Ceramah Habib Umar bin Hafidz di Jakarta

0

Ringkasan Ceramah Habib Umar bin Hafidz di Jakarta

Hari Pertama

Di antara keutamaan memakmurkan waktu di pagi hari: waktu yang berkah untuk berdoa dan waktu yang setiap kebaikan bernilai jihad di jalan Allah.

• Di antara hadits yang menyebutkan tentang keutamaan orang yang melaksanakan shalat subuh berjamaah adalah bahwa ia berada dalam perlindungan Allah sampai sore hari.

• Di antara hadits yang menyebutkan tentang keutamaan orang yang mencari ilmu di masjid adalah pahala haji yang sempurna, dan pahala tersebut menjadi berlipat ganda karena dengan menunjukkan kepada orang lain dan menjadi wasilah kehadirannya.

• Seri kajian shubuh yang kita baca adalah kitab Fath Basir al-Ikhwan fi dawaairi al-islam wa al-iman wa al-ihsan wa al-‘irfan Buku ini memuat tiga rukun agama, dan bertambahnya level orang yang beriman di antara ketiganya adalah melalui ilmu dan penjelasan yang membuahkan tingkatan ke empat yaitu ‘irfan (pengenalan kepada Allah). • Tidak ada satu pun manusia baik secara individu atau kelompok yang sukses secara sempurna di dunia dan akhirat kecuali dengan meneladani para Nabi dan mengambil ajaran yang mereka bawa dari Allah SWT. Setiap ideologi, peradaban dan kelompok yang menyelisihi ajaran para Nabi maka pasti akan gagal.

 • Tidak ada satu generasipun sepanjang masa, melainkan kebaikan di dalamnya itu semua telah dijelaskan secara komplit dan komprehensif dalam rentang waktu dakwah Rasulullah SAW, dan ini adalah bukti nyata mukjizat beliau. • Al-Qur’an adalah tali yang kuat dan Sunnah adalah penjelasan Al-Qur`an terbaik, Allah berfirman ( Agar engkau menjelaskan kepada orang-orang apa yang diwahyukan kepada mereka) QS: An-Nisa. Sangat penting bagi setiap orang beriman untuk memiliki hubungan khusus dengan keduanya; dengan iman dan cinta secara merata, dan dengan cara belajar, memahami dan pengamalan dalam tingkatan yang berbeda-beda..

• Setiap mukmin wajib menguasai bacaan Surat Al-Fatihah, dan hendaknya mengulang surat-surat yang pendek dan banyak manfaatnya, antara lain: 1. Membaca Al-Fatihah setara dengan dua pertiga Al-Qur’an. 2. Membaca Surat Al-Ikhlas sama dengan sepertiga Al-Qur’an. 3. Membaca Al Falaq dan An-Nas merupakan benteng dari kejahatan jin dan sihir, dan obat bagi orang yang terkena sihir dengan cara membacanya berulang-ulang. 4. Membaca Ayat al-Kursi: Perlindungan Allah bagi pembacanya dari shalat ke shalat berikutnya, juga penyebab masuk surga, dan Yang Maha Penyayang niscaya mencabut jiwanya pada saat kematiannya dengan kelembutan.

• Di antara nikmat Allah: adanya Tajdid (pembaharuan) dalam agama disetiap awal seratus tahun, maksudnya adalah: membangkitkan kembali hakikat dalam agama ini dan menghubungkan kembali manusia dengannya.

• 3 Pilar: Syariah, thoriqoh dan hakikat: makna thoriqoh: kebajikan dalam menerapkan syari`ah, dan makna hakikat: buah hasil dari syari`ah dan thoriqoh. Yang mengklaim thoriqoh tanpa syariah adalah pendusta, dan yang mengklaim hakikat tanpa thoriqoh juga pendusta.

• Agama itu mudah, tetapi ia luas dan tidak ada habisnya, ia memiliki substansi batin dan dzohir.

• Tingkatan Pemula, menengah, dan ahli dalam mengaplikasikan agama, mereka semua minum dari satu sumber, walaupun berbeda dalam bentuk pengambilan manfaat darinya.

• Kalimat Laailaha illallah, cara untuk naik ke tingkatannya yang tinggi dengan memperbanyak menyebut kalimat tersebut disertai rasa penghayatan dan penghormatan, dan cara untuk mempermudah itu yaitu dengan mendengarnya dari para pakar dan ahlimya. • Al-Habib Umar memberi Ijazah Amalan: Membaca 100x sehari ( لا إله إلا الله المَلِكُ الْحَق المبين) dan diantara khasiatnya: terjaga dari kemiskinan, siksa kubur, membawa kekayaan, dan sebab masuk surga.

• Singkatnya: Semua rangkuman dari lingkaran yang 4 ( Islam, Iman, Ihsan, dan Irfan ) ada dalam dua kalimat syahadat

Hari Kedua

● Diantara konsekuensi iman kepada Allah SWT adalah : membenarkan segala sesuatu yang datang dari-Nya serta cinta kepada-Nya ,mengagungkan -Nya, memiliki rasa takut kepada-Nya dan rasa berharap kepada-Nya

● Diantara konsekuensi iman kepada Rasulullah SAW adalah: membenarkan segala sesuatu yang datang darinya serta mencintainya, keluarganya dan seluruh ummatnya, berkaitan dengan hal tsb, juga beriman kepada seluruh Nabi dan Rasul dan para Malaikatnya, kitab-kitab dan takdir.

● Intisari Islam adalah berserah diri secara dhahir dengan tunduk dan patuh. Dan itu dibuktikan dengan mengucapkan dua kalimat Syahadat. Keimanan itu merupakan amalan bathin yang akan menjadi kuat dengan melaksanakan setiap tuntutan dan konsekuensinya. Allah SWT berfirman: Kamu belum beriman, tetapi katakanlah “Kami telah tunduk (Islam),’ karena iman belum masuk ke dalam hatimu” maksudnya yakni kalian telah tunduk dan patuh terhadap syariat yang dhohir dan setelahnya akan masuk keimanan kedalam hati kalian

● Tujuan dari ketaatan adalah menambah dan memperkuat keimanan. Sedangkan tujuan dzikir adalah untuk mengingatkan dan membersihkan hati dari kelalaian. Dan dalam dua hal ini yang mengambil manfaat adalah si pelaku sendiri. Dalam hadits qudsi Allah SWT berfirman: “sesungguhnya kalian tidak akan sampai membahayakanku sehingga kalian membahayakanku dan tidak akan sampai memberikanku manfaat sehingga kalian memberiku manfaat”.

● Pahala menuntut ilmu lebih baik sholat sunnah 1000 rakaat, mengunjungi 1000 orang sakit dan mengikuti 1000

● Aqidah yang benar dalam islam adalah yang diambil oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum dari baginda Rasulullah SAW. Aqidah mereka telah diringkas oleh dua Imam yakni Imam Abul Hasan Al Asy’ariy dan Imam Abu Manshur Al Maturidi serta orang-orang yang bersama beliau berdua itulah kelompok mayoritas yang dinamakan dengan Ahlussunnah wal Jama’ah. *Dari setiap amal soleh yang betul-betul karena Allah akan ada bekas dalam iman, dan jika tidak terdapat bekas maka ada penyebabnya terdapat sebuah penyangkal yang buruk, seperti sifat ‘ujub ,riya,dan tersetir nya atas hawa nafsu yang buruk * dari beberapa perkara yang di wajibkan : membersihkan hati dari penyakit-penyakit batin , seperti menuruti bisikan setan,dan mengagungkan dunia, maka penyakit semacam ini lebih bahaya dari penyakit tubuh yang paling maksimal nya menyebabkan kematian * maka obat untuk itu semua 1 mengahadiri majelis ta’lim dan zikir 2 duduk bersama para ulama soleh 3 mentadabbur Al-Qur’an 4 memperbanyak solawat kepada nabi SAW dengan pengagungan dan rindu 5 membca 40 kali ياحي يا قيوم لا اله الا انت setiap hari 6 dan membaca kitab-kitab yang Ahli dalam jiwa • Sosok yang cerdas tidak pernah lalai dalam menghidupkan hati, dan kemanusiaan itu bukan hanya sekedar kerangka tubuh, tetapi Akal yang sehat serta Agama, dan memenuhi hati dengan cahaya. • dan beberapa hal dari keutamaan zikir : anjuran yang intens untuk melaksanakannya, Rasulullah SAW bersabda: “teruslah kalian berdzikir hingga orang-orang yang ria menganggapmu kalian munafiq”. Dan perumpamaan yang berzikir dan tidak, seperti orang hidup dan orang mati dan dan di akan di bangkitkan dalam kedaan mulia • dan dari makna kehidupan yang begitu di agungkan dalam urusan hati,kisah Albajadin yang di tutup dengan ucapan rosul SAW untuk nya (yaAllah ridhoilah diri nya, karena sesungguhnya aku meridhoi nya)

Hari Ketiga

Lingkaran kedua adalah: Ilmu (pengetahuan) dan Bayan (penjelasan). Allah tidak menerima agama ini kecuali atas dasar ilmu, yang mana ilmu Ini berkaitan dengan pengamalannya dari awal hingga akhirnya. Ilmu itu ada dua macam, yaitu ilmu yang menghasilkan amal dan ilmu yang menghasilkan keindahan dalam beramal.

Yang pertama: ilmu syariat pada umumnya, yang mana mempelajarinya adalah dasar, dalil, dan sarana untuk beramal. Ilmu kedua: berupa cahaya yang Allah tanamkan ke dalam hati, yang melaluinya kebesaran Allah dapat dirasakan dan melaluinya seseorang kenal dengan Allah. Pembahasan di dalam lingkaran ini tentang ilmu yang pertama. Ilmu-ilmu itu ada lima: Iman (keyakinan), Islam (fikih), Ihsan (tasawuf), Al-Qur’an dan Sunnah, dan yang seperangkat dengannya (seperti bahasa Arab). Ilmu adalah pelayan dan sahabatnya orang mukmin, serta jalan menuju segala kebaikan, maka barangsiapa yang ikhlas kepada Allah dengan ilmunya, maka itulah salah satu ibadah yang paling utama. (Tuhan tidak disembah dengan sesuatu yang lebih baik dari fiqih dalam agama). Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berkata: (Kalau ulama bukan wali (kekasih) Allah, maka Allah tidak memiliki seorang wali (kekasih) sama sekali), maksudnya adalah ulama yang menggabungkan antara ilmu dan amal.

Tingkatan ilmu ada tiga: Fardhu Ain (kewajiban individu), Fardhu Kifayah (kewajiban sebagian komunitas), dan sunnah. • Yang pertama (Fardhu Ain) : Hukum syari’at, akidah, kewajiban-kewajiban dan larangan dalam Islam. (Mencari ilmu adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim) Yang Kedua (Fardhu Kifayah): adalah yang selebihnya dari itu, sekiranya ada seorang ahli fikih dan mufti di setiap negeri yang mengetahui tentang kejadian dan hukum-hukum. Yang ketiga (Sunnah): adalah yang selebihnya dari semua ini. (Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dari kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat).

•Buah terpenting dan terbesar dari ilmu yang bermanfaat adalah pengetahuan hamba tentang ketidaksempurnaan dan ketidakmampuannya serta kesempurnaan, kekuasaan dan kekayaan Allah. Setiap ilmu yang tidak menghasilkan hal tersebut bukanlah ilmu agama, sekalipun orang menyebutnya ilmu. Dalil-dalilnya (dan kebanyakan mereka tidak mengetahuinya, mereka hanya mengetahui yang nampak dari kehidupan dunia dan mereka lalai terhadap akhirat). Dan ada indikasi bahwa semua ilmu, jika diterapkan menurut metodologi ilmu syariah niscaya akan bermanfaat dan berbuah di dunia dan akhirat.

• Ilmu yang tidak menghasilkan petunjuk dan cahaya hanyalah musibah dan tipuan. Dan setiap yang menyebabkan terputusnya hamba dari Allah adalah kejahilan dan kesesatan.

• Sanad dalam memahami Agamanya Allah dan Rasul-Nya adalah suatu keniscayaan dalam menimba ilmu. Ibnu Sirin berkata (Ilmu itu adalah agama, maka hendaklah salah seorang di antara kalian melihat dari siapa ia mempelajari agamanya), Ibnu Al-Mubarak berkata (Isnad itu bagian dari agama, dan seandainya bukan karena sanadnya, siapa pun akan berkata sembarangan sesuai dengan keinginannya).

• Dalam hadits (saya berlindung kepada Allah dari kemunduran setelah kemajuan) ini adalah permisalan kembalinya seseorang dari kebaikan ke kejahatan, dan dari petunjuk ke kesesatan, seperti orang yang kembali setelah rapi imamahnya kemudian ia melepaskannya

• Arti kalimat “Syahadat” terdapat dalam ayat Alquran seperti Ayat Al-Kursi, akhir Surat Al-Baqarah, awal Surat Al-An’am, awal Surat Al-Hadid, akhir Surat Al-Hashr, dan lainnya

• Kata-kata para ulama merupakan penjelasan dari Hadits, sedangkan Hadits adalah penjelasan dari Al-Qur’an, dan ayat-ayat Al-Qur’an adalah penjelasan dari ayat-ayat tauhid dan kenabian, yang merupakan penjelasan dari kalimat “Laa ilaaha illallah Muhammadun Rasulullah”. Maka setiap ilmu yang bermanfaat adalah cabang dari dua kalimat syahadat ini

#habibumar #habibumarbinhafidz #indonesia #Jakarta

Tulisan asli dari account twitter @habibomar

Sudahkah Kita Mengenal Seseorang

0

KAPAN KITA DI KATAKAN TELAH MENGENAL SESEORANG..??

بِسْـــــــــــــــــــــمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم

Ada seorang laki-laki berkata kepada Umar: “Sesungguhnya si fulan itu orangnya baik”.

Umar: “Apakah kamu pernah bersafar bersamanya ?

” Lelaki: “Belum pernah”. Umar: “Apakah kamu pernah bermu’amalah dengannya ?

” Lelaki: “Belum pernah”.

Umar: “Apakah kamu pernah memberinya amanah ?” Lelaki: “Belum pernah”.

Umar: “kalau begitu kamu tidak punya ilmu tentangnya.

Barangkali kamu hanya melihat dia sholat di masjid”. (Sumber: kitab Mawa’idz shohabah hal. 65)

Mengapa Umar mempertanyakan 3 perkara itu kepada orang tersebut ?

Karena dengan safar, kita dapat mengetahui karakter dan watak seseorang sesungguhnya. Sebab safar adalah bagian dari adzab, capek dan melelahkan, maka disaat itu akan tampak watak dan karakter asli seseorang..

Dengan mu’amalah seperti jual beli dan lainnya, kita dapat mengetahui akhlak seseorang. Sebab mu’amalah adalah dimana seseorang berurusan dengan harta dan mendapat peluang untuk mencari keutungan, maka disaat itu akan tampak watak dan karakter asli seseorang.

Dan dengan memberi amanah, kita dapat mengetahui kadar amanah dan agama seseorang. Sebab amanah adalah merupakan kepercayaan, dimana seseorang apakah akan jujur atau berdusta, bertanggung jawab atau semaunya, menepati janji atau ingkar janji, maka disaat itu akan tampak watak dan karakter asli seseorang.

Sungguh, merupakan pertanyaan yang cerdas, karena watak dan karakter asli seseorang biasanya akan muncul ketika menyangkut ketiga hal diatas.

۞ اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ ْعَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ﷺ ۞ 𝒜𝓁𝓁𝒶𝒽𝓊𝓂𝓂𝒶 𝒮𝒽ℴ𝓁𝓁𝒾 𝒶𝓁𝒶𝒶 𝒮𝒶𝓎𝓎𝒾𝒹𝒾𝓃𝒶 ℳ𝓊𝒽𝒶𝓂𝓂𝒶𝒹

Tulisan asli dari Account Twitter @JulianiMadinah https://twitter.com/JulianiMadinah/status/1694021104606622195?s=20

Apabila Ilmu Yang Tidak Bermanfaat

0



MEMOHON PERLINDUNGAN DARI ILMU YANG TIDAK BERMANFAAT
بِسْـــــــــــــــــــــمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta ilmu yang bermanfaat setiap selesai shalat subuh dengan berdoa kepada Allah Ta’ala,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا

“Ya Allah … aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amal yang diterima.” (HR. Ibnu Majah no. 925. Dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani.)

Demikian juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon perlindungan dari ilmu yang tidak bermanfaat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ، وَمِنْ دُعَاءٍ لَا يُسْمَعُ

“Ya Allah … aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak merasa puas, dan dari doa yang tidak didengar (tidak dikabulkan).” (HR. Abu Dawud no. 1548, An-Nasa’i no. 5536, dan Ibnu Majah no. 3837. Hadits ini shahih.)

Syaikh ‘Abdurrahman bin Naashir As-Sa’di -rahimahullahu Ta’ala- menjelaskan bahwa ada empat macam ilmu yang tidak bermanfaat.

Pertama: Ilmu yang 100% berbahaya, tidak ada manfaat sama sekali, atau minimal bahaya ilmu tersebut lebih besar dibandingkan manfaatnya (kebaikannya). Misalnya ilmu sihir. Contoh lain, seseorang belajar tentang kesesatan (berbagai aqidah atau pemahaman yang menyimpang), namun dia belum memiliki ilmu tentang kebenaran (‘aqidah shahihah). Seseorang membaca buku-buku yang mengandung kesesatan, padahal dia tidak memiliki “senjata” untuk melindungi dirinya.

Kedua: Sibuk mempelajari ilmu duniawi (ilmu pengetahuan) yang hukum asalnya adalah mubah, namun kesibukan tersebut menjadikannya lalai dari hal-hal yang bermanfaat untuk kehidupannya. Misalnya, kesibukan tersebut menyebabkan orang tersebut lalai untuk menghadiri shalat berjamaah bagi laki-laki tanpa ‘udzur (alasan yang dibenarkan syariat). Dalam kasus semacam ini, ilmu tersebut menjadi ilmu yang tidak bermanfaat.

Ketiga: Ilmu syar’i (ilmu agama), yaitu ilmu tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah, namun tidak diamalkan. Sebetulnya dia mengenal ilmu agama, namun dia tinggalkan atau tidak diamalkan. Dia mengenal keburukan namun justru menerjangnya. Ilmu syar’i yang tidak diamalkan, hanya menjadi ilmu yang tidak bermanfaat.

Keempat: Menyibukkan diri dengan ilmu alam atau ilmu modern (seperti biologi, fisika, dan semisalnya) sehingga menyebabkan dirinya cuek dan berpaling dari mempelajari ilmu agama. Orang yang membatasi diri hanya mempelajari ilmu-ilmu alam tersebut, hanya akan menyebabkan pelakunya bingung dan terjatuh dalam kesombongan. Fenomena semacam ini bisa kita saksikan. Seseorang yang hanya sibuk mempelajari ilmu tersebut, bukannya bertambah keimanan kepada Allah Ta’ala, namun akhirnya menjadi pengingkar aturan dan hukum hukum Allah allah subhanahu wa ta’ala

۞ اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ ْعَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ﷺ ۞

𝒜𝓁𝓁𝒶𝒽𝓊𝓂𝓂𝒶 𝒮𝒽ℴ𝓁𝓁𝒾 𝒶𝓁𝒶𝒶 𝒮𝒶𝓎𝓎𝒾𝒹𝒾𝓃𝒶 ℳ𝓊𝒽𝒶𝓂𝓂𝒶𝒹

Tulisan asli dari https://twitter.com/JulianiMadinah/status/1677972963910459394?s=20

“Bayang-Bayang Penjajahan VOC Bisa Terulang dengan UU Kesehatan Omnibus Law “

0

“Bayang-Bayang Penjajahan VOC Bisa Terulang dengan UU Kesehatan Omnibus Law “ Zainal Muttaqin Ahli Bedah Saraf, Guru Besar Undip Semua anak bangsa di negeri ini tentu tidak akan pernah lupa sejarah penjajahan Belanda di Bumi Pertiwi ini yang berlangsung sampai lebih 300 tahun.

Sejarah menunjukkan bahwa awal dari kisah penjajahan ratusan tahun tersebut bermula dari kehadiran kongsi dagang Belanda yang dikenal dengan sebutan VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) yang bertujuan untuk berdagang atau mencari sumber penghasil rempah-rempah di Asia, khususnya di Indonesia.

Keinginan untuk menguasai dan memonopoli perdagangan rempah-rempah ini didukung penuh oleh pemerintah Belanda dengan adanya Oktrooi atau hak-hak istimewa seperti hak untuk memiliki tentara sendiri, hak untuk bernegosisasi sampai menyatakan perang lalu merebut dan menduduki negara lain serta memungut pajak.

Dengan hak-hak istimewa inilah VOC yang oleh masyarakat disebut sebagai “kompeni” (dari kata Compagnie) berusaha menguasai dan memonopoli perdagangan bukan cuma rempah-rempah tapi juga merambah ke hasil bumi lain seperti teh, padi, kedelai, tebu, dan kopi, dengan ancaman kekerasan dan penindasan terhadap penduduk lokal.

VOC bahkan sampai membunuh dan mendeportasi hampir seluruh penduduk pulau Banda, lalu mengisinya dengan tenaga para budak yang bekerja di perkebunan pala.

Dengan cara yang licik dan tentu saja janji manis pada segelintir penguasa yang mau berkhianat pada rakyat dan bangsanya, sejengkal demi sejengkal tanah pertiwi jatuh dalam kekuasaan Kompeni.

Negeri yang besar dengan sumber daya alam yang melimpah ini akhirnya terpuruk sebagai negeri jajahan dan rakyatnya hidup sebagai budak yang melayani kepentingan bangsa penjajah dikarenakan para pemimpin yang lengah dan bodoh, disadari atau tanpa disadari mau berkolaborasi, bahkan menjadi kaki-tangan Kompeni.

Sebagaimana kita ketahui bersama, kesan muatan utama RUU Kesehatan Omnibus Law ini adalah membangun ekosistem investasi dan industrialisasi kesehatan.

Sebagaimana dikutip dari http://liputan6.com, RUU ini akan jadi pintu masuk kapitalisme global, dimulai dengan kemunculan BGSi (Biomedical and Genome Science Initiative) yang diinisiasi oleh Menkes, dan oleh Menko Luhut dinyatakan sebagai hasil dari kunjungan ke Tiongkok. “Ini adalah hasil kerja sama dengan Beijing Genomic Institute (BGI)”, kata Luhut saat menghadiri peluncuran BGSi di Gedung Eijkman, RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Minggu 14/8/2022.

Berdasarkan sumber informasi di atas, implementasi BGSi akan dilaksanakan di tujuh RS Vertikal milik Kemkes. Saat ini ada 12 mesin WGS dan akan ditambah lagi 48 mesin yang akan disebar ke berbagai RS rujukan nasional. Dengan BGSi, Menkes menargetkan dalam dua tahun ke depan ada 10.000 Whole Genom Sequence (WGS) manusia Indonesia yang terkumpul dan diteliti guna pemetaan varian data genomik populasi penduduk Indonesia.

Sebagai sebuah bigdata, data genomik memiliki dua sisi, di satu sisi bermanfaat untuk penelitian terkait vaksin dan obat yang presisi, tapi di sisi lain juga menciptakan peluang untuk kapitalisasi tanpa kontrol biodata WGS manusia Indonesia oleh pihak asing, bahkan bisa dijadikan alat bio-weapon atau senjata biologis yang presisi yang tentu saja mengancam kelangsungan masa depan bangsa ini. Berdirinya BGSi atas inisiasi Menkes yang tiba-tiba, seolah makhluk ajaib yang tidak jelas siapa bapak dan ibunya ini patut dipertanyakan (apalagi bila dikaitkan dengan dimatikannya Lembaga Eijkman sesaat sebelum BGSi lahir).

Landasan berdirinya BGSi tidak tertuang dalam Permenkes No. 13-2022 tentang Renstra, bahkan juga dalam RPJMN Kesehatan 2020-2024. Yang jelas dan diakui, berdirinya BGSi adalah hasil kerja sama dengan Beijing BGI.

Dengan teknologi yang memang dipasok oleh BGI, serta keterlibatan mereka dalam pengumpulan data genomik ini, patut dipertanyakan sejauh mana regulasi yang secara hukum bisa melindungi data genomik manusia Indonesia.

Rakyat mesti tahu bahwa RUU Kesehatan Omnibus Law memberikan ruang intuk transfer spesimen, serta data dan informasi genomik ini ke luar wilayah Indonesia. Mengutip dari http://rferl.org, kecurigaan dan kehati-hatian terkait dengan kerja sama dengan BGI ini bukan mengada-ada.

Di beberapa negara Uni Eropa, saat ini BGI sedang dalam penyidikan terkait dugaan misuse atau penyalahgunaan data genetik. Kantor Berita Reuter, pada tahun 2021, melaporkan adanya dugaan pengumpulan dan pemanfaatan data genetik oleh BGI bekerja sama dengan Militer China.

Pada bulan Oktober 2022, Pentagon bahkan memasukkan BGI dan 12 perusahaan China lainnya dalam daftar hitam karena diduga kuat memiliki hubungan dengan Militer China. Sebelumnya, pada tahun 2019, harian New York Times memaparkan bukti-bukti penggunaan data genetik untuk kepentingan yang bertentangan dengan hak asasi manusia oleh Otoritas China terhadap kaum minoritas Uyghurs yang kebanyakan menganut agama Islam (30/12/2022, laporan oleh Mila http://Djurdjevic.rferl.org) “Tidak ada makan siang gratis”, itu ungkapan yang seharusnya ada di benak para petinggi negeri ini ketika terjalin kerja sama lintas negara.

Lemahnya pemahaman dan wawasan geopolitik para pejabat dan perumus kebijakan terkait pengetahuan genomik ini dikhawatirkan akan bisa berakibat fatal bagi bangsa dan negara ini.

Sebagaimana pernah terjadi di masa lalu, VOC yang semula datang hanya sebagai kongsi dagang (sebagaimana juga BGI saai ini), yang bekerjasama dengan sebagian pejabat kerajaan maupun tokoh lokal yang haus akan kekuasaan telah menjadikan bangsa ini hidup sengsara sebagai budak dan bangsa jajahan sampai ratusan tahun kemudian.

Hal lain yang menarik untuk ditelaah adalah politik devide et impera atau politik pecah belah lalu dikuasai yang dilakukan VOC dalam menghadapi kekuasaan kerajaan-kerajaan lokal Nusantara.

Dalam Buku Sejarah Indonesia Modern karya MC Ricklefs (1981), dijelaskan bagaimana VOC menaklukkan kesultanan Makassar dan Gowa dengan dibantu oleh raja Bone yang sedang berseteru dengan Sultan Hasanuddin.

Demikian pula keberhasilan VOC mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa dan menguasai Banten dengan cara bekerja sama dengan Sultan Haji yang punya ambisi kekuasaan.

Dengan cara yang sama, Kerajaan Mataram berhasil dipecah menjadi empat kerajaan kecil-kecil, dua di Surakarta, dan dua di Yogyakarta. Bahkan setelah proklamasi kemerdekaan-pun politik pecah belah ini masih terus dilakukan oleh penjajah dengan membentuk “negara boneka” seperti Negara Indonesia Timur, Negara Madura, Negara Pasundan, dll.

Kalau kita ingat secara runtut, menkes membangun narasi yang cenderung memecah belah antar organisasi profesi (OP), dan menumbuhkan rasa saling curiga dan tidak percaya antar anggota OP.

Dimulai dari narasi dokter vs perawat, lalu narasi terkait isu pemerasan dalam pengurusan STR dan SKP oleh IDI, dilanjut dengan narasi tentang sekolah spesialis yang akan dipermudah dan bebas biaya bagi para dokter lulusan baru (dengan menganggap spesialis senior dan IDI sebagai biang kerok kecilnya kesempatan sekolah spesialis selama ini).

Semua narasi tersebut bisa dibilang cocok dengan politik devide et impera yang dilakukan oleh para tokoh VOC seperti Pieter Broth (1610-1614) dan Frederik de Houtman (1605-1611). Selain itu muncul panggung resmi yang disediakan untuk kelompok organisasi profesi abal-abal dan sempalan.

Sebaliknya OP resmi yang sah dan diakui negara malah dipojokkan dengan banyak tuduhan keji yang cenderung fitnah, hanya karena berbeda pendapat terkait RUU Kesehatan.

Semua ini ternyata dilakukan demi bisa menguasai seluruh tata kelola dokter dan nakes di bawah genggaman kekuasaan Kemmenkes, betapa naif dan kerdilnya pola pikir ini.

Penulis berharap agar bangsa ini, khususnya para pemimpinnya bersikap lebih arif dan bijak, serta benar-benar menghayati nilai-nilai dasar demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Rakyat berhak untuk hidup sehat dan sejahtera.

Oleh karena itu swastanisasi dan komersialisasi pelayanan kesehatan dasar yang berkualitas tidak boleh terjadi. Informasi kesehatan, khususnya informasi genomik rakyat Indonesia harus dilindungi dari segala bentuk kepentingan dan penyalahgunaan yang bisa merugikan bahkan bisa mengancam dan membahayakan kehidupan rakyat.

Rakyat punya hak untuk tahu sejauh mana program WGS dan kerja sama dengan BGI ini akan menguntungkan atau malah berpotensi mengancam kedaulatan kita sebagai bangsa yang merdeka.

Mengapa para ilmuwan dan perguruan tinggi kita seolah bungkam dan membiarkan para politisi memutuskan sendiri persoalan yang mahapenting ini. Untuk memenuhi tujuan tersebut diperlukan transparansi dan akuntabilitas pemerintah, serta penyusunan RUU Kesehatan yang merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 91/PUUXVIII/2020.

Partisipasi publik bermakna tidak sebatas pemenuhan hak untuk didengar pendapatnya (right to be heard), melainkan pula menguji sejauh mana pemerintah mempertimbangkan masukan pendapat rakyat (right to be considered).

Bahkan bila pendapatnya tidak diakomodasi, masyarakat berhak untuk mendapat penjelasan atau jawaban (right to be explained).

Sebagaimana dikuti, tidak adanya transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik yang bermakna inilah yang jadi salah satu dari tujuh alasan desakan penundaan pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law ini (konferensi pers di kantor YLBHI, Selasa (13/6/2023). https://kumparan.com/zainalmuttaqin

Tulisan terbaek dari Prof @ZainalM_Prof

#TolakRUUKesehatanOmnibusLaw

#TolakRUUKesehatanOBL

A Comprehensive Analysis of Indonesia’s Evolving Political Landscape

0

Photo by TayebMEZAHDIA on Pixabay

Indonesia’s politics have experienced significant changes over the past few decades, evolving from a system characterized by authoritarian rule to a more democratic structure. The political landscape in Indonesia is shaped by multiple factors, including religion, patronage politics, and the historical context of the country. This article offers a comprehensive analysis of Indonesia’s political situation, paying particular attention to the emergence of political polarization and the challenges it presents to the nation’s democratic institutions.

The Foundations of Indonesia’s Political System

Indonesia’s Democratic Evolution

Since the fall of Suharto’s New Order regime, Indonesia has been on a journey toward becoming a full-fledged democracy. The political system is now characterized by popular sovereignty, with parliamentary and presidential elections held every five years. While these elections are generally considered free and fair, the country still faces issues related to corruption, nepotism, and money politics.

The Role of Religion

Religion, particularly Islam, plays a significant role in Indonesia’s politics. The Islamic pluralist divide is a key aspect of the political landscape, with parties and politicians often aligning themselves with either Islamic or pluralist principles. This divide can be traced back to the nation’s pre-independence period when political movements mobilized around the role of religion in the state.

Trias Politica: Executive, Legislative, and Judicial Branches

Indonesia’s political system is built on the concept of trials politica, which separates power among the executive, legislative, and judicial branches. The current administration, led by President Joko Widodo, has been in office since 2014 and will govern until the next elections in 2024.

The Emergence of Political Polarization in Indonesia

A Shift in Indonesia’s Political Landscape

Indonesia has experienced a notable increase in political polarization since 2014, with the Islamic pluralist divide becoming more pronounced. This development has been particularly evident during the 2014 presidential election, the 2017 Jakarta gubernatorial election, and the 2019 presidential election. The competition between President Joko Widodo and his former opponent, Prabowo Subianto, has ignited tensions between Islamists and pluralists in Indonesia’s politics. To the recent news, emerging more favorably yet undoubtedly rising in popularity Anies R. Baswedan, former Indonesian Capital Governor, has been posed and deemed challenged by others in contestation.

Factors Driving Political Polarization

Several societal and political forces have contributed to the growing polarization in Indonesia’s politics. Patronage-driven politics, which incentivize politicians to collaborate across ideological lines in pursuit of state resources, have continued to play a role in shaping the political landscape. Additionally, the leadership style of former president Susilo Bambang Yudhoyono, who prioritized stability and compromise over conflict, contributed to a lack of polarization during his time in office.

The Impact of Political Polarization on Indonesia’s Democracy

Challenges to Democratic Institutions

There’s an idea that the increasing polarization in Indonesia’s politics poses a threat to the country’s democratic institutions. However, as the Islamic pluralist divide becomes more salient, it has the potential to undermine the stability and functioning of the political system. With the growth of three potential Presidential candidates, Islamic fundamentalists tend to favor Anies R. Baswedan as their potential elected President, rather than other candidates. The last Presidential Election in 2019 proves that Prabowo has further distanced himself from his main follower, by neglecting essential issues related to Islamic Fundamentalists stakeholders. Furthermore, the growing divide may also exacerbate social tensions and contribute to a more divided society.

The Role of Patronage Politics

Despite the challenges presented by political polarization, patronage politics continue to play a role in blunting ideological divides in Indonesia. The pursuit of state resources incentivizes politicians to cooperate across ideological lines, which can help to mitigate some of the tensions associated with polarization. However, this dynamic also weakens democratic accountability and may contribute to ongoing issues related to corruption and nepotism.

The Future of Indonesia’s Politics

Navigating Political Polarization

As Indonesia’s political landscape continues to evolve, the nation will need to find ways to navigate the challenges posed by increased polarization. Addressing the underlying issues that drive political divisions, such as corruption and patronage politics, will be crucial to fostering a more stable and inclusive political system.

Strengthening Democratic Institutions

In recent news lately, President Joko Widodo make a very clear standpoint to daddle in the next Presidential Election, “Cawe-Cawe” or meddling in the system in pursuit of the greater good of the nation was a statement that has made difficult for others to believe the next Presidential Election will be running in fair and objective without intervention. People in the Republic of Indonesia also has been shocked due to the recent appeal at MK in the Election Method, which was previously Open Proportional to become Closed Proportional. It is with great effort since Soeharto’s regime fell, the Reformation process was to ensure Indonesian people knew whose they are choosing, instead of choosing Political Party(s). Expert(s) in a Political standpoint has made critics both in media social or online news media, trying to explore the possibilities should the Election Method is really returning back to Closed Proportional.

To secure the future of Indonesia’s democracy, efforts must be made to strengthen the nation’s democratic institutions. This may involve implementing reforms to promote greater transparency, accountability, and public participation in the political process, as well as addressing the ongoing challenges related to corruption and nepotism. Citizen journalism is also encouraged to be the party that balanced and checks for the Government in the media social and imposes constructive ideas and critics for this upcoming election to be fair and just.

Conclusion

The evolving political landscape in Indonesia presents both challenges and opportunities for the nation’s democracy. While the increasing polarization has the potential to undermine democratic institutions and social cohesion, it also offers a chance for Indonesia to address the root causes of these divisions and work towards a more inclusive and accountable political system. By understanding the complexities of Indonesia’s politics and taking steps to strengthen democratic institutions, the country can continue on its path toward a more stable and prosperous future.

Indonesia’s politics, political polarization, Islamic-pluralist divide, patronage politics, democratic institutions

Bersabarlah

0

Bersabarlah

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah Rabbul ‘alamin, shalawat serta salam dihaturkan kepada junjungan kita, nabiyyina Muhammad shallallahu ‘alaihi wassallam

Dalam hidup, selalu kita dihadapkan dengan naik turunnya kondisi kehidupan itu sendiri..terkadang kita bahagia namun tidak jarang bahkan sering kita mengalami kesulitan hidup..

Ikhwan wa ukhti fillah rahimakumullah, perlu diketahui bahwa kalian yang mengalami masa-masa sulit ini tidaklah sendirian, banyak diantara kalian pun mengalaminya.. Dan ini merupakan kehendakNya yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang..

Setiap dari kalian tidak lepas dari kesulitan hidup janganlah merasa hidup akan berakhir, karena sesungguhnya ini(musibah) hanyalah sebuah ujian yang bila kalian menyikapi dengan penuh iman dan cinta kepada Allah, maka semuanya ini mempunyai hikmah yang besar yang terkandung didalamnya..

Allah berfirman

{مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ} [التغابن: 11]

Yang artinya “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At Taghabun 11)

Dalam menafsiri ayat tersebut, Syaikh Abdurrahman Nashir as Sa’di rahimahullah berkata:

“Firman Allah Ta’ala: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan pertunjuk kepada hatinya”, ini adalah petunjuk yang berupa amaliyah, petunjuk berupa taufik dan pertolongan untuk melakukan kewajiban sabar ketika datangnya musibah-musibah jika ia mengetahui bahwa hal itu berasal dari Allah, maka ia ridha, menerima dan taat.” (kitab Taisir Al Lathif Al Manan Fi Khulashati Tafsir Al Quran, 1/49)

عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ كُنَّا عِنْدَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ إِحْدَى بَنَاتِهِ تَدْعُوهُ وَتُخْبِرُهُ أَنَّ صَبِيًّا لَهَا – أَوِ ابْنًا لَهَا – فِى الْمَوْتِ فَقَالَ لِلرَّسُولِ « ارْجِعْ إِلَيْهَا فَأَخْبِرْهَا إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شَىْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى فَمُرْهَا فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ »

Artinya: “Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu berkata: “Kami pernah bersama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, salah seorang anak perempuannya mengutus seseorang kepada beliau untuk memanggil beliau memberitahukan kepadanya bahwa anak bayinya –atau anak lelakinya- meninggal, maka Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada utusan tersebut: “Kembalilah kepadanya dan beritahukan kepadanya bahwa sesungguhnya Allah memiliki apa yang Ia ambil dan memiliki apa yang ia berikan dan setiap sesuatu telah di tentukan waktunya di sisi-Nya, maka perintahkan ia untuk bersabar dan berharap pahala darinya.” (HR. Muslim)

Dalam kitab Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi Rahimahullah berkata

قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شيء عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمَّى مَعْنَاهُ الْحَثُّ عَلَى الصَّبْرِ والتسليم لقضاء الله تعالى وَتَقْدِيرُهُ أَنَّ هَذَا الَّذِي أَخَذَ مِنْكُمْ كَانَ لَهُ لَا لَكُمْ فَلَمْ يَأْخُذْ إِلَّا مَا هو له فينبغي أن لا تَجْزَعُوا كَمَا لَا يَجْزَعُ مَنِ اسْتُرِدَّتْ مِنْهُ وَدِيعَةٌ أَوْ عَارِيَّةٌ وَقَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم وله ما أعطى معناه أَنَّ مَا وَهَبَهُ لَكُمْ لَيْسَ خَارِجًا عَنْ مِلْكِهِ بَلْ هُوَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَفْعَلُ فِيهِ مَا يَشَاءُ وَقَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمَّى مَعْنَاهُ اصْبِرُوا وَلَا تَجْزَعُوا فَإِنَّ كُلَّ مَنْ يَأْتِ قَدِ انْقَضَى أَجَلُهُ الْمُسَمَّى فَمُحَالٌ تَقَدُّمُهُ أَوْ تَأَخُّرُهُ عَنْهُ فَإِذَا عَلِمْتُمْ هَذَا كُلَّهُ فَاصْبِرُوا وَاحْتَسِبُوا مَا نَزَلَ بِكُمْ وَاللَّهُ أَعْلَمُ وَهَذَا الْحَدِيثُ مِنْ قَوَاعِدِ الْإِسْلَامِ الْمُشْتَمِلَةِ عَلَى جُمَلٍ مِنْ أُصُولِ الدِّينِ وَفُرُوعِهِ وَالْآدَابِ

Sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam “sesungguhnya Allah memiliki apa yang Ia ambil dan memiliki apa yang ia berikan dan setiap sesuatu telah di tentukan waktunya di sisi-Nya, maka perintahkan ia untuk bersabar dan berharap pahala dari-Nya, maknanya adalah perintah untuk sabar dan menerima terhadap takdir Allah Ta’ala, dan ungkapannya adalah bahwa sesuatu yang diambil dari kalian ini adalah milik-Nya bukan milik kalian, maka Dia tidak mengambil kecuali yang merupakan milik-Nya. Jadi semestinya kalian tidak gelisah sebagai seorang tidak gelisah dari seseorang yang memninta kembali darinya barang titipan atau pinjaman. Dan “Maksud dari “dan setiap sesuatu telah di tentukan waktunya di sisi-Nya” adalah bersabarlah dan jangan mengeluh, karena setiap yang datang telah ditentukan batas waktunya, maka mustahil pendahuluannya atau pengakhirannya, maka jika kalian mengetahui hal ini seluruhnya, maka bersabarlah dan berharaplah pahala dari apa yang tertimpa pada kalian. Wallahu a’lam. Hadits ini termasuk dari pokok-pokok ajaran Islam yang mencakup pokok-pokok dan cabang serta adab-adabnya

Oleh karena itu..saudara/i2 ku yang dirahmati Allah, bila ujian kehidupan menerpa hidup kita, maka bersabar serta bertawakal lah kepada Allah..karena Ini semua hanyalah ujian dan ada batas waktunya..maka bersabarlah

Ada sebuah hadith yg dpt kita cermati dan diamalkan doa didalamnya dikala kita mengalami kesulitan..

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا أَصَابَ أَحَداً قَطُّ هَمٌّ وَلاَ حَزَنٌ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنِّى عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِى بِيَدِكَ مَاضٍ فِىَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِىَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِى كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِى وَنُورَ صَدْرِى وَجَلاَءَ حُزْنِى وَذَهَابَ هَمِّى. إِلاَّ أَذْهَبَ اللَّهُ هَمَّهُ وَحُزْنَهُ وَأَبْدَلَهُ مَكَانَهُ فَرَجاً ». قَالَ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نَتَعَلَّمُهَا فَقَالَ « بَلَى يَنْبَغِى لِمَنْ سَمِعَهَا أَنْ يَتَعَلَّمَهَا ».

Artinya: “Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang tertimpa rasa gundah, sedih, lalu ia mengucapkan:

اللَّهُمَّ إِنِّى عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِى بِيَدِكَ مَاضٍ فِىَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِىَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِى كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِى وَنُورَ صَدْرِى وَجَلاَءَ حُزْنِى وَذَهَابَ هَمِّى

(Wahai Allah, sesungguhnya aku ini adalah hamba-Mu dan anak dari hamba-Mu (yang lelaki) dan anak dari hamba-Mu (yang perempuan), takdirku di tangan-Mu, keputusan-Mu telah tetap padaku dan qadha-Mu adalah adil untukku, aku memohon kepada-Mu, dengan setiap nama yang Engkau miliki, yang telah Engkau beri nama dengannya diri-Mu atau yang telah Engkau ajarkan nama tersebut kepada siapapun dari makhluk-MU atau yang telah Engkau turunkan di dalam kitab (suci)-Mu atau yang telah Engkau simpan di dalam Imu gaib milik-Mu, jadikanlah Al Quran sebagai penyejuk hatiku, cahaya di dalam dadaku dan penghilang kesedihanku serta pelenyap kegundahanku.” (HR. Ahmad)

Akhirul kalam, semoga morning reminder ini dapat menyemangati teman2 sekalian, karena sesungguhnya Allah berfirman

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Qs. ar-Ra’du: 28).

Dan jadilah Mu’min yang disebutkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam dalam hadith dibawah ini.. subhanallah

وعن أبي يحيى صهيب بن سنان رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم عجبا لأمر المؤمن إن أمره كله له خير وليس ذلك لأحد إلا للمؤمن إن أصابته سراء شكر فكان خيرا له وإن أصابته ضراء صبر فكان خيرا له رواه مسلم

Abu Yahya, Shuhaib bin Sinan RA, berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh unik urusan orang yang beriman itu. Semua urusannya, baik baginya. Hal itu hanya dimiliki oleh orang yang beriman. Jika dia memperoleh kegembiraan, dia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ditimpa kesulitan, dia bersabar, dan itu baik baginya.” (HR Muslim)

Wallahu a’lam, semoga bermanfaat insyaallah

#Bersabar #Sabar #Islam #Tawakal #Syukur #Allah #Rasulullah #TsaqafahIslamiyyah

Kedaruratan Pasca Covid19

0

Bismillah, allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ali Muhammad, amma ba’du. Wuih alhamdulillah sudah lama gk menulis, mungkin ada 4-5 tahun, mungkin yg ini tulisan gue yang dipublish since then..

Well guys sebelumnya gue mendoakan semoga kita dan kalian semua dalam keadaan baik2 aja dimasa #Covid19 ini, semua jadi serba gajelas, iya gak sih? It has been a year lho, dan until now penanganan Covid19 masih ambigu, unclear mana kecenderungan yang mau ditempuh, apakah menitikberatkan ke ekonomi atau kesehatan masyarakat. Anyhow bukan itu yang ingin gue bahas, tapi lebih kepada ketidakadilan penanganan oleh pemerintah kepada Agama Islam, daripada yang lain..lho kok bisa? Bisa dong..coba dipikir2, ke mall kok boleh sedangan Jum’atan dilarang sekarang?? Udah gitu MUI nya dukung pula..duh!! Ini dunia apaaan sih sekarangg? Alesannya sekarang lagi kondisi “Dharurat”..

Apa iya kita sedang dalam kondisi darurat? Mending kita bahas yuk dibawah ini,

Darurat

Menurut al Hamawy, definisi darurat adalah limit akhir keterpaksaan yang jika tidak menerjang sesuatu meski dilarang bisa mengancam jiwa (Hâsyiyah al-Hamawy ‘alâ al-Asybah wa al-Nadhâ’ir li Ibn Nujaym: 108)

Kenapa bisa ada kedaruratan ?

Karena bisa mengalami ancaman jiwatu (al-khawf ‘ala al-nafs min al-halâk), maka dalam keadaan darurat seseorang diperbolehkan untuk melakukan sesuatu yang dilarang (tubîh al-mahdhûrât) dalam kerangka menyelamatkan jiwanya dari kematian. Di sini, ulama bersepakat (ijma’) bahwa bangkai, darah, air kencing, dan daging babi (sesuatu yang diharamkan oleh syara’) adalah halal bagi seseorang yang khawatir dirinya binasa akibat kelaparan dan kehausan. Tetapi tingkat kebolehannya sekadar untuk mempertahankan hidupnya dan “menyelamatkannya” dari kematian. Melebihi dari itu, hukumnya tetap haram (Marâtib al-Ijmâ’: 151, al-Majmû’: IX: 39, al-Mughniy: IX: 412, Fath al-Bâri: X: 65)

Nah para ulama membuat syarat2 untuk menetapkan tingkat darurat dalam istinbath hukum, secara ringkas mereka menetapkan darurat apabila sudah masuk syarat2nya.

5 syarat Darurat:

1. Darurat tersebut benar-benar terjadi atau diprediksi kuat akan terjadi, tidak semata-mata praduga atau asumsi belaka.

Contohnya, seorang musafir di tengah perjalanan merasa sedikit lapar karena belum makan siang. Padahal ia akan tiba di tempat tujuan sore nanti. Ia tidak boleh mencuri dengan alasan jika ia tidak makan siang, ia akan mati, karena alasan yang ia kemukakan hanya bersandar pada prasangka semata.

2. Tidak ada pilihan lain yang bisa menghilangkan mudarat tersebut.

Misalnya, seorang musafir kehabisan bekal di tengah padang pasir. Ia berada dalam kondisi lapar yang sangat memprihatinkan.Di tengah perjalanan, ia bertemu seorang pengembala bersama kambing kepunyaannya. Tak jauh dari tempatnya berada tergolek bangkai seekor sapi. Maka ia tak boleh memakan bangkai sapi tersebut karena ia bisa membeli kambing atau memintanya dari si pengembala.

3. Kondisi darurat tersebut benar-benar memaksa untuk melakukan hal tersebut karena dikhawatirkan kehilangan nyawa atau anggota badannya.

4. Keharaman yang ia lakukan tersebut tidaklah menzalimi orang lain.

Jika seseorang dalam keadaan darurat dan terpaksa dihadapkan dengan dua pilihan: memakan bangkai atau mencuri makanan, maka hendaknya ia memilih memakan bangkai. Hal itu dikarenakan mencuri termasuk perbuatan yang menzalimi orang lain. Kecuali jika ia tidak memiliki pilihan selain memakan harta orang lain tanpa izin, maka diperbolehkan dengan syarat ia harus tetap menggantinya.

5. Tidak melakukannya dengan melewati batas. Cukup sekadar yang ia perlukan untuk menghilangkan mudarat.

Seorang dokter ketika mengobati pasien perempuan yang mengalami sakit di tangannya, maka boleh baginya menyingkap aurat sebatas tangannya saja. Tidak boleh menyingkap aurat yang tidak dibutuhkan saat pengobatan seperti melepas jilbab, dan lain sebagainya.

Sama halnya dengan orang yang sangat kelaparan di tengah perjalanan. ia boleh memakan bangkai sekadar untuk menyambung hidupnya saja. Dengan kata lain tidak boleh mengonsumsinya hingga kenyang, melewati kadar untuk menghilangkan mudarat yang dialaminya

Lihat Al-Burnu, Dr. Muhammad Shidqi bin Ahmad. 1416 H. Al-Wajiiz fi Idhahi Qawa’id Al-Fiqh Al-Kuliyyah. Muassasah Ar-Risalah: Beirut – Lebanon. Cetakan ke-4. Halaman 233, Az-Zuhaili, Dr. Muhammad. 1427 H. Al-Qawaid al-Fiqhiyyah wa Tathbiqatuha fi al-Madzahib al-Arba’ah. Dar al-Fikr: Damaskus – Suriah. Cetakan ke-1. Jilid ke-1. Halaman 277

Contoh kedaruratan, Ibnu Muflih dalam kitabnya Al-Adab Asy-Syar’iyah menyebutkan bahwa bila ada seorang wanita sakit, namun tidak ada yang bisa mengobatinya kecuali laki-laki, maka dibolehkan khusus buat laki-laki itu saja untuk melihat sebagian auratnya. Yaitu yang terkait denan penyakitnya itu saja. Dan demikian pula berlaku sebaliknya.

—> Disini sakit yg diderita oleh seorang wanita tsb adalah sakit yang mengancam jiwanya, bukan sekedar sakit flu atau mag, sehingga dibuka auratnya hanya sebagian saja yang untuk diobati, tidak lebih.

Dalam ilmu Fiqh (Yurisprudensi Islam), terdapat kaidah2 Darurat (Qawaid Fiqhiyyah adh dharurat) dalam penetapan status darurat itu sendiri, yaitu:

1. dlararu yuzâlu (bahaya itu [harus] dihilangkan)

2. Adh dharuratu tubihul mandzurat

“Keadaan darurat membolehkan suatu yang terlarang.”

—> tidak ada pilihan lain, sehingga bila tidak dikerjakan/dilakukan/dikonsumsi akan mengancam jiwa

3. Adh-Dharuratu Tuqaddar bi Qadriha “Kedaruratan itu harus disesuaikan dengan kadar kepentingannya”

—> setelah tidak darurat maka hukum keharamannya pun kembali, jadi tidak ada yang namanya darurat berlaku selamanya 😊.

Wallahu a’lam, semoga kita tidak mempermainkan kaidah2 darurat demi sesuatu yang sebenarnya tidak darurat, karena sama saja menghalalkan yang haram..dan itu dapat mengeluarkan pelakunya keluar dari agama Islam sebagaimana dimaktub dalam Kitab Muzilul Ilbas karya Syaikh Sa’id bin Shabr Abduh, waliyadzubillah

Berikut ringkasan singkat mengenai kajian fiqh qawaidul dharurat, hadaanallah waiyyakum ajma’in

Nah..kira2 menurut kamu, apakah sekarang Indonesia dalam keadaan darurat??

Sekali Lagi, Ar-Rayah dan Al-Liwa’ adalah Panji dan Bendera

0

Oleh: Yuana Ryan Tresna (Pembina Komunitas Royatul Islam)

Segala puji bagi Allah yang menciptakan kehidupan dan kematian. Salawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasul pembawa rahmat bagi sekalian alam. Amma ba’du.

Terdapat pada Banyak Hadis Sahih

Sebenarnya agak malas menanggapi anggapan bahwa ar-rayah dan al-liwa yang bertuliskan kalimah tauhid adalah bendera kelompok dakwah tertentu yang mencatut kalimah syahadat, seperti kicauan Guntur Romli dalam akun twitternya. Tapi karena banyaknya pertanyaan via inbox, akhirnya saya mau buat sedikit penjelasan sebagai penegasan bagi mereka yang bertanya. Bukan untuk Guntur Romli.

Bahwa terdapat banyak hadis sahih atau minimal hasan yang menyebutkan bahwa rayah (panji) Rasul berwarna hitam dan liwa (bendera)nya berwarna putih, seperti hadis riwayat Imam Tirmidzi,

عن ابن عباس قال كانت راية رسول الله -صلى الله عليه وسلم- سوداء ولواؤه أبيض

عن جابر أن النبى -صلى الله عليه وسلم- دخل مكة ولواؤه أبيض

Hadis riwayat Imam Nasa’i dengan redaksi yang berbeda,

عن جابر رضي الله عنه : أن النبي صلى الله عليه و سلم دخل مكة ولواؤه أبيض

Hadis di atas selain diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Nasa’i dari Jabir, juga diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Baihaqi, Thabarani, Ibnu Abi Syaibah, dan Abu Ya’la. Hadis ini sahih. Secara jelas dikatakan bahwa warna rayah adalah hitam dan liwa adalah putih.

Hadis-hadis tersebut diriwayatkan oleh banyak kitab hadis, di mana semuanya berujung pada rawi sahabat Jabir dan Ibnu Abbas ra.

Para ulama sudah membahas hal ini ketika mereka semua menjelaskan hadis-hadis di atas dalam kitab syarah dan takhrij-nya. Sebut saja seperti shahib Kanz al-Ummal, Majma’ al-Zawa’id, Fath al-Bari li Ibni Hajar, Tuhfah al-Ahwadzi, Umdah al-Qari, Faidh al-Qadir, dll.

Belum lagi ada banyak hadis sahih lain yang berbicara terkait rayah dan liwa,

قال النبي صلى الله عليه و سلم يوم خيبر ( لأعطين الراية غدا رجلا يفتح على يديه يحب الله ورسوله ويحبه الله ورسوله )

Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, tentu saja dengan status shahih. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Hiban, Baihaqi, Abu Dawud Thayalisi, Abu Ya’la, Nasa’i, Thabarani, dll.

Memang ada beberapa hadits yang berbicara rayah dan liwa dengan status hadits yang dipersoalkan oleh para ulama, seperti hadits riwayat Imam Ahmad berikut,

عَنِ الْحَارِثِ بْنِ حَسَّانَ الْبَكْرِىِّ قَالَ قَدِمْنَا الْمَدِينَةَ فَإِذَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى الْمِنْبَرِ وَبِلاَلٌ قَائِمٌ بَيْنَ يَدَيْهِ مُتَقَلِّدٌ السَّيْفَ بَيْنَ يَدَىْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- وَإِذَا رَايَاتٌ سُودٌ وَسَأَلْتُ مَا هَذِهِ الرَّايَاتُ فَقَالُوا عَمْرُو بْنُ الْعَاصِ قَدِمَ مِنْ غَزَاةٍ

Dalam hal ini Syaikh Syu’aib al-Arnauth dalam ta’liqnya memberikan catatan sebagai berikut,

إسناده ضعيف لانقطاعه عاصم بن أبي النجود لم يدرك الحارث بن حسان بينهما أبو وائل شقيق بن سلمة

Demikian juga dengan hadis riwayat Imam Thabrani berikut,

عن ابن عباس قال : « كانت راية رسول الله صلى الله عليه وسلم سوداء ولواؤه أبيض ، مكتوب عليه : لا إله إلا الله محمد رسول الله »

Di sana ada rawi bernama أحمد بن محمد بن الحجاج بن رشدين بن سعد بن مفلح بن هلال yang disebut sebagai tertuduh dusta متهم بالوضع.

Lafazh Laa ilaha illa Allah Muhammad Rasulullah

Apakah hadis مكتوب عليه : لا إله إلا الله محمد رسول الله semuanya dha’if? Kita harus kaji dari semua jalur periwayatan., sebagai berikut:

(1) hadis riwayat Imam Thabarani dari Ibnu Abbas ra. statusnya dha’if karena ada rawi yang bernama أحمد بن محمد بن الحجاج بن رشدين tertuduh dusta (متهم بالوضع);

(2) hadis riwayat Abu Syaikh al-Ashbahaniy dari Abu Hurairah ra. statusnya dha’if karena ada rawi yang bernama Muhammad bin Abi Humaid statusnya munkar oleh Imam Bukhari, tidak tsiqah menurut Imam Nasa’i, dan tidak ditulis haditsnya menurut Ibnu Ma’in:

(3) hadits riwayat Abu Syaikh al-Ashbahaniy dari Ibnu Abbas ra. diperselisihkan, dan saya -atas dasar pengetahuan yang sedikit ini- memilih pendapat yang mengatakan sahih.

Jadi dalam sebuah hadis yang dikeluarkan oleh Abu Syaikh al-Ashbahaniy dalam Akhlaq al-Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dari Ibnu Abbas statusnya sahih. Jalur Ibnu Abbas ini, semua rawi-nya dapat diterima, sebagai berikut:

أحمد بن زنجوية بن مسى : قال الخطيب كان ثقة وقال الذهبي كان موثقا معروفا

محمد بن أبي السري العسقلاني : قال ابن معين ثقة وقال الذهبي ثقة

عباس بن طالب البصري : قال ابن عدي صدوق وذكره ابن حبان في “الثقات” وقال ابن حجر بصري صدوق

حيان بن عبيد الله بن حيان : قال أبو حاتم صدوق وذكره ابن حبان في “الثقات” وقال أبو بكر البزار ليس به باس

أبو مجلز لاحق بن حميد: تابعي ثقة

Dari semua rawi tersebut yang diperdebatkan adalah Hayyan bin Ubaidillah. Sebagian mengatakan dha’if karena tafarrud (seperti pendapat Ibnu Ady), tetapi Ibnu Hibban menempatkan dalam “al-Tsiqqat’, Abu Hatim mengatakan shaduq, Abu Bakar al-Bazar mengatakan masyhur dan “laisa bihi ba’sa”. Tafarrudnya Hayyan bin Ubaidillah tidak memadharatkan hadits karena keadaannya tsiqah atau shaduq (lihat Muqaddimah Ibn Shalah). Demikian juga ikhtilath nama antara Hayyan bin Ubaidillah (حيان) dan Haban bin Yassar (حبان) sudah dijelaskan oleh para ulama, semisal dalam Tarikh al-Kabir, Tahdzib al-kamal, al-Kamil fi al-Dhu’afa, Mizan al-I’tidal, dll. Penjelasan terkait dengan tafarrud dan ikhtilath Hayyan bin Ubaidillah bisa dijelaskan dalam tulisan khusus. Kesimpulannya, hadis dari Abu Syaikh dari jalur Ibnu Abbas selamat.

Terlebih lagi lafazh “لا إله إلا الله محمد رسول الله” merupakan ‘alamah atau ciri khusus dalam Islam. Ciri keagungan Islam kalau bukan kalimat tauhid, lantas apa lagi? Karena misi Islam dalam dakwah dan jihad adalah dalam rangka meninggikan kalimat Allah Azza Wa Jalla.

Warna

Terkait warna, hadis-hadis sahih menyebutkan bahwa warna rayah adalah hitam dan liwa’nya adalah putih. Adapun hadis-hadis yang menyebutkan warna lain seperti kuning dan merah, memang ada, tetapi kualitasnya dha’if dan ada yang sifatnya sementara.

Hadis riwayat Imam Abu Dawud, yang juga diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dan Ibnu Adi, menyebutkan bahwa rayah Nabi adalah kuning.

حَدَّثَنَا عُقْبَةُ بْنُ مُكْرَمٍ حَدَّثَنَا سَلْمُ بْنُ قُتَيْبَةَ الشَّعِيرِىُّ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ سِمَاكٍ عَنْ رَجُلٍ مِنْ قَوْمِهِ عَنْ آخَرَ مِنْهُمْ قَالَ رَأَيْتُ رَايَةَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- صَفْرَاءَ.

Menurut shahib al-Badr al-Munir, dalam isnad-nya majhul.

Demikian juga hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabarani dan Abu Nu’aim al-Ashbahani,

عن جدته مزيدة العصرية ، « أن رسول الله صلى الله عليه وسلم عقد رايات الأنصار وجعلهن صفراء »

Hadis ini dha’if karena ada rawi bernama Hudu bin Abdullah bin Sa’d yang dinyatakan tidak tsiqah oleh Ibnu Hibban dan nyaris tidak dikenal menurut al-Dzahabi.

Demikian juga hadis dalam riwayat Thabarani menyebutkan bahwa warna rayah Nabi adalah merah,

“أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَدَ رَايَةً لِبَنِي سُلَيْمٍ حَمْرَاءَ”.

Hadis ini dha’if karena ada rawi yang tidak dikenal menurut al-Haitsami dan Ibnu Hajar.

Terakhir, hadis riwayat Imam Ibnu Hibban, Ahmad, dan Abu Ya’la yang juga menyebutkan rayah berwarna merah daan statusnya sahih, kasusnya sementara di awal-awal urusan ini ketika di masa jahiliyah juga awalnya menggunakan rayah warna hitam,

وكان أمام هوازن رجل ضخم ، على جمل أحمر ، في يده راية سوداء ، إذا أدرك طعن بها ، وإذا فاته شيء بين يديه ، دفعها من خلفه ، فرصد له علي بن أبي طالب رضوان الله عليه ، ورجل من الأنصار كلاهما يريده

Fungsi dan Kegunaan

Apakah fungsinya hanya untuk perang? Memang awalnya begitu, rayah adalah panji-panji perang, dan liwa simbol kepemimpinan umum. Hal ini bertolak dari fakta bahwa liwa` dan rayah itu selalu dibawa oleh komandan perang di jaman Rasulullah dan para Khulafa` Rasyidin.

Misalnya pada saat Perang Khaibar. Demikian juga, rayah dan liwa sebagai pemersatu umat Islam. Imam Abdul Hayyi Al-Kattani menjelaskan rahasia (sirr) tertentu yang ada di balik suatu bendera, yaitu jika suatu kaum berhimpun di bawah satu bendera, artinya bendera itu menjadi tanda persamaan pendapat kaum tersebut (ijtima’i kalimatihim) dan juga tanda persatuan hati mereka (ittihadi quluubihim).

Tulisan dan Khat

Terkait tulisan dan khat, dan ukuran itu hanyalah perkara teknis, yang dalam sejarahnya hal tersebut tidak diatur secara rinci. Tentu saja tidak bijak kalau persoalan teknis ini dijadikan argumetasi untuk menggugurkan syariat terkait rayah dan liwa’.

Sependek pengetahuan saya, saya belum menemukan khabar tentang kepastian khat dan bentuk. Seperti halnya ketika ada dalil umum yang tidak dijelaskan wasilahnya, maka berarti wasilah tersebut mubah. Jadi ini bukan isu utama. Saya kira persoalannya sederhana, tidak malah menjadi rumit pada perkara yang memang mubah. Yang paling penting itu bahwa rayah (hitam) dan liwa (putih) dengan tulisan لا إله إلا الله محمد رسول الله adalah perkara yang masyru’.

Penamaan

Adapun penamaan al-rayah dengan sebutan al-uqab, terdapat beberapa hadits sebagai berikut:

Hadis riwayat Baihaqi

عن عائشة ، قالت : « كان لواء رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم الفتح أبيض ورايته سوداء ، قطعة مرط مرجل ، وكانت الراية تسمى العقاب

Hadis riwayat Ibnu Abi Syaibah

عن الحسن قال كانت راية النبي صلى الله عليه و سلم سوداء تسمى العقاب

Hadis riwayat Ibnu Adiy

عن أبي هريرة كانت راية رسول الله صلى الله عليه و سلم سوداء تسمى العقاب

Dan masih banyak hadits lainnya. Dari semua hadits tersebut derajatnya dha’if karena berbagai sebab (mudallas, matruk, tidak tsiqah, majhul, dll). Terlalu panjang kalau dijabarkan di sini. Meski demikian, nama al-uqab sangat masyhur di kalangan para ahli sirah/sejarah, maghazi, fiqih, dan hadis untuk menyebut bendera Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam.

Terakhir, sebagian pihak rupanya hanya kritik dalil (hadits) panji dan bendera Rasulullah, tetapi tidak menggugat dalil bendera negara bangsa yang tidak punya dalil sedikitpun, walau hanya atsar yang dha’if. Maka bersikap adil-lah. Wallahu a’lam.[]

Artikel asli http://www.muslimahnews.com/2018/10/22/sekali-lagi-ar-rayah-dan-al-liwa-adalah-panji-dan-bendera-rasulullah/

Wibawa Pemimpin Negara

0

Indonesian Free Press

Mengungkapkan Kebenaran demi Kemaslahatan

Thursday, 22 March 2018

I WANT TO TEST MY MINISTER TO ANSWER

Ini tentang seorang pemimpin negara. Di luar negeri. Lelaki yang dengan cepat menduduki satu jabatan ke jabatan yang lebih tinggi. Mulai dari walikota, lalu gubernur, kemudian presiden.

Hanya saja lelaki ini nampak tak paham dengan persoalan negara yang super kompleks. Bahkan untuk mengucapkan sebuah sambutan saja ia butuh pegang teks.

Di sebuah forum internasional di Amerika Serikat, pemimpin negara ini berpidato menggunakan bahasa Inggris dengan aksen tempat ia lahir. Kaku sekali. Tak masalah. Bukankah, tiap negara bahkan tiap daerah punya aksen bahasa sendiri?

Namun, bukan itu intinya. Saat sesi tanya jawab akan berlangsung yang tentu para penanya akan menggunakan bahasa Inggris, moderator menawarkan penerjemah untuknya. Pemimpin ini menolak. Merasa bisa berbahasa Inggris.

Oke, tanya jawab berlangsung.

Pertanyaan pertama, wartawan asing mengajukan satu soal. Presiden Luar Negeri ini angguk-angguk, seperti paham apa yang ditanyakan. Setelah soal selesai diajukan, apa yang dilakukan presiden ini benar-benar di luar dugaan. Karena bukannya menjawab sendiri, dia malah bilang:

“I want test my minister to answer your question.”

Para hadirin di forum itu tertawa. Lalu terjadilah komedi internasional.

Tak lama kemudian berdirilah seorang lelaki berjas, dia-lah menteri yang dimaksud. Lantas menjawab apa yang ditanyakan wartawan tersebut. Selesai. Presiden Luar Negeri ini tersenyum.

Wartawan lain mengajukan pertanyaan kedua untuk Sang Presiden. Sama, menggunakan bahasa Inggris. Seusai pertanyaan dilontarkan, ternyata presiden ini melakukan hal yang sama. Menyuruh menterinya yang jawab, lagi-lagi dengan kata:

“Saya ingin tes lagi, menteri saya bisa jawab atau tidak.” Ia menunjuk menteri lain. Kali ini perempuan. Nampaknya dia adalah menteri luar negeri.

Berbeda dengan yang pertama, kini tak ada tawa dari peserta forum. Para wartawan asing itu terlalu pintar untuk mengerti bahwa ini bukan sekadar komedi. Namun kebodohan. Pemimpin satu ini tak punya gagasan atas problematika negerinya sendiri. Pemimpin ini menunjukkan kebodohannya di khayalak asing. Kebodohan internasional.

Hari itu, dia tak menjawab satu pun pertanyaan dari wartawan.

Ah, jangankan menjawab pertanyaan berbahasa Inggris. Bahkan untuk mengomentari sebuah film saja sudah membuat kaget seluruh anak negeri, karena… Karena meski sudut pandang kameranya pas, tapi komentar ngaco. Akhirnya mau tak mau jadi booming.

Baiklah, itu film. Anggap saja mereview sebuah film itu tidak penting. Tak ada hubungannya dengan persoalan negara. Mari kita lihat komentar beliau tentang perekonomian. Tentang sepatu.

Dan ternyata sama saja. Presiden luar negeri ini hanya lebih banyak mengucapkan kata “apa”, hingga seantero negeri jadi mengenangnya sebagai Hari Bingung Sedunia.

Ada yang membela, “Tak penting bisa bicara lancar atau tidak. Yang penting itu kerjanya nyata.”

Baiklah, kita lihat kerjanya. Meski kualitas perkataan berbanding lurus dengan kualitas ilmu dan bacaan seseorang. Makin banyak tahu, artinya ia makin banyak membaca. Apalagi dia adalah presiden, yang dituntut terus menambah ilmu lewat bacaan berkualitas. Karena permasalahan rakyat bukan hal biasa.

Oke, kita lihat kerjanya. Apa yang dijanjikan olehnya waktu presiden luar negeri ini kampanye, bahwa akan mempersulit tenaga kerja asing masuk dan menomorsatukan tenaga kerja dalam negeri, sudah terwujud?

Atau akan menekan impor dan mendongkrak ekspor sudah terwujud?

Atau perekonomian negeri sudah meroket?

Belum lagi ketidakmampuannya menjadi penengah konflik horizontal rakyat terutama terkait isu SARA. Mengucap kata Laa Hawla wala quwwata illa billah, malah jadi, La kola waka talah bi illah. Walau begitu dia masih percaya diri mengimami sholat, bahkan mempostingnya di medsos.

Negeri sebesar itu, dipimpin oleh orang yang tak punya gagasan sendiri dalam menahkodai sebuah negara. Ia seperti orang linglung bila bicara tanpa teks. Ia hanya menyampaikan gagasan ‘sang penulis teks’ dan kepentingan orang-orang di belakangnya.

Ratusan ribu, bahkan ada jutaan anak bangsa di negara itu yang jauh lebih baik, lebih kompeten, lebih teruji, lebih berilmu, lebih berprestasi, yang insyaAllah bisa membawa negara itu jauh lebih baik. Tapi kenapa dapatnya cuma pemimpin yang suka menunjukkan kebodohannya di muka umum.

Meski begitu, kabarnya presiden luar negeri ini pede menyalonkan diri lagi. Anehnya, masih banyak yang mendukungnya walau kemampuan dia tak layak untuk memimpin negeri se-luar biasa itu.

Ah, untung aku tidak berada di negara itu. Itu kan kejadian di luar negeri. Alhamdulillah.

***

Bangkalan, 18 Maret 2018

Fitrah Ilhami

Mencari Yang Halal

0

Mencari Pekerjaan dan Makanan yang Halal

Umat Islam diwajibkan untuk memiliki pekerjaan yang halal (dari tipe pekerjaan dan juga cara mendapatkan pendapatan) dan memakan minuman yang halal juga..sebagaimana firmanNya

QS, Al-Baqarah (2:168)

يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang *halal dan baik* yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.

QS Al-Maidah (5:88)

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ

Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai *rezeki yang halal dan baik*, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah mewajibkan kita untuk mencari yang halal..

طَلَبُ الْحَلاَلِ وَاْجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut (mencari) yang HALAL adalah wajib ke atas setiap orang Islam”.

(HR Ad Dailami dalam Shahih Jami ash Shagir, Hadith Hasan no 5270)

Kemajuan teknologi dan budaya atau lifestyle masa kini, terkadang menjadikan kita lalai dalam beragama..aspek yang paling penting yang seringkali kita lupa atau mungkin “pura2” tidak tahu adalah aspek kehalalan dalam mencari rezeki maupun kehalalan dalam makanan/minuman..jauh2 hari 1,400 tahun yang lalu Rasul kita Muhammad Shallallahu ‘alahi wasallam telah memperingatkan akan adanya golongan umatnya yang tidak peduli dengan kehalalan dalam mencari rezeki, miris kan..

Beliau SAW bersabda,

يَأْتِي عَلىَ النَّاسِ زَمَانٌ لاَ يُبَالِي الْمَرْءُ مَا أَخَذَ أَمِنَ الْحَلَالِ أَمْ مِنَ الْحَرَامِ

“Akan datang kepada manusia suatu zaman di mana seseorang tidak peduli apa yang dia ambil, apakah dari hasil yang halal atau yang haram.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan An-Nasa’i dari hadits Abu Hurairah, Shahih At-Targhib no. 1722)

Dahulu para istri2 pendahulu (Salaf) kita yang shalih, sangat concern dengan rezeki yang diberikan oleh suaminya, sampai2 mereka pernah berkata spt ini:

إِيَّاكَ وَكَسْبَ الْحَرَامِ، فَإِنَّا نَصْبِرُ عَلَى الْجُوْعِ وَلاَ نَصْبِرُ عَلىَ النَّارِ

“Jauhi olehmu penghasilan yang haram, karena kami mampu bersabar atas rasa lapar tapi kami tak mampu bersabar atas neraka.” (Mukhtashar Minhajul Qashidin)

Teman2 sadarkah rezeki yang tidak halal itu imbasnya kepada keluarga kita? Tidak akan masuk surga jasad yang diberikan makan dengan harta haram..mengerikan bukan..?

Dari Abu Bakar Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ جَسَدٌ غُذِيَ بِحَرَامٍ

“Tidak akan masuk ke dalam surga sebuah jasad yang diberi makan dengan yang haram.” (Shahih Lighairihi, HR. Abu Ya’la, Al-Bazzar, Ath-Thabarani dalam kitab Al-Ausath dan Al-Baihaqi, dan sebagian sanadnya hasan. Shahih At-Targhib 2/150 no. 1730)

Allah telah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang halal sebelum beramal shalih..karena makanan yang haram hanya akan menjadikan amalan kita tertolak guys..sayang kan..udah nyari uang susah2, ternyata gk diterima amalannya krn sumber2nya dari yang haram..

QS: Al-Muminoon (23:51)

يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا ۖ إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

Allah berfirman, “Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik, dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan

Contoh orang yang sudah cape2 beribadah namun tidak diterima amalannya (bahkan doanya) dapat kita lihat di hadith dibawah ini:

Dari Abu Hurairah RA

إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ: {ﮡ ﮢ ﮣ ﮤ ﮥ ﮦ ﮧﮨ ﮩ ﮪ ﮫ ﮬ } وَقَالَ: {ﭽ ﭾ ﭿ ﮀ ﮁ ﮂ ﮃ ﮄ} ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلىَ السَّمَاءِ: يَا رَبِّ، يَا رَبِّ؛ وَمَطَعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِيَ بِالْحَرَام، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ

“Sesungguhnya Allah Maha Baik dan *tidak menerima kecuali yang baik*, dan sungguh Allah l perintahkan mukminin dengan apa yang Allah l perintahkan kepada para Rasul, maka Allah l berfirman: ‘Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan’ dan berfirman: ‘Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.’ Lalu Nabi menyebutkan seseorang yang melakukan perjalanan panjang, rambutnya kusut masai, tubuhnya berdebu, ia menengadahkan tangannya ke langit seraya berucap: ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Akan tetapi makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, disuapi gizi yang haram, bagaimana mungkin doanya terkabul?” (HR Muslim & Tirmidzi)

Ngeri bukan..? Bayangkan selama ini kita gk peduli ternyata mencari yang halal itu wajib lho…bahkan kalau kita menyepelekannya, walaupun kita beramal shalih spt berinfaq dengannya, malah kita terkena ancaman Rasulullah untuk dimasukkan oleh Allah ke neraka Jahannam…naudzubillah tsumma naudzubillah min dzalik..

Imam Thabrani Rahimahullah meriwayatkan dari Abu Thufail bahwa:

مَنْ كَسَبَ مَالاً مِنْ حَرَامٍ فَأَعْتَقَ مِنْهُ وَوَصَلَ مِنْهُ رَحِمَهُ كَانَ ذَلِكَ إِصْرًا عَلَيْهِ

“Barangsiapa mendapatkan *harta yang haram* lalu ia membebaskan budak darinya dan menyambung silaturrahmi dengannya maka itu *tetap* menjadi beban atasnya.” (Hasan lighairihi. Shahih Targhib, 2/148 no. 1720)

Dari Al Qasim bin Mukhaimirah Radhiyallahu anhu ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَنِ اكْتَسَبَ مَالًا مِنْ مَأْثَمٍ فَوَصَلَ بِهِ رَحِمَهُ أَوْ تَصَدَّقَ بِهِ أَوْ أَنْفَقَهُ فِي سَبِيلِ اللهِ، جَمَعَ ذَلِكَ كُلَّهُ جَمِيعًا فَقُذِفَ بِهِ فِي جَهَنَّمَ

“Barangsiapa mendapatkan harta dengan *cara yang berdosa* lalu dengannya ia menyambung silaturrahmi atau bersedekah dengannya atau menginfakkannya di jalan Allah, ia lakukan itu semuanya maka ia akan dilemparkan dengan sebab itu ke *neraka jahannam*.” (HR Abu Daud, Hadith Hasan)

Apakah dengan peringatan2 diataskita masih lalai?

Janganlah kita malu guys kalau pekerjaan yang kita dapatkan secara halal “hanya” memberikan kita sekian dan sekian, karena itulah rezeki kita yang halal..justru itulah Rahmat Allah bagi kita karena rezeki kita sudah ditentukan sekian dan sekiannya, kitalah yang memutuskan untuk didapatkan dari jalan yang halal ataupun yang haram..

Semoga tulisan singkat ini bermanfaat wabil khusus bagi penulis dan kita semua, Insyaallah..

Wallahu a’lam