menggerakan. Entah. Ironi sekali sampai soal vaksin pun, kita terpolarisasi. Dulu-dulu biasa saja. Saling menghormati pilihan.

Tanya pun menderas: kok kita jadi gampang sekali didikotomikan? Diberi stempel, dikelompokan, dipisah-pisah. Pun, urusan vaksin. Sangat jauh berbeda dengan program imunisasi sebelumnya. Amati saja. Ada apa, ya?

Bahkan, terhadap sesuatu yang sangat sakral dan urgen, umat mulai terbelah: status kehalalan atau sertifikat halal dari MUI. Semua pihak harus bersatu. Jangan terseret arus adu domba. Serahkan kehalalan pada para Ulama di bidangnya.

Oretan ini, tadinya mau memberi sudut pandang berbeda terhadap penulis yang getol sekali mengkampanyekan vaksin MR, padahal sertifikasi halal vaksin belum ada. Sedangkan UU JPH 33/2014 amat jelas. Tapi saya urungkan. Jadi, mohon maaf, enggan meladeni lagi. Nanti tak selesai-selesai. Kita fokus hal substansial.

Alhamdulillah, mata publik dan Ulama terbuka sendiri melihat fakta demi fakta di lapangan. Tak ada pula sertifikasi halal MUI. Untuk menyegarkan ingatan, kita rekam perjalanan kontroversi MR ini. Kontroversi awal: tidak ada sertifikasi halal, ini bukan berarti haram. Lalu MUI tegaskan belum ada sertifikasi halal.

Kedua: MUI justru diminta tunjukan keharamannya dimana. Lalu, Halal Watch Indonesia minta Menkes hentikan sementara karena tak ada sertifikasi halal MUI.

Untuk kehalalan vaksin kenapa harus muter-muter. Kenapa tak langsung diurus ke MUI? Atau minimal sejak awal terbuka. Uniknya, yang reaksioner kenapa bukan pihak Kemenkes atau Biofarma. Tapi, sudahlah.

Soal sertfikat kehalalan kenapa penting? Kita sepakati dulu ya: ini masih negara hukum? Pasti dong. Artinya, siapapun patut mengikuti aturan hukum. Apalagi soal halal. Ada syariat Islam, ada pula hukum positif. Dalam hal ini UUD dan UU.

Begini, semisal ada produk minuman baru asal India masuk ke Indonesia. Misal, es Cendol Bollywood. Produk ini impor, sama dengan vaksin MR. Nah, produk itu laris manis. Tapi, publik mulai bertanya: halal kah bahan dan kandungannya? Tak ada yang tahu itu halal atau tidak sebelum pihak Es Cendol ajukan pengujian.

Kalau publik menuding: itu haram. Bisa? Tidak bisa. Sebab pembeli tak bisa buktikan. Karena itu ada UU Jaminan Produk Halal No.33/2014, yang mengatur. Konteks ini hanya MUI dan Ulama pakar lain yang berhak menguji dan memutuskan halal tidaknya. Selain mereka, lebih elegan menyerahkan pada pakar dan UU terkait.

Kita buka sedikit ya UU JPH No 33 tahun 2014 soal produk yang dikatakan halal. Pasal 1 ayat 2: Produk halal adalah produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam. Ayat 5: Jaminan produk halal yang selanjutnya disingkat JPH adalah kepastian hukum terhadap kehalalan suatu Produk yang dibuktikan dengan Sertifikat Halal.

Ayat 10: Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu Produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan MUI.

Pasal 4: Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.

Untuk bahan dan proses produk halal lihat Pasal 17-20. Semisal di Pasal 20, ayat 2: Bahan yang berasal dari mikroba dan bahan yang dihasilkan melalui proses kimiawi, proses biologi, atau proses rekayasa genetik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c dan huruf d diharamkan jika proses pertumbuhan dan/atau pembuatannya tercampur, terkandung, dan/atau terkontaminasi dengan bahan yang diharamkan.

Pasal 33 ayat 1: Penetapan kehalalan Produk dilakukan oleh MUI. Dan itu dalam sidang Fatwa. Nah, jadinya sertifikasi halal itu kepastian hukum atas produk. Dan semua produk yang masuk dan beredar ke Indonesia wajib bersertifikat halal.

Jadi publik tidak bisa menuding atau mengklaim produk minuman itu haram atau halal, sebelum diuji. Pengujian dilakukan sebelum diedarkan. Sebaiknya begitu pula soal vaksin. Siapa yang menguji? MUI. Caranya? Mengajukan sertifikasi halal.

Selama produk itu belum diuji, tidak ada yang bisa menentukan haram atau halal. Maka, dibuatlah UU JPH 33/2014. Berlaku untuk seluruh produk yang masuk ke Indonesia. Minuman, makanan atau vaksin. Beda dengan gado-gado.

Masyarakat terhentak ketika di luar Ulama mengcounter opini soal penjelasan MUI jika belum ada sertifikasi halal terhadap vaksin MR. Kok repot sendiri. Serahkan status halal haram pada Ulama, itu ranah khusus mereka. Perlu ilmu khusus, belajarnya khusus, kapasitasnya khusus. Ditetapkannya dalam Sidang Fatwa. Bukan sidang sosial media. Nanti produk-produk lain bisa ikut-ikutan.

Setiap ada produk baru yang masuk ke Indonesia nanti tinggal teriak: Buktikan keharamannya? Wah susah kalau belum diuji. Untuk apa UU JPH dan MUI. Justru dengan menguji, kita mengikuti aturan dan menjunjung izzah dan marwah MUI. Sekaligus menjaga marwah DPR RI sebagai pembuat aturan dan pengawasannya.

Klaim lain dipaksakannya vaksin lantaran darurat sudah mewabah. Sebab tanpa kondisi darurat, jika pun mengacu Fatwa MUI harus ada tiga syarat. Salah satunya, darurat. Ketika data dan fakta di lapangan tak ada kondisi darurat, klaim baru muncul: vaksin untuk mencegah penyakit. Tak harus tunggu mewabah. Beda lagi.

Alhamdulillah, kini semua jadi terang. Biofarma dan MUI menegaskan belum ada sertifikasi halal vaksin MR. ICMI mendesak pemerintah menyetop program vaksin.

PBNU bergema pula. Wajib pakai yang bersertifikasi halal karena menyangkut hajat kesehatan umat. Begitu pula Ustadz Yusuf Mansur. Pun, Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam yang mengatakan, MUI memang telah menerbitkan fatwa nomor 4 tahun 2016 yang membolehkan imunisasi.

Namun, menurut dia, kebolehannya itu dengan syarat halal dan suci, sehingga tetap membutuhkan sertfikasi halal. “Harus dibedakan antara imunisasi dnegan vaksin yang digunakan imunisasi.”

Ia pun menegaskan, “Untuk vaksin rubella pemerintah yang menyediakan belum ada pengajuan sertifikasi halal ke MUI. Karena belum ada pengajuan di sini, maka dipastikan belum ada sertifikat halal.”

Menanggapi pernyataan yang mengatakan Kemenkes berpegang teguh fatwa MUI yang membolehkan imunisasi, Niam menyebut pejabat Kemenkes perlu diberikan edukasi. “Itu lah yang perlu diedukasi pejabat yang seperti itu,” kata Niam, dilansir Rol, 16/8/2017: Kemenkes Akui Belum Ajukan Sertifikasi Halal Vaksin Rubella.

Setelah itu disusul desakan Indonesia Halal Watch agar Menkes menghentikan program ini. Coba intip: Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah, pemerintah harus menjadi contoh bagi masyarakat dalam penegakan hukum, bukan malah menabrak Undang-undangan No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang seharusnya ditaati.

“Berarti ada kebohongan publik. Untuk itu, Menkes agar melakukan penindakan terhadap pejabat tersebut,” jelas Ikhsan, dilansir Viva, 21/8/2017. Tak main-main: kebohongan publik. Ini patut mendapat perhatian serius.

Selanjutnya, UUD 1945 Pasal 28G ayat 1: Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Masyarakat juga dilindungi UUD 1945 Pasal 29. Pun UU 23 tahun 1992: setiap tindakan kesehatan harus persetujuan keluarga. Tiap WNI memiliki Hak Menolak tindakan kesehatan yang tanpa izin keluarga. Bisa dituntut nanti.

Memaksakan vaksin dengan membuat perjanjian, bisa melanggar UUD 1945. Dalam hirarki hukum positif di Indonesia, UUD aturan tertinggi. Ini negara hukum kan? Kalau memaksa orang tua yang menolak vaksin, ini namanya nabrak UUD 1945. Sosialisai hukum ini yang patut ditegaskan. Semata-mata agar seluruh WNI menjaga dan mengikuti hukum tertinggi di negeri ini. Tahun lalu tak ada paksaan.

Apalagi, “Orang tua banyak khawatir atas banyaknya kejadian paska imunisasi. Juga trauma vaksin palsu. Begitu pula saat pelaporan Kipi, hilang begitu saja. Beberapa kasus kejadian Kipi hilang ditelan bumi. Program pemerintah harus melihat dari dua sisi, potensi negatif yang mungkin muncul. Hak vaksin atau tidak ada di orangtua. Tidak ada siapapun yang bisa mengintervensi. Vaksin atau tidak, keduanya sama-sama ada risiko.” Ini dingatkan Khomaini Hasan, Ph.D, dalam wawancaranya dengan radio Dakta, 22/8/2017.

Status produk halal haram pun ranah Ulama, dalam hal ini MUI. Diatur jelas di UU JPH 33/2014. Kalau mutar-mutar, nanti semua produk ikut membalik logika. Jajanan anak SD saja banyak yang sudah sertifikasi halal MUI, kok. Masa vaksin belum ada. Demikian pertanyaan yang mengemuka di masyarakat.

Sebagai pionir di negara hukum, Kemenkes perlu evaluasi program ini sampai ada kejelasan sertifikasi halal. Jika kelak diteruskan, harus ada sertifikasi dan tak boleh memaksa. Ikuti pola tahun sebelumnya saja. Semoga para Ulama, ormas Islam, DPR, MPR turut memberi perhatiannya terhadap kehalalan dan kesehatan umat.

Tak ada satu pun manusia Indonesia yang tidak mendukung program pemerintah. Tapi tentu saja program itu harus ikut aturan. Masa mau menjaga kesehatan tak mengindahkan UUD 1945 dan UU lain terkait. Nanti malah jadi catatan sejarah hitam program imunisasi nasional, yang sudah dihelat sejak 1956. Karena itu patut kita ingatkan demi keberhasilan program pemerintah sendiri.

Sekarang cus yuk, mengingat sejarah kaum Tsamud. Kaum ini di era Nabi Saleh AS, memiliki banyak keahlian. Bercocok tanam, arsitektur sampai beternak. Mereka diberi Sang Maha lahan subur. Selain keahlian, kaum Tsamud dikenal cerdas, menguasai banyak pengetahuan.

Terdepan dalam terobosan, bahkan mengalahkan nenek moyangnya kaum A’d. Sayang, kaum Tsamud menjadi sombong dan selalu merendahkan kaum lain yang dianggap kuno. Bahkan leluhurnya sendiri.

Gaya hidup kaum Tsamud dihiasi kemewahan dan bergelimang kekayaan. Dalam kemaksiatan puncaknya, menciptakan berhala sebagai sesembahan. Tuhan-tuhan baru yang dipujinya, disanjung dan disembah. Padahal tuhan itu buatan mereka sendiri. Mereka yang buat, disembah juga.

Sampai ketika peringatan Nabi Saleh AS tak dihiraukan serta melanggar perjanjian dan membunuh unta betina sebagai satu mukjizat Nabi Saleh. Akhirnya Allah pun memberi adzab atas keangkuhan dan kedurhakaannya.

Mengingat kisah ini menyeret memori ke masa lalu Indonesia. Negeri kita kaya sumber daya alam, dari rempah-rempah sampai gas alam. Penduduknya santun, saling menghargai, memaklumi. Punya budaya malu yang amat tinggi, gotong royong, saling membantu, tepo seliro.

Sayang, seiring kemajuan zaman dan perkembangan teknologi, perlahan-lahan budaya itu mulai pudar. Kita mulai egosentris, mementingkan diri dan kelompok, jatuh menjatuhkan.

Caci maki, sumpah serapah, pemutar balikan fakta, tudingan, fitnahan: begitu enteng dilontarkan. Di sisi lain, bangsa ini makin maju, makin cerdas, kian hebat dalam banyak bidang. Tak terkecuali bidang teknologi kesehatan.

Sayang, kita justru menggeser budaya lama. Menggantinya dengan budaya baru yang justru makin kehilangan jati diri bangsa ini. Dalam banyak hal kita mudah emosi, mudah diadu domba. Sampai halal, yang dulu sangat clear, kini berbeda.

Dalam banyak hal kita digiring jadi dua polarisasi besar. Dari soalan politik, agama, pendidikan, sampai kesehatan. Tapi semakin tinggi dan banyaknya ilmu yang dikuasai, kita malah ujub. Jumawa. Angkuh. Lalu halal haram diremehkan.

Ilmu pengetahuan yang dikuasai anak-anak negeri malah tolak belakang dengan adab. Moral dan etika kita mulai redup, nyaris babak belur. Sampai-sampai urusan vaksinasi menjadi dua kubu hebat: pro dan kontra. Walau kontroversi vaksin selalu muncul sejak awal, tapi kali ini mengerikan.

Adanya perbedaan, bukan lagi untuk saling menghargai, lalu menjadi rahmat. Tapi mengarah pemaksaan bahkan perpecahan sesama umat sendiri. Ini patut dihentikan. Apa gunanya keberhasilan program jika persatuan terseok-seok.

Bahkan ada pula yang berusaha memisahkan ajaran Nabi dan teknologi. Padahal keduanya melengkapi. Bukan berlawanan. Ajaran Nabi berlaku sepanjang zaman, masa ke masa. Tak terkecuali masa lalu, masa kini dan masa depan.

Sedangkan teknologi sifatnya sementara. Ia sebuah sarana yang baru datang. Kemunculannya berkembang tapi tak selamanya. Lihat saja Nokia, kedigdayaan yang dulu dipuja tiba-tiba runtuh tak berdaya. Banyak contoh-contoh lain. Poinnya, teknologi itu sarana manusia. Alat yang diberikan langit lewat otak dan tangan manusia guna membantu kehidupannya. Tapi tak bisa selamanya. Takkan pernah bisa. Ada masanya. Simak nubuah-nubuah akhir zaman.

Dengan demikian, perlu diselaraskan ajaran Nabi yang berlaku sepanjang zaman. Terutama soalan halalan thayyiban. Ini untuk mengundang kemasalahatan dan keberkahan dalam program pemerintah yang dijalankan.

Teknologi tak bisa pula diletakan di atas ajaran Nabi. Melawan Sunatullah. Menantang kehendak langit. Semisal vaksin. Kita buka sejarah vaksin di Indonesia yang dimulai 1956, bukan 1977. Terus menerus sampai sekarang. Perubahannya pesat. Tapi baru tahun ini pertentangan dua kubu begitu hebat. Ada apa?

Kata kasar, jorok, caci, sumpah serapah, begitu enteng dilempar ke publik. Kadang berpikir: kita bangsa apa? Apakah lupa warisan nilai-nilai luhur dari para leluhur? Termasuk soal kesehatan.

Nabi memiliki pengobatan holistik. Leluhur bangsa kita mengadopsinya, menjaga, mewariskannya. Tapi seiring perkembangan teknologi, kita tergiring mencoba membuangnya. Cara lama kuno, klaimnya. Padahal bangsa-bangsa besar selalu menjaga warisan leluhurnya.

Anehnya, baru kali ini ada opini seragam, koor satu suara terhadap kelompok yang mengkritisi vaksin. Seperti: antivaks, dianggap menyebarkan penyakit, kasihan punya ibu begini, anti intelektual, anti teknologi, kuno, kolot, jadul. Numpang sehat, tukang sedot imun lain. Logika apa ini? Seram sekali.

Bagaimana tak sistemik jika tudingan menyesatkan itu begitu seragam. Seperti ada SOP, terkordinir, laiknya buzzer di masa pilpres. Program vaksin sejak 1956 di Indonesia, ada yang terima, ada yang tidak. Saling menghargai. Tapi baru tahun ini kontroversi dan polarisasi luar biasa. Tahun lalu saja tidak. Kenapa?

Vaksin itu buah kecerdasan dan teknologi. Ciptaan manusia. Tapi seperti dijadikan segalanya. Membuat sesuatu, dipuja, disanjung, dijadikan seperti sesembahan. Kalau begitu, sekalian saja kita bikin vaksin agar bisa hidup abadi. Sulitkah kita bercermin kaum Tsamud? Keangkuhan pada pengetahuan, arogansi menuhankan logika, membuat lupa kita hanya manusia. Makhluk lemah tak berdaya.

Ajaran Nabi, warisan leluhur dan teknologi tak bisa dipisahkan. Tak bisa dikotak-kota. Tapi perlu disinergikan. Bergandengan, beriringan. Semisal laporan Antara, 12/4/2014: Sebanyak 250 rumah sakit Indonesia bertahap siap mengembangkan pengobatan tradisional, herbal, maupun alternatif. Pengobatan tradisional di dunia sudah berkembang pesat, seperti battra di Tiongkok ada 30 persen dan di Amerika ada 20 persen, bahkan di Amerika ada 30-an fakultas yang mempelajari battra secara konsisten.

Indonesia banyak ahli herbal, bekam, ahli pengobatan alternatif, sampai yumeiho. Sudahilah penggiringan sistemik yang mencipta polarisasi. Padahal yang ditolak kelompok non vaksin bukan program vaksinnya. Dari beberapa observasi sederhana, yang ditolak itu jenis vaksin yang masih baru. Selanjutnya:

Kesimpang siuran bahan, ketidak jelasan halal dan haram, pembunuhan karakter kontra vaksin yang dituding pembawa sial, ketidak terbukaan, efek samping, dan pemaksaan yang mengarah intimidasi. Kondisi ini seolah tergambar dalam Surat Yasin: 13-20. Di ayat 18: “Sesungguhnya kami bernasib malang karena kamu…” Apakah Indonesia sudah seperti ini? Jangan sampai terjadi.

Padahal, penggunaan zat-zat tambahan sebagai pengawet seperti formaldehid dan thimerosal, adjuvan seperti aluminium serta pnggunaan komponen hewan dan manusia mengundang pehatian para dokter pemerhati dan peneliti vaksin.

Terutama ihwal kemungkinan adanya dampak vaksin yang bersifat panjang. Akan lebih sulit membuktikan keterkaitannya dengan vaksin karena membutuhkan proses yang multihit dan multistep melibatkan banyak faktor pemberat dan peringan.

Abai Kegagalan Vaksin

Kita terlalu lama abai pada kasus-kasus kekurangan vaksin. Tapi kita remehkan. Bukan dievaluasi sebagai perbaikan, justru dinafikan. Keberhasilan diagungkan, kelemahan ditutupi. Satu Kipi sudah lebih dari cukup mengevaluasi vaksin. Namun sampai saat ini belum ada pemeriksaan indenpen soal Kipi agar lebih objektif.

Dalam satu diskusi santai dengan dokter pemerhati keamanan vaksin, dr. Susilorini, Msi.Med, Sp. PA, ada hal mengejutkan. Ia memaparkan pandangan Deisher dan para peneliti, jika keamanan vaksin bukan hanya thimerosal yang berbahaya. Melainkan juga adjuvan aluminium dan penggunaan animal dan human cells. Maka pantas Israel dengan Protalixnya beralih ke sel tumbuhan.

Diterangkannya, Deisher itu basicnya patolog juga. Tapi ia punya pengalaman bioteknologi juga. Jadi ia membuat vaksin saat ini. Dan ada banyak hasil kajian para pakar di dunia yang membahas ini.

“Seperti thimerosal yang menurut Sharpe dkk adalah racun mitokondria. Lalu, menurut dr. Russel Blaylock vaksinasi berlebihan akan menyebabkan aktifasi mikroglia otak anak dan memicu penyakit spt autism dan syndrom gulf war, serta penyakit perilaku,” ingat dr. Rini, yang juga menunjukan setumpuk jurnal ilmiah.

Menurutnya, “Vilches dan Butel menyebutkan penggunaan sel hewan seperti kera bisa menyebabkan kontaminasi dan penularan virus hewan spt SV40 yang bisa menyebankan kanker. Ini ada penelitian-penelitian terbarunya lho. Saya juga punya jurnalnya, semisal Misal Deisher dkk (2014),” ujarnya.

  1. Rini juga mengingatkan dulu dari vaksin tetes beralih ke injeksi. Bukan tak mungkin ke depan dioles, ditempel atau kemajuan lain. Artinya, semua itu tak pasti. Belum tentu yang dulu dianggap sudah teruji, sekarang masih teruji. Karena hanya buatan manusia.

Ia menyampaikan selaiknya pihak terkait bisa belajar pemikiran Professor Robert Charles Read. Yakni melawan bakteri jahat dengan bakteri komensal predator alamiahnya. Dari situ kita mendapat pelajaran jika vaksinasi itu bersifat individual.

Prof Read, menurut dr. Rini, mengingatkan penyebab tersering meningitis itu sebenarnya mikroflora comensal pada manusia. Dan dapat ditemukan pada 35% manusia sehat.

Selanjutnya pemerintah bisa pula mendorong para peneliti kita yang hebat-hebat membuat vaksin dari probiotik lactococcus lactis. Probiotik untuk melawan infeksi. Bukankah masih memungkinkan vaksin tidak selalu dengan injeksi yang mengandung zat berbahaya dan haram?

Ia juga mengingatkan rendahnya kecakupan ASI dengan tingginya infeksi, seperti pneumonia dan diare. Cakupan ASI ekslusif itu seharusnya 100 persen. Indonesia hanya menargetkan 80%, realisasinya hanya kisaran 30 %. Jauh sekali. Ini juga patut jadi perhatian bersama.

Selama ini banyak pula sejumlah kalangan menyesalkan rendahnya konsumsi ASI ke anak. Kata dr. Rini, menurut survei Hellen Keller International rata-rata bayi Indonesia mendapat ASI Ekslusif hanya selama 1,7 bulan. Padahal perintah Allah untuk menyempurnakan ASI perlu dua tahun.

Dokter pemerhati keamanan vaksin itu berpendapat, pemerintah tak bijak jika memaksa vaksin, sepatutnya dorong ibu-ibu menyusui bayinya sesuai Surat Al Baqarah:233. “Yang perlu didorong lagi itu ibu-ibu untuk optimalkan memberi ASI,” pesannya.

Kita negara Muslim malah dijejali yang masih tanda tanya. Sedangkan tubuh kita sudah diberi kemampuan Allah untuk meregenerasi sel-sel yang rusak dengan bantuan enzim tertentu, populer disebut dengan enzim panjang umur.

Sekarang, logika vaksin serupa 1+1 = 3. Jika ada yang mengingatkan 1+1 = 2, dihantam ramai-ramai dengan stempel sistemik di atas. Mengerikan. Masyarakat malah takut. Sekarang, apa ada vaksin untuk hidup abadi? Ini baru asyik. Tak mungkin kan. Tapi proses vaksin selalu berkembang.

Menyejukan Semua Pihak

Ilmu manusia serba terbatas, bahkan berubah. Apa yang kita yakini dulu benar, belum tentu sekarang masih benar. Menjadi padi, bukan jumawa seakan vaksin MR segalanya, tak perlu pula dipaksa-paksa.

Justru perbaikan-perbaikan program diperlukan bagi kesehatan umat. Tak elok, kita abai keinginan masyarakat. Sampai ada yang menilai polarisasi vaksin MR bisa membahayakan bangsa ketika vaksin jadi sesembahan, herd immunity, jadi aqidah. Jika begini, pertaruhannya adalah ukhuwah Islamiah.

Mudah-mudahan seluruh pihak bijak menyikapinya. Kita bukanlah kaum Tsamud. Publik sangat mengapresiasi rencana pertemuan ulang MUI dengan Kemenkes. Semoga memberi kesejukan bagi semua. Persatuan umat dan masyarakat adalah utama. Aset terbesar NKRI. Tiap WNI pun semuanya dilindungi UUD 1945.

Dan kita adalah satu nusa, satu bangsa dan satu bahasa. Nusa bangsa dan bahasa kita bela bersama. Jangan sampai hanya gegara perbedaan pandangan dan pilihan menjaga kesehatan, kita malah dimanfaatkan untuk diadu domba. Perbedaan untuk dihargai, bukan dicaci maki. Ukhuwah utama. Shalallahu alaa Muhammad.

Pelakor

0

Bismillah ada tulisan bagus banget mengai Pelakor yang sering mengisi timeline kita di social media, dan akhirnya kita sebagai masyarakat umum kadang menanggapinya secara berlebihan maupun berprasangka buruk, dan itu tidak baik, karena Allah berfirman dalam surat al Hujurat ayat ke 12

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”

Dan Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wasallam pun bersabda mengenai prasangka yang menjadikan Ghibah..bahwa

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : أَتَدْرُوْنَ مَا الْغِيْبَةُ ؟ قَالُوْا : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ : ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، فَقِيْلَ : أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيْهِ مِا تَقُوْلُ فَقَدِ اْغْتَبْتَهُ, وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ

“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwsanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tahukah kalian apakah ghibah itu?”. Sahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: “Yaitu engkau menyebutkan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu”, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya: “Bagaimanakah pendapat anda, jika itu memang benar ada padanya ? Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Kalau memang sebenarnya begitu berarti engkau telah mengghibahinya, tetapi jika apa yang kau sebutkan tidak benar maka berarti engkau telah berdusta atasnya”. (HR Muslim)

قَالَ رَسُوْلُ الله : لَمَّا عُرِجَ بِيْ, مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمِشُوْنَ وُجُوْهَهُمْ وَ صُدُوْرَهُمْ فَقُلْتُ : مَنْ هَؤُلآء يَا جِبْرِيْلُِ؟ قَالَ : هَؤُلآء الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ لُحُوْمَ النَّاسَ وَيَقَعُوْنَ فِيْ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ketika aku dinaikkan ke langit, aku melewati sekelompok orang yang memiliki kuku-kuku dari tembaga, mereka melukai (mencakari) wajah-wajah mereka dan dada-dada mereka. Maka aku bertanya: ”Siapakah mereka ya Jibril?”. Jibril menjawab: ”Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia dan mencela kehormatan mereka”. (Subulus Salam 4/299)

Akhirul kalam, semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua, wabil khusus kepada penulis dan saya, Insyaallah

Wallahu a’lam

========================================================================

Akhir-akhir ini sering sekali seliweran tentang penyebutan Pelakor, awalnya sebutan pelakor ini memang ramai dari salah satu akun sosmed gosip tentang perselingkuhan salah satu pasangan artis, yang mana kita sendiri belum tentu tau itu benar atau tidak. Pelakor atau perebut laki orang sering disematkan kepada perempuan pelaku perselingkuhan dan zina. Tapi akhir-akhir ini sebutan pelakor ini tidak hanya kepada pelaku perselingkuhan dan zina, tapi juga menyasar kepada pelaku poligami, istri kedua, bahkan kepada para janda yang bisa saja dia sudah menjaga dengan sebaik mungkin kehormatannya.

Suatu kali saya ikut sebuah acara dauroh dan berkenalan dengan seorang akhwat mualaf. Ia datang dengan anaknya yg masih kecil tanpa suaminya. Setelah banyak berbincang-bincang, akhirnya berceritalah ia tentang perjalanan hijrahnya memeluk agama Islam

Saat itu ia, mempunyai suami dan dua anaknya yg masih kecil-kecil. Ketika hidayah datang, dia mengucap syahadat di sebuah majelis di hadapan ustadz dan para jamaahnya. Dia masih menyembunyikan statusnya sebagai mualaf kepada suami dan keluarga besarnya, karena suami nya adalah seorang yg aktif pelayanan gereja. Akhirnya suaminya pun mengetahui tentang dirinya yang sudah memeluk agama Islam, murka lah suaminya, segala cacian terlontarlah untuk ia. Bahkan hukuman lemparan barang pun ia alami, sampai akhirnya terusirlah ia dari rumah nya dan keluarga nya. Hukuman tidak boleh kembali lagi kerumahnya kecuali dia harus murtad dari agama Islam kembali ke agama terdahulu, sampai harus dipisahkan dijauhkan dari anak-anaknya yang masih kecil-kecil.
Nah ini poinnya AKHIRNYA DIA DI CERAI DAN TERPAKSA MENJADI JANDA sebagai ujian hijrahnya.

Lalu ia mondok belajar Islam dan bekerja selama menjanda di sebuah Majelis Ilmu asuhan salah satu ustadz. Singkat cerita ada seorang ikhwan yang mendatangi ustadz gurunya ingin melamarnya menjadi yang kedua. Dia kaget dan menolak secara halus, kemudian dia sholat istikharah. Karena tak pernah terfikir olehnya untuk menjadi istri kedua.

Hari berikutnya ikhwan tersebut datang lagi dan ditolak lagi, kemudian di kedatangan yang ketiga kalinya Ikhwan tersebut datang bersama istri nya dan ikut melamar dia. Berkonsultasilah dia dengan gurunya dan istri gurunya, dia mendapat nasehat “Jika memang itu takdirmu, maka mau kamu berlari kemanapun kamu tidak akan bisa mengelak, bisa jadi disitulah letak jalan keridho’an Allah buatmu. Dan menikah bisa menghindarimu dari fitnah, karena menjadi Janda bisa jadi akan selalu ada fitnah yang menyertainya”
Setelah berkali-kali istikharah panjang, maka diterimalah lamaran tersebut karena kakak madu nya pun telah datang ikut meminangnya.

Dia bercerita walau dalam prakteknya poligami tetap ada konflik apalagi jika berkaitan dengan perasaan cemburu, tapi dia tetap menghormati kakak madunya karena dia merasa kakak madunya lah yang telah banyak berjasa mengurus suami dan anak-anak. Dan kakak madunya pun masih tetap memperhatikan dia dan anaknya yang kecil.

Hikmah dari cerita tersebut telah mengubah pandangan buruk saya selama ini terhadap para istri kedua. Karena tidak semua yang menjadi istri kedua adalah karena keinginannya. Bukanlah keinginannya menjadi janda. Dia telah menjaga kehormatannya dan tidak pernah sekalipun menggoda suami orang lain. Dan bukan keinginannya lah menjadi istri kedua, tapi jika memang itu takdir yang terbaik untuknya maka siapa yang bisa menolaknya.

Saya pun punya teman janda, mengingat dulu saya pun tidak lepas dari fitnah maka setiap kali ada fitnah menimpa mereka saya selalu bertabayyun dengan hati-hati kepada mereka.

Bukan berarti saya membela pelakor dari hubungan perselingkuhan maupun zinah, tidak. Saya pun membenci perselingkuhan. Tapi sebelum menuduh sebagai pelakor, saya lebih dulu mencari tau langsung kepada yang bersangkutan. Bagaimana cerita sebenarnya. Begitupun jika terjadi kepada Rumah tangga saya, lebih baik saya bertengkar di dalam rumah sendiri menangis di hadapan suami sendiri untuk mencari tau dan mencari solusi bersama, ketimbang saya bercerita di sosial media.

Janganlah bermudah-mudah menyematkan julukan Pelakor kepada wanita lain atau para janda jika tidak benar-benar tau permasalahan sesungguhnya. Bisa jadi, laki-lakinya yang genit selalu modus kepada para janda memberi sinyal ingin berpoligami yang padahal sebenarnya belum siap berpoligami. Sudah default laki-laki itu punya keinginan beristri lebih dari satu, tapi mereka lupa mengukur kesiapan dan kemampuan diri mereka untuk berpoligami yang akhirnya hanya bisa menebar modus kesana kemari.

Menjadi peringatan juga untuk para laki-laki, jika memang belum siap belum mampu maka jangan lah menebarkan jaring modus kepada para gadis dan terutama janda. Sudahlah mereka pusing mengurus anak-anak dan hidupnya sebagai janda yang rentan sekali dengan fitnah, lalu kalian menggodanya dengan perhatian kata-kata manis, harapan palsu ingin memperistrinya. Menyelamatkan tidak tapi malah memposisikan kedalam fitnah sebagai Pelakor..
Lalu setelah tersebar fitnah tidak ada tindakan untuk meluruskan fitnah tersebut, tetapi malah menyelamatkan nama baik sendiri dengan membiarkan fitnah itu bertebaran karena keburu ketauan sama istri yang duluan. 😅

Pergaulan antara laki-laki dan perempuan dalam Islam sudah diatur sedemikian rupa dengan segala batasan-batasan, maka jangan lah menabrak batasan-batasan tersebut dan menceburkan diri kita kedalam fitnah.

Hendaknya kita selalu berhati-hati dengan lisan.
Jakarta, 24 Agustus 2017
Sarah Dian AnnisaHai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Moanna Film Review

0

Alhamdulillah finally watch movie with my family, after fetching review from IMDB.com with no profanity, Sex, and minimum of violence this movie is a go, especially the trailer didn’t appear to be fishy, or so I thought..

Typical of Disney movie, I expect some inception from this movie from the get go, and it were really there 😅

In the aspect of nudity and profanity, I couldn’t expect much from the Western point of view, this movie was safe to be watched by all age, although the clothing used by the female characters are little bit similar to kemben or dresses Java looked that expose area slightly above breast..similarly for the male characters, since this movie depicted from Hawaiian culture, some body parts are exposed in the area of waist below & above, but apart from that one, it was alright..

What I didn’t really expect were the inception turned out to be quite deep if the parents would not notice. Things like Beliefs similar of the “Mother Earth” or “Gaia” were to be found on this movie, defining the creation from the Goddess Te Fiti (although it was mythical not based from Polynesian Deity) that create the Earth and ruled out the ocean for the people benefits..thus the words of worship often to be found in this movie to give the idea that the Island and the creation came from Te Fiti, instead of from the God..hence we need to give counterinception to the children that it wasn’t true..

Ulil Amri dalam Islam

0

Bismillahirrahmanirrahim, post lama tapi karena di FB diblock so had to post here *chuckle

 

Assalamu’alaikum WarrahmatullahWabarakaatuh

Mengikuti trend di Stop Antivaks pada Forum FB yang telah sangat keliru menjustifikasi tentang definisi ulil amri minkum, maka dengan ini saya ingin clarify beberapa kekeliruan dan keganjilan mereka. Ini Linknya MEREKA! à https://www.facebook.com/photo.php?fbid=288343664637060&set=a.146277478843680.30561.146270875511007&type=1&theater

 

Yang pertama:

 

Definisi Ulil Amri minkum menurut mereka (SAV) adalah umara’ dan juga ulama, sesuai dengan pendapat Imam an Nawawi, dan ini saya tidak masalahkan, karena semua ulama juga sepakat dg definisi dua itu. Yang jadi permasalahan adalah sewaktu tidak bisanya SAV mendefinisikan SIAPAKAH pemimpin yg disebutkan tadi. Baik secara karakteristik maupun kriteria2nya.

 

Yaitu:

–      Definisi Penguasa Islam

–      Definisi Pemimpin Islam

 

Kalau hanya menampilkan definisi UlilAmri Minkum, kita juga sepakat mengenai itu. Tapi tidak dibahas lebih lanjut mengenai fungsi ayat itu.

 

Well without further ado, saya harap tulisan ini dapat membuka mata para SAVers yg mempunyai paham keliru mengenai ulil amri.

 

Ayat yang dijadikan patokan mengenaiulil amri ini adalah surat An Nisa ayat 59, yang berbunyi

”Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisa [4] : 59)

Yuk kita bedah apa sih artinya ni ayat:

”Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS.An-Nisa [4] : 59)

Siapakah Ulil Amri Minkum (Pemimpin diantara kalian)

 

Menurut Imam Ibnu Katsir (774H) Rahimahullah dalam Tafsir Ibn Katsir disebutkan bahwa

 

قالعليبنأبيطلحة،عنابنعباس:{ وَأُولِي الأمْرِمِنْكُمْ} يعني: أهل الفقهوالدين.وكذاقالمجاهد،وعطاء،والحسنالبصري،وأبوالعالية:{ وَأُولِي الأمْرِمِنْكُمْ} يعني: العلماء.

“Berkata Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu ‘Abbas: “Dan Ulil Amri di antara kalian” artinya ahli fiqih dan agama. Begitu pula menurut Mujahid, Atha’, Hasan Al Bashri, dan Abu al ‘Aliyah: “Dan Ulil Amri di antara kalian” artinya ulama.”

 

Kemudian beliau Rahimahullah mengatakan bahwa Ulil Amri Minkum menurut penafsiran beliau adalah Umara’ dan juga Ulama berdasarkan Hadith Shahih yg diriwayatkan oleh Imam Bukhari Rahimahullah

 
منأطاعنيفقدأطاعالله،ومنعصانيفقدعصاالله،ومنأطاعأميريفقدأطاعني،ومنعصاأميريفقدعصانى

 

“Barang siapa yang taat kepadaku, maka dia telah taat kepada Allah, barang siapa yangmembangkang kepadaku maka dia telah membangkang kepada Allah, barangsiapa yang mentaati amir (pemimpin)ku, maka dia taat kepadaku, dan barangsiapa yang membangkang kepada pemimpinku maka dia telah membangkang kepadaku.” (HR Bukhari 2737)

 

Mari kita telaah lebih lanjut mengenai ulil amri minkum ini. Dalam Surat An Nisa ayat 59 (JANGAN DIPENGGAL DONG SAV), terdapat seruan bagi orang-orang yang beriman bahwa kita wajib mentaati Allah, kemudian Rasulnya, lalu orang-orang yg dijadikan pemimpin diantara kita. Dengan catatan bahwa pemimpin tersebut haruslah Muslim dan Mu’min, karena khittab (seruan) nya itu merujuk kepadaorang-orang yg beriman. Disini juga ada catatan bahwa, adanya beberapa preseden ketaatan sebelum taat kepada ulil amri minkum, yaitu haruslah taat kepada Allah dan RasulNya baru dapat taat kepada ulil amri itu sendiri. Dan bila berlainan pendapat, maka harus MERUJUK kepada al Qur’an dan Sunnah jika memang kita mengaku beriman kepada Allah dan hari Akhir.

 

Imam Al-Mawardi berpendapat, Ulil Amri adalah sekumpulan orang yang adil, berilmu,berwawasan dan bersikap bijak. (Al-Ahkamus-Sulthaniyyah,hal. 4.)

 

 

DefinisiUlil Amri:

 

  1. Islam (QS An Nisa: 59, 141, 144; QS AliImran: 28, Al Maidah: 51 & Ibnu Katsir,Tafsîr IbnuKatsîr, 2/386)
  2. Laki-laki (HR Bukhari No 4425) (Syarhus Sunnah al Baghawi 516H 10/77) (Ibnu Hazm,Al-Fashl fial-Milal, IV/110)
  3. Baligh, (QS: An Nisa: 5)
  4. Berakal Sehat
  5. Adil (QS Ath Thalaq: 2), arti Adil adalah: (Imam Khattib al Baghdadi 463H,Al-Farqbayna al-Firaq)
  6. Menjagaagama
  7. Harta
  8. Kehormatandiri
  9. Merdeka
  10. Memiliki Kemampuan u mjd pemimpin (HRMuslim 3405)
  11. Amanah (HR Bukhari 6015)
  12. Berpegang kepada hukum Allah danRasulNya (An Nisa 59, Al Maidah 49, dll)
  13. Tidakmeminta Jabatan (HR Bukhari 6614)

 

Al-Khaththabirahimahullah menyebutkan:

 

ان المراد بأئمة المسلمين الخلفاء وغيرهم ممن يقوم بأمور المسملين من اصحاب الولايات

 

“Yang dimaksudkan dengan pemimpin umat Islam adalah para khalifah dan selainnya dari kalangan para pemimpin yang memegang tanggung jawab menguruskan hal-ehwal umat Islam (masyarakat).” (Syarah Shahih Muslim, 2/38)

 

Imam asy-Syaukani rahimahullah ketika menafsirkan firman Allah Subhanhu wa Ta’ala, surah an-Nisa’ ayat 59, beliau menyatakan:

 

وأولي الأمر هم: الأئمة، والسلاطين، والقضاة، وكل من كانت له ولاية شرعية لا ولاية طاغوتية

 

“Ulil amri adalah para imam, sultan, qadhi, dan setiap orang yang memiliki kekuasaan SYAR’IYYAH, bukan kekuasaan thaghutiyyah.” (Imam asy-Syaukani, Fathul Qadir, 2/166

 

Wajibnya taat kepada Pemimpin:

 

Dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma dariNabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau bersabda:
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
“Wajib atas setiap muslim untuk mendengar dan taat (kepada penguasa), baik pada sesuatu yang dia suka atau benci. Akan tetapijika dia diperintahkan untuk bermaksiat, maka tidak ada kewajiban baginya untukmendengar dan taat.” (HR. Al-Bukhari no. 7144 dan Muslim no. 1839)

 

“Barangsiapa melihat sesuatu yang tidakdisukainya dari seorang pemimpin, maka bersabarlah; karena barangsiapa yangmembelot dari jama’ah sejengkal saja kemudian ia mati, maka matinya adalah matijahiliyah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Mendengar dan menaati (pemimpin) adalah wajib bagi seorang muslim, dalam hal yang ia sukai maupun yang tidak disukai, selama ia tidak diperintah dalam konteks maksiat. Apabila diperintah dalam konteks kemaksiatan, maka tidak wajib mendengar atau menaati.” (Shahih Bukhari, 5/23; Muslim,3/1466; Ibnu Majah,2/956; Tirmidzi, 4/209)
“Barang siapa melanggar janji setianya kepada Imam dan mati dalam keadaan demikian, maka pada Hari Kiamat ia akan menemui Allah tanpa mempunyai hujjah(argumentasi).”(Ahmad di dalam Musnad,3/445)

“Wajiblah engkau mendengar dan taat, dalam keadaan engkau sulit maupunmudah, dalam keadaan kau senang maupun terpaksa, dan engkau mengutamakan lebih dari dirimu.”(Shahih Muslim bi Syarh An-nawawi,12/223)

——————————————————————————————————–

Disebutkan, bahwa Ubadah bin Shamit berkata: “Nabi saw mengundang kami, lalu kami membaiat beliau untuk mendengar dan menaatinya, baik ketika kami senang maupun terpaksa, ketika kami dalam kesulitan atau pun kemudahan, dan kami mengutamakan beliau lebih dari kami. Kami tidak boleh menentang perintah yang dikeluarkan oleh yang berwenang,kecuali bila “kalian melihat kekufuran yang nyata, dan ada bukti-bukti dari Kitabullah yang dapat kalian pegang.” (HR. Bukhari)

——————————————————————————————————–

Imam Ahmad (240H) rahimahullah berkata dalam risalah Ushul As-Sunnah, “Wajib untuk mendengar dan taat kepada para pemimpin dan amirul mukminin, baik dia orangyang baik maupun orang yang jahat.”

——————————————————————————————————–

Ibnu Qudamah (620H) dalam kitab Lum’ah Al-I’tiqad mengatakan bahwa “termasuk sunnah(tuntunan Islam) adalah mendengar dan taat kepada para penguasa dan pimpinan(amir)

——————————————————————————————————–

Imam Ibnu Abi Hatim (380H) Rahimahullah berkata dalam risalah Ashlu As-Sunnah atau dikenal juga dengan namaI’tiqad Ad-Din, “Saya bertanya kepada ayahku (Abu Hatim) dan juga Abu Zur’ah mengenaimazhab ahlussunnah dalam masalah pokok-pokok agama, dan mazhab yang keduanyamendapati para ulama di berbagai negeri berada di atasnya, dan mazhab yangmereka berdua sendiri yakini. Maka keduanya berkata, “Kami menjumpai para ulamadi berbagai negeri, di Hijaz, di Irak, di Mesir, di Syam, dan di Yaman. Maka diantara mazhab mereka adalah …. Kami mendengar dan taat kepada pimpinan yangAllah serahkan urusan kami kepadanya, dan kami tidak melepaskan diri dariketaatan kepadanya.”

——————————————————————————————————–

Imam Ath-Thahawi (321H) Rahimahullah berkata dalam kitab Al-Aqidah Ath-Thahawiah,“Kami memandang bahwa menaati penguasa yang merupakan bagian dari ketaatankepada Allah Azz wa Jalla adalah suatu kewajiban, selama mereka tidak memerintahkan kepada kemaksiatan. Kami mendoakan mereka agar mendapatkankesalehan dan kebaikan.”

——————————————————————————————————–

Ibnu Baththal berkata, “Para fuqaha’ telah sepakat (ijma’) berkenaan kewajiban mentaati sultan (pemerintah) yang memiliki kuasa walaupun dia mendapat kuasa tersebut dengan cara rampasan atau pemberontakan (mutaghallib), dan hendaklah kita berjihad bersama-samanya. Ini adalah kerana ketaatan kepadanya lebih baik dari keluar meninggalkan ketaatan kepadanya (dengan mengambil sikap membangkang atau memberontak), yang dengannya mampu memelihara darah dan menenangkan orang ramai (masyarakat). Tidak ada pengecualian dalam perkara ini, melainkan apabila sultan melakukan kekafiran yang nyata.”.” (Ibnu Hajar, Fathul Bari, 13/7)

——————————————————————————————————–

Sebagaimanajuga perkataan Ibnu Qudamah rahimahullah (Wafat: 620H), “Apabila naiknya Abdul Malik B. Marwan dengan cara keluar menentang Ibnu az-Zubair, membunuhnya,memaksa rakyat dengan pedang hingga dia naik sebagai imam (pemimpin) dan diberikan bai’ah, maka wajib pula mentaati pemerintah yang mutaghallib (yang naik dengan cara yang tidak syar’i) ini.” (Ibnu Qudamah, al-Mughni, 8/526)

——————————————————————————————————–

 

Batas Batas ketaatan kepada Pemimpin:
“Rosululloh SAW menyeru kami maka kamiberbai’at kepada beliau, diantara yang beliau minta kepada kami dalam bai’atitu adalah kesanggupan untuk mendengar dan taat baik dalam keadaan ringan atauberat, dalam keadaan sulit atau mudah dan ketika kami diperlakukan tidak adildan agar kami tidak menggoyang kepemimpinan seseorang, beliau bersabda:“…kecuali apabila kalian melihat kekufuran yang nyata (kufur bawaah) dengandiiringi bukti yang jelas dari Alloh.” (Muttafaq ‘Alaih dengan redaksi haditsmilik Muslim.)

——————————————————————————————————–

“Sebaik-baik pemimpin-pemimpin kamu adalah dimanakamu mencintainya dan mereka mencintaimu. Kamu mendoakannya dan mereka punmendoakanmu. Adapun sejelek-jelek pemimpin kamu adalah dimana kamu membencinyadan mereka pun membencimu, kamu melaknatnya dan mereka pun melaknatmu”. Dikatakan : WahaiRasulullah, apakah kami tidak memeranginya saja dengan pedang ?”. Beliaumenjawab : “Tidak, selama mereka masihmenegakkan shalat di tengah kalian. Apabila kalian melihat dari pemimpin kaliansesuatu yang kamu benci, maka bencilah perbuatannya saja dan jangan melepaskantangan dari ketaatan” [HR. Muslim no. 1855, Ahmad no. 24027 dan lainnya]

 

“Akudiangkat memerintah kalian, tetapi aku bukanlah orang yang terbaik di antarakalian. Jika aku berbuat baik, tolonglah aku. Dan jika aku salah, luruskanlahaku.” Begitu juga Umar bin Khathab berpidatokepada kaum muslimin: “Bantulah aku dengan amar ma’ruf nahi munkar dansampaikan nasihat kepadaku di dalam menangani urusan-urusan kalian yang Allahbebankan kepadaku.” Sebagaimana halnya Umar mengatakan tentang dirinyadalam hubungan dengan penanganan harta kaum mus­limin, katanya: “Akudan harta kalian adalah laksana seorang wali anak yatim. Kalau aku telah cukup,aku tidak akan mengambil harta itu. Tetapi kalau aku tidak ada, maka aku akanmengambilnya sekedar memenuhi kebutuhan. (Sirah Umar bin Khatab, hal.135)

——————————————————————————————————–

Ibnul-Jauzi rahimahullahberkata :

أن من لم يحكم بما أنزل الله جاحداً له، وهو يعلم أن الله أنزله؛ كما فعلت اليهود؛ فهو كافر، ومن لم يحكم به ميلاً إلى الهوى من غير جحود؛ فهو ظالم فاسق، وقد روى علي بن أبي طلحة عن ابن عباس؛ أنه قال: من جحد ما أنزل الله؛ فقد كفر، ومن أقرّبه؛ ولم يحكم به؛ فهو ظالم فاسق

“Kesimpulannya, bahwabarangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang diturunkan Allah dalamkeadaan mengingkari akan kewajiban (berhukum) dengannya padahal diamengetahui bahwa Allah-lah yang menurunkannya – seperti orang Yahudi – makaorang ini kafir. Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yangditurunkan Allah karena condong pada hawa nafsunya – tanpa adanyapengingkaran – maka dia itu dhalim dan fasiq. Dan telah diriwayatkanoleh Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu ‘Abbas bahwa dia berkata : ‘Barangsiapayang mengingkari apa-apa yang diturunkan Allah maka dia kafir. Dan barangsiapayang masih mengikrarkannya tapi tidak berhukum dengannya, maka dia itu dhalimdan fasiq” [lihat Zaadul-Masiir2/366]

——————————————————————————————————–

AbulHasan al Asy’ari menyebutkan bahwa seluruh golongan Zaidiyyah berpendapat,boleh mengangkat senjata terhadap para imam yang durhaka, untuk menghilangkanperbuatan zhalim dan menegakkan kebenaran. Mereka juga berpendapat, bahwashalat di belakang orang yang durhaka tidak sah. Dan hanya shalat di belakangorang yang tidak fasiklah yang sah (Maqalatul-Islamiyyin 1 : 47)

——————————————————————————————————–

IbnuHazm menjelaskan pendapatnya yang mengatakan: wajib menentang imam yangmenyimpang. Bahkan orang yang bersikap sabar terhadap imam semacam ini telahberbuat dosa, dan dinilai sama dengan membantu kezhalimannya. Begitu jugabeliau mengulas hadits-hadits yang memerintahkan bersabar ter­hadap imam yangdzalim (Al-Fashl, 4:171-174)

——————————————————————————————————–

Al-Kirmaniberkata, “Para fuqaha’ telah bersepakat (ijma’) bahawa penguasa yang telahterpilih (sebagai pemimpin) wajib ditaati selagi dia menegakkan solatberjama’ah dan jihad melainkan jikadia melakukan kekufuran yang nyata. Sehingga tidak ada lagi ketaatan kepadanya.Bahkan wajib memeranginya bagi orang yang mampu.” (Syarah Shahih al-Bukhari,10/ 169)

——————————————————————————————————–

 

Al-Qadhiberkata, “Abu Bakar B. Mujahid telah menyatakan adanya ijma’ atas perkara ini (taatkepada pemimpin), sebahagian ulama telah membantah pernyataan tersebut denganapa yang dilakukan oleh al-Hasan dan Ibnu az-Zubair, serta penduduk Madinahterhadap bani Umayyah. Juga pertembungan dua kumpulan besar dari kalangantabi’in dan generasi awal dari umat ini terhadap al-Hajjaj B. Yusuf, bukankerana sekadar kefasikan, akan tetapi ketika dia telah mengubah sebahagiansyari’at dan menampakkan kekufuran.” Al-Qadhi berkata lagi, “Perbezaan initimbul pada awalnya, kemudian terjadi ijma’ (kesepakatan) yang melarangmemberontak kepada pemerintah.” Wallahu a’lam.” (Syarah Shahih Muslim, 12/229)

——————————————————————————————————–

 

Ayat (An Nisa 59) ini menunjukkan bahwa taat kepada para pemimpinadalah wajib, jika mereka sejalan dengan kebenaran. Apabila ia berpaling darikebenaran, maka tidak ada ketaatan bagi mereka. Ketetapan semacam inididasarkan pada sabda Rasulullah saw, “Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalamkemaksiyatan kepada Allah.”[HR. Ahmad]. Dituturkanbahwa Maslamah bin Abdul Malik bin Marwan berkata kepada Abu Hazim,” Bukankahengkau diperintahkan untuk mentaati kami, sebagaimana firman Allah, “dantaatlah kepada ulil amri diantara kalian..” Ibnu Hazim menjawab, “Bukankah ketaatan akan tercabut dari anda,jika anda menyelisihi kebenaran, berdasarkan firman Allah, “jika kamuberlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah, yaknikepada Rasul pada saat beliau masih hidup, dan kepada hadits-hadits Rasulsetelah beliau saw wafat..” (Imam Nasafiy, Madaarikal-Tanziil wa Haqaaiq al-Ta`wiil, surat al-Nisaa’:59)

 

Lantas apakah kekufuran yg nyata itu:

Barang siapa yang tidak berhukumdengan hukum yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang kafir. (Al-Maidah:44)

 

–      Tidak menjalankan Syariat Islam

–      Tidak mewajibkan Syariat Islam

–      Menjalankan system pemerintahan dengan rujukanselain Islam

 

Al-HafidzIbnu Hajar, tatkala mengomentari hadits-hadits di atas menyatakan, jikakekufuran penguasa bisa dibuktikan dengan ayat-ayat, nash-nash, atau beritashahih yang tidak memerlukan takwil lagi, maka seorang wajib memisahkan diridarinya. Akan tetapi, jika bukti-bukti kekufurannya masih samar dan masihmemerlukan takwil, seseorang tetap tidak boleh memisahkan diri dari penguasa (Al-Hafidz Ibnu Hajar, Fath al-Baariy, juz 13/8-9)

 

‘AbdulQadim Zallum, dalam Nidzâm al-Hukmi fi al-Islâm, menyatakan,bahwa maksud dari sabda Rasulullah saw “selamamereka masih mengerjakan sholat“, adalah selama mereka masihmemerintah dengan Islam; yaknimenerapkan hukum-hukum Islambukan hanya mengerjakan sholat belaka.Ungkapan semacam ini termasuk dalam majazithlâq al-juz`iy wa irâdât al-kulli(disebutkan sebagian namun yang dimaksud adalah keseluruhan (Abdul Qadim Zallum, Nidzam al-Hukmi fi al-Islaam, hal. 257-258)

——————————————————————————————————–

ImamNawawiy, di dalam Syarah Shahih Muslim menyatakan:

قال القاضي عياض : أجمع العلماء على أن الإمامة لا تنعقد لكافر , وعلى أنهلو طرأ عليه الكفر انعزل , قال : وكذا لو ترك إقامة الصلوات والدعاء إليها , …..قال القاضي : فلو طرأ عليه كفر وتغيير للشرع أو بدعة خرج عن حكم الولاية , وسقطتطاعته , ووجب على المسلمين القيام عليه , وخلعه ونصب إمام عادل إن أمكنهم ذلك.

Imam Qadliy ‘Iyadl menyatakan, “Para ulama telah sepakatbahwa imamah tidak sah diberikan kepada orang kafir. Mereka juga sepakat,seandainya seorang penguasa terjatuh ke dalam kekafiran, maka ia wajib dimakzulkan. Beliau juga berpendapat,“Demikian juga jika seorang penguasa meninggalkan penegakkan sholat dan seruanuntuk sholat…Imam Qadliy ’Iyadl berkata, ”Seandainya seorang penguasa terjatuhke dalam kekufuran dan mengubah syariat, atau terjatuh dalam bid’ah yangmengeluarkan dari hukm al-wilayah (tidak sah lagi mengurusi urusanpemerintahan), maka terputuslah ketaatan kepadanya, dan wajib atas kaum Muslimuntuk memeranginya, memakzulkannya, dan mengangkat seorang imam adil, jika halitu memungkinkan bagi mereka”.

Imam Muslim menjelaskan hadithdibawah ini:

Dari Ubadah bin ShamitRadiyallahu anhu

“Kami Berbaiat kepada RasulullahShalallahu ‘alaihi wassallam untuk mendengar dan menaati (pemimpin) dalamkeadaan giat maupun terpaksa dan dalam keadaan susah maupun senang meskipun diamelakukan nepotisme terhadap kita. (Kami juga berbaiat untuk) tidak melepaskepemimpinan dari si empunya kecuali jika kalian melihat kekufuran yang nyatadimana kalian mempunyai bukti dari Allah.” (HR Bukhari Muslim)

Dijelaskan bahwa, “Yang dimaksuddengan kekufuran disini adalah kemaksiatan. Makna hadith ini adalah, ‘Jangankalian lepas penguasa dari jabatannya dan jangan kalian lawan kecuali jikakalian melihat kemungkaran yang nyata yg kalian ketahui dari prinsip prinsipIslam.” (An Nawawi: Shahih Muslim bi Syarh an Nawawi, Jilid 12, hal: 229; Cet.Kairo: Mathba’ah Al-Mihsriyah al Azhar, 1929)

——————————————————————————————————–

Kekufurannyata yang berasal dari sistem pemerintahannya, yakni, ketika penguasa tersebutmenegakkan sistem pemerintahan di atas aqidah kufur, walaupun penguasa itubelum dianggap kafir. Ketentuan ini didasarkan pada riwayat-riwayat yangmenuturkan wajibnya merebut kekuasaan dari penguasa jika telah tampak kekufuranyang nyata. Frase “kekufuran nyata” yangterdapat di dalam nash-nash tersebut tidak hanya diterapkan kepada penguasayang jatuh kepada kekufuran maupun kepada selain penguasa; akan tetapi jugabisa diberlakukan pada sistem pemerintahan yang ditegakkan di atas aqidahkufur, misalnya atheisme maupun sekulerisme; dan selanjutnya, sistem inidipaksakan dan diberlakukan di tengah-tengah masyarakat. Oleh karena itu, jikaseorang penguasa memerintahkan rakyatnya melakukan kemaksiyatan, namun selamasistem aturannya menganggap kemaksiyatan itu sebagai tindak penyimpanganterhadap aturan, maka dalam kondisi semacam ini belum terwujud apa yang disebutdengan “kekufuran yang nyata”, baik pada penguasa maupun sistempemerintahannya. Namun, bila kemaksiyatan yang dilakukannya berpijak kepadasistem aturan yang justru melegalkan dan mensahkan tindak kemaksiyatantersebut, misalnya, karena sistem aturannya dibangun berdasarkan sekulerisme–,maka kemaksiyatan semacam ini dianggap sebagai “kekufuranyang nyata“ (Dr. Mohammad Khair Haekal, al-Jihaadwa al-Qitaal fi al-Siyaasah al-Syar’iyyah, juz 1, hal. 130-131)

——————————————————————————————————–

Rasulullah Shalallahu‘alaihi Wassallam bersabda,

 

“Meskipun kaliandipimpin oleh seorang budak, namun ia memerintah dengan kitabullah, makataatilah dan dengarkanlah.” (HR Muslim)

 

“Wahai Umat manusia!Bertakwalah kepada Allah. Dengarlah dan taatilah meskipun kalian dipimpin olehseorang budak Habasyah yang berambut keriting selama dia melaksanakanKitabullah.” (HR Ahmad)

——————————————————————————————————–

Dari Kitab al Wajizfi Aqidah as Salaf ash Shalih ahl As Sunnah wa al Jama’ah dengan pengantar SyaikhAbdullah bin Abdurrahman al Jibrin, Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alusy Syaikh,Syaikh Dr. Su’ud bin Ibrahim Asy-Syurai, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu danSyaikh Nashir bin Abdul karim al Aql, mengatakan:

 

“Adapun para pemimpinyang meniadakan syariat Allah dan tidak berhukum kepadanya, akan tetapiberhukum kepada selainnya, maka mereka keluar dari hak (memperoleh) ketaatandari kaum Muslimin. Tidak ada ketaatan bagi mereka dari rakyat, karena merekamenyia-nyiakan fungsi-fungsi imamahyang karenanya mereka dijadikan pemimpin dan berhak didengarkan, ditaati sertatidak diberontak. Karena, wali (pemimpin)tidak berhak mendapatkan itu, kecuali ia menunaikan urusan-urusan kaumMuslimin, menjaga dan menyebarkan agama, menegakkan hukum, menjaga perbatasan,berjihad melawan musuh-musuh Islam setelah mereka diberi dakwah, ber-wala’ kepada kaum Muslimin, dan memusuhimusuh2 agama. Dst…..”

——————————————————————————————————–

ImamSyaukaniy ketika menafsirkan firman Allah swt, surat An Nisa’ ayat 59;

وأولي الأمر هم : الأئمة ، والسلاطين ،والقضاة ، وكل من كانت له ولاية شرعية لا ولاية طاغوتية”

“Ulil amriy adalah para imam, sultan, qadliy, dan setiaporang yang memiliki kekuasaan syar’iyyahbukan kekuasaan thaghutiyyah (Fath al-Qadiir, juz 2, hal. 166)

——————————————————————————————————–

SyaratMemberontak kepada Pemerintah yang melakukan kekufuran yang Nyata:

syarat memberontak kepada penguasa adaempat syarat dan ditambah satu syarat lagi sehingga menjadi lima syarat, Asy-SyaikhAl-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan kelima syarat tersebut adalah:

Pertama“Kalian melihat (kekufuran yang nyata)”, maknanya harusberdasar ilmu (yaitu benar-benar melihat). Adapun sekedar persangkaan makatidak boleh memberontak kepada penguasa.

Kedua: Hendaklah kita tahu bahwa yang dilakukannya adalah benar-benarkekafiran, bukan kefasikan. Adapun kefasikan (dosa besar yang tidak sampaikepada derajat kekafiran), meskipun para penguasa melakukannya tidak bolehmemberontak terhadap mereka; andaikan penguasa meminum khamar, berzina,menzhalimi manusia, tetap tidak boleh memberontak terhadap mereka. Yangdibolehkan hanyalah jika kita melihat kekufuran yang benar-benar nyata.

Ketiga: Kekafiran tersebut nyata. Maknanya adalah kekufuran yang jelasdan nampak, terang (tidak bisa diartikan lain). Adapun perbuatan kekufuran yangmasih mungkin untuk ditafsirkan lain maka tidak boleh memberontak kepadapenguasa. Yakni, andaikan mereka melakukan kekufuran, tetapi kekufuran tersebutmasih belum jelas (multi tafsir), maka tidak boleh kita memerangi ataumemberontak terhadap mereka, dan kita takwilkan hal tersebut sesuaipenakwilanmereka.

Keempat: “Kalian memiliki dalil dari Allah”. Yakni kita memiliki dalilyang pasti bahwa perbuatan tersebut merupakan kekufuran (menurut Al-Qur’an danas-Sunnahyangshahih).

Kelima: Memiliki kemampuan. Jika kita tidak memiliki kekuatan maka tidakboleh memberontak, karena yang demikian itu termasuk menjatuhkan diri dalamkebinasaan. Manfaat apakah yang bisa kita dapatkan jika kita memberontak kepadaseorang penguasa yang kita lihat melakukan kekufuran yang jelas dan berdasarkandalil dari Allah, hanya dengan menggunakan pisau dapur sedang dia menggunakantank-tank lapis baja dan senjata-senjata otomatis, apakah ada manfaatpemberontakan tanpa kemampuan? Tentu tidak ada manfaatnya. (Lihat SyarhuRiyadhis Shalihin, bab. 23 hadits ke-186 dengan diringkas)

——————————————————————————————————–

Nahudah jelas kan semua ini? Kalaupun karena sekarang umat Muslim kurang mempunyaikekuatan, dan belum memberontak, bukan berarti pemerintahan sekarang ini adalahpemerintahan yg sah secara ISLAMI! Sekarang mari kita lihat pemerintahan macamapa sih Negara Islam, dan Negara yg bukan Islam, alias berarti pemimpinnya jugamelakukan kekufuran bila bukan mengikuti syariat Islam dalam systempemerintahannya!

 

DefinisiNegara Islam:

 

Bilasuatu negara menegakkan hukum Islam secara keseluruhan tanpa kecuali dandiperintah oleh orang-orang Muslim serta kebijakan ada di tangan mereka, makanegara tersebut adalah negara Islam, meskipun mayoritas penduduknya kafir (AlWala wal Bara fil Silam hal 270, Dr Muhammad bin Sa’id al Qahthani, mengutip Fatwa As Sa’diyyah karya SyaikhAbdurrahman As Sa’dy)

——————————————————————————————————–

“Jumhur Ulama menyatakan: “DarulIslam yaitu negeri yang didiami kaum muslimin dan berlaku padanya hukum-hukum Islam.Sedang jika tidak berlaku hukum-hukum Islam atasnya, maka ia bukan Darul Islammeskipun negeri tersebut berdampingan dengan Darul Islam. Thaif sangat dekatdari Mekah, namun tidak serta merta menjadi Darul Islam hanya karena FathuMekah” (Ibnu al Qayyim al Jauziyyah dalam Ahkam Ahli Dzimmah 2/728)

——————————————————————————————————–

 

Dr. Ismail LuthfiFathany menyebutkan bahwa definisi daar menurut istilah adalah suatu tempat,perkampungan, daerah, wilayah, atau suatu negeri yang dihuni dan ditempati olehsekolompok manusia serta dinaungi oleh suatu kekuasaan (As sulthah) tertentu.(Ikhtilaafud Daarain wa Aatsaaruhu fi Ahkaamil Munaakahaat wal Mu’aamalaat: hal20)

——————————————————————————————————–

 

Ibnu Abbas berkata:

“SesungguhnyaRasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam, Abu Bakar, dan Umar adalah termasukpara Muhajirin, karena mereka telah hijrah dari kaum musyrikin Makkah.Sedangkan dikalangan Anshor juga terdapat muhajirin karena semula Madinahadalah sebuah daarusy-syirk, sehingga mereka pergi (hijrah) kepada RasulullahShalallahu ‘alaihi wassallam pada malam Lailatul ‘Aqabah.”

Imam Az Zhuriberkata: “Daarul Islam dapat dibedakan dengan Daarul Harbi setelah FathuMakkah.” (Ikhtilaafu Daaraini hal 76, menukil dari Al Mabshuth: V/52)

——————————————————————————————————–

Dr. Abdullah binIbrahim ath- Thuraaiqy (dalam kitab Al-Isti’aanatu bi Ghairil Muslimiina filFiqhil Islaami: hal 171-172) menyimpulkan daarul Islam adalah sbb:

  1. Kekuasaan Negeritersebut berada pada tangan Muslimin
  2. Hukum Negeri tersebutdiatur berdasarkan hukum-hukum Islam
  3. Negeri tersebutdihuni oleh mayoritas kaum Muslimin dan terlihat syiar2nya.

——————————————————————————————————–

Ibnu Muflih berkata,“Setiap Negeri yg diterapkan hukum-hukum Islam didalamnya (dinamakan) DaarulIslam.” (Al Isti’anatu bi Ghairil Muslimin fil Fiqhil Islami: Hal 171. Menukildari al Adabus Syar’iyyah wal Minahul Mar’iyyah: I/213)

——————————————————————————————————–

“Negara Ahli Dzimmahdisebut daarul Islam karena diatur dengan nama Islam dan penguasanya orangIslam yang menjalankan hukum-hukum Islam atas kaum dzimmi.” (Al Istianatu hal:172, Syaikh Hassan Ayyub)

 

 

Fatwa-Fatwa terkaityg berhubungan dengan pemerintah yang tidak berdasar hukum Allah dan RasulNya:

 

Syaikh Abdurrahman bin Sudais

“Dan di antara petunjuk Al Qur’ankepada jalan yang lebih lurus adalah penjelasannya bahwa setiap orang yangmengikuti tasyri’(hukum/aturan) selain tasyri’ yang dibawa penghulu anak AdamMuhammad Ibnu Abdillah shallallahu ‘alaihi wa sallam,(atau) mengikuti tasyri’yang bertentangan dengan Islam (maka perlakuannya) itu adalah kufrun bawwahmukhrijun minal millah al islamiyyah (kekufuran yang sangat jelas yangmengeluarkan dari agama Islam)”

Al Hakimiyyah Fi Tafsiiri Adlwail BayanHal 7

——————————————————————————————————–

“BerkataAl-Qodli ‘Iyadl; [Para ulama’ bersepakat bahwa kekuasaan itu tidak diberikankepada orang kafir, dan apabila terjadi kekafiran padanya (yang sebelumnya iaseoarang muslim), ia harus dipecat -sampai beliau mengatakan– Jika terjadi kekafiran ataumerubah syari’at atau bid’ah, maka gugurlah kekuasaannya dan gugur pulalahkewajiban taat kepadanya dan wajib atas umat Islam untuk melawan danmenjatuhkannya serta mengangkat imam yang adil kalau hal itu memungkinkan.Jikatidak ada yang mampu melaksanakannya kecuali sekelompok orang, maka wajib ataskelompok tersebut melawan dan menjatuhkan imam tersebut. Adapun imam yangmubtadi’ (berbuat bid’ah) tidak wajib menjatuhkannya kecuali jika merekamemperkirakan mampu melakukan hal itu. Namun jika mereka benar-benar tidakmampu, maka tidak wajib menggulingkannya.

Syarah Shahih Muslim XII/229

——————————————————————————————————–

Siapayang menjadikan perkataan orang-orang barat sebagai undang-undang yangdijadikan rujukan hukum di dalam masalah darah, kemaluan dan harta dan diamendahulukannya terhadap apa yang sudah diketahui dan jelas baginya dari apayang terdapat di dalam Kitab Allah dan sunnah Rasul-NyaSWT, maka dia itu tanpadiragukan lagi adalah kafir murtad bila terus bersikeras diatasnya dan tidakkembali berhukum dengan apa yang telah diturunkan Allah dan tidak bermanfaatbaginya nama apa pun yang dengannya dia menamai dirinya (klaim muslim) dan(tidak bermanfaat juga baginya) amalan apa saja dari amalan-amalan dhahir, baikshalat, shaum,haji dan yang lainnya.”

(Syaikh Hamid alFaqiy Rahimahullah dalam Ta’liq Fathul Majid hal 373)

——————————————————————————————————–

“Yang dimaksuddengan negeri-negeri Islam adalah negeri yang dipimpin olehpemerintahan yang menerapkan syari’at Islamiyah, bukan negeri yang didalamnya banyak kaum  muslimin dan dipimpin oleh pemerintahan yangmenerapkan bukan syari’at Islamiyah. (Kalau demikian), negeri seperti inibukanlah negeri Islamiyyah.” (Al Muntaqaa min Fatawa Fadhilatusy SyaikhShalih al Fauzan no 222)

Dan apa yangtidak disyari’atkan Allah dan Rasul-Nya di dalam masalah politik dan hukum diantara manusia, maka itu adalah hukum thagut dan hukum jahiliyah. “Apakahhukum jahiliyah yang mereka kehendaki dan(hukum) siapakah yang lebih baikdibanding (hukum) Allah bagiorang-orang yakin.”

(Syaikh Shalih al Fauzan dalam Muqarrar Tauhid Lishshaffitstsalits)

 

——————————————————————————————————–

 

 

“Bilapemerintahan itu berhukum dengan selain apa yang diturunkan Allah,makapemerintahan itu bukan Islamiyyah.” (Fatawa Lajnah Daimah 1/789 No. 7796 sewaktu diketuai oleh Syaikh AbdulAzis bin Baz Rahimahullah)

——————————————————————————————————–

Fatwa Syaikh AbdulAzis bin Abdullah bin Baz

“Apakahhukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baikdaripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ? (QS AlMaidah 50)

Barangsiapayang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka ituadalah orang-orang yang kafir”. (QS Al Maidah 44)

 “Barangsiapa yang tidak memutuskan hukummenurut apa yang diturunkan Allah,Maka mereka itu adalah orang-orang yangzalim”(QS AlMaidah 45)

 “Barangsiapa yang tidak memutuskan hukummenurut apa yang diturunkan Allah,Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik(melampaui batas)”. (QS Al Maidah 46)

وكل دولة لا تحكمبشرع الله، ولاتنصاع لحكم الله، ولاترضاه فهي دولةجاهلية كافرة، ظالمة فاسقةبنص هذه الآياتالمحكمات، يجب علىأهل الإسلام بغضهاومعاداتها في الله،وتحرم عليهم مودتها وموالاتهاحتى تؤمن باللهوحده، وتحكم شريعته، وترضىبذلك لها وعليها،كما قال عزوجل: قَدْ كَانَتْلَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِيإِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوالِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْوَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِكَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَاوَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوابِاللَّهِ وَحْدَهُ

“……DAN SETIAPNEGARA YANG TIDAK BERHUKUM DENGAN HUKUM ALLAH, DAN TIDAK MENYERAHKAN URUSANKEPADA HUKUM ALLAH, MAKA NEGARA TERSEBUT ADALAH NEGARA JAHILIYAH, KAFIR, ZHALIMDAN FASIQ SESUAI DENGAN NASH AYAT MUHKAMAT (TEGAS) INI, WAJIB BAGI ORANG ISLAMUNTUK MEMBENCINYA DAN MEMUSUHINYA KARENA ALLAH, DAN HARAM BAGI KAUM MUSLIMINMEMBERIKAN WALA’ (LOYALITAS, KECINTAAN, KETUNDUKAN DAN KEPATUHAN) DANMENYUKAINYA, SAMPAI NEGERI ITU BERIMAN KEPADA ALLAH YANG MAHA ESA, DAN BERHUKUMDENGAN SYARIAT-NYA DAN RIDHO DENGAN ITU SEMUA UNTUK DITERAPKAN DI NEGERA ITUDAN MENJADI DASAR NEGARA ITU,

SEBAGAIMANA FIRMAN ALLAHTA’ALAA (ARTINYA) : ”Sesungguhnyatelah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yangbersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “SesungguhnyaKami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selainAllah, Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara Kami dan kamupermusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allahsaja”. (QS Al Mumtahanah4)

Dinukil darikitab tulisan beliau “Naqd Al Qoumiyyah Al Arobiyyah ‘Alaa Dhou’ Al Islam”

Lebih lengkapnyasilahkan buka link ini

http://www.binbaz.org.sa/mat/8191(Website resmi tulisan2 Syaikh Bin Baz)

——————————————————————————————————–

“Sedangkan masyarakat jahiliyahadalah setiap masyarakat yang bukan masyarakat Islam ! Kalau hendak membuatdefinisi yang tepat maka kami katakan : “Bahwa masyarakat jahiliyah adalahmasyarakat yang tidak murni pengabdiannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.Yaitu pengabdian yang tercermin dalam kepercayaan, ideologi, keyakinan, syiar dansimbol-simbol peribadatan, juga di dalam peraturan dan undang-undang”

(Ma’alim Fit Thoriq – Sayyid Quthbhal 52 – 54 terbitan Mimbar Tauhid Wal jihad)

—————————————————————————————————————————

Ahmad Sarwat Lc ketika ditanyakanapakah Negara Indonesia adalah Negara Islam apa bukan?

Pernyataan bahwa Indonesia bukan negara Islam  adalahbenar, kalau maksudnya bahwa hukum positif yang berlaku memang tidak mengacukepada hukum jinayat yang kita kenal dalam ilmu fiqih. Tetapitidak secara otomatis orang Indonesia jadi kafir, fasik dan dzalim, karenahukum yang berlaku bukan hukum Allah. Sebab rakyat itu tergantung siapa yangberkuasa. Orang yang berkuasa itulah yang akan dimintai pertanggung–jawabanoleh Allah SWT, kenapa tidak menjalankan hukum-hukum Allah. http://www.rumahfiqih.com/m/x.php?id=1359632122&=kafirkah-indonesia-tidak-berhukum-dengan-hukum-allah.htm

——————————————————————————————————

 

Ibnu Abbas berkomentar tentang ayat ini bahwa ada dua hukum yang dikandungnya.Pertama, siapa yang mengingkari kewajiban untuk menjalankan hukum Allah, makadia kafir. Sedangkan siapa yang tidak mengingkarinya, hanya sekedar tidakmengerjakannya, maka dia fasik dan zhalim.”

Ketiga,hukum kafir bisa dijatuhkan kepada para penanggung-jawab sebuah negeri, baiklembaga yudikatif, legislatifmau pun eksekutif, apabila secara nyata merekamenolak penerapan seluruh hukum Islam. Sementara kesempatan sudah terbukalebar.

Makabila semua pesan sudah tersampaikan, semua ajakan telah diterima dengan jelas,sejelas matahari bersinar di siang cerah, bolehlah vonis kafir itu dijatuhkankepada penguasa yang zalim dan menolak mentah-mentah syariah Islam secara 100persen. Itu pun harus diawali dengan syura umat Islam dari seluruh penjurunegeri. Sumber: http://harakatuna.wordpress.com/2009/02/11/kafirkah-bila-tidak-berhukum-dengan-hukum-allah/

——————————————————————————————————

Liat yah ini..  www.youtube.com/watch?v=6T6oG_lZSnM(SBY: “Saya Pluralis, dan Saya menolak Syariat Islam)

 

Tetapi, apakah kitaharus memberontak? Silahkan bila mempunyai kekuatan seperti kata Syaikh Utsaimin Rahimahullah tadi. Tapi bila tidak, silahkan tempuh jalan dakwah masing-masing, yang penting kita tahu bahwa pemerintah Indonesia bukanlah UlilAmri, apalagi SBY.

Wallahu a’lambishawab