Ceramah Habib Umar bin Hafidz di Jakarta

0

Ringkasan Ceramah Habib Umar bin Hafidz di Jakarta

Hari Pertama

Di antara keutamaan memakmurkan waktu di pagi hari: waktu yang berkah untuk berdoa dan waktu yang setiap kebaikan bernilai jihad di jalan Allah.

• Di antara hadits yang menyebutkan tentang keutamaan orang yang melaksanakan shalat subuh berjamaah adalah bahwa ia berada dalam perlindungan Allah sampai sore hari.

• Di antara hadits yang menyebutkan tentang keutamaan orang yang mencari ilmu di masjid adalah pahala haji yang sempurna, dan pahala tersebut menjadi berlipat ganda karena dengan menunjukkan kepada orang lain dan menjadi wasilah kehadirannya.

• Seri kajian shubuh yang kita baca adalah kitab Fath Basir al-Ikhwan fi dawaairi al-islam wa al-iman wa al-ihsan wa al-‘irfan Buku ini memuat tiga rukun agama, dan bertambahnya level orang yang beriman di antara ketiganya adalah melalui ilmu dan penjelasan yang membuahkan tingkatan ke empat yaitu ‘irfan (pengenalan kepada Allah). • Tidak ada satu pun manusia baik secara individu atau kelompok yang sukses secara sempurna di dunia dan akhirat kecuali dengan meneladani para Nabi dan mengambil ajaran yang mereka bawa dari Allah SWT. Setiap ideologi, peradaban dan kelompok yang menyelisihi ajaran para Nabi maka pasti akan gagal.

 • Tidak ada satu generasipun sepanjang masa, melainkan kebaikan di dalamnya itu semua telah dijelaskan secara komplit dan komprehensif dalam rentang waktu dakwah Rasulullah SAW, dan ini adalah bukti nyata mukjizat beliau. • Al-Qur’an adalah tali yang kuat dan Sunnah adalah penjelasan Al-Qur`an terbaik, Allah berfirman ( Agar engkau menjelaskan kepada orang-orang apa yang diwahyukan kepada mereka) QS: An-Nisa. Sangat penting bagi setiap orang beriman untuk memiliki hubungan khusus dengan keduanya; dengan iman dan cinta secara merata, dan dengan cara belajar, memahami dan pengamalan dalam tingkatan yang berbeda-beda..

• Setiap mukmin wajib menguasai bacaan Surat Al-Fatihah, dan hendaknya mengulang surat-surat yang pendek dan banyak manfaatnya, antara lain: 1. Membaca Al-Fatihah setara dengan dua pertiga Al-Qur’an. 2. Membaca Surat Al-Ikhlas sama dengan sepertiga Al-Qur’an. 3. Membaca Al Falaq dan An-Nas merupakan benteng dari kejahatan jin dan sihir, dan obat bagi orang yang terkena sihir dengan cara membacanya berulang-ulang. 4. Membaca Ayat al-Kursi: Perlindungan Allah bagi pembacanya dari shalat ke shalat berikutnya, juga penyebab masuk surga, dan Yang Maha Penyayang niscaya mencabut jiwanya pada saat kematiannya dengan kelembutan.

• Di antara nikmat Allah: adanya Tajdid (pembaharuan) dalam agama disetiap awal seratus tahun, maksudnya adalah: membangkitkan kembali hakikat dalam agama ini dan menghubungkan kembali manusia dengannya.

• 3 Pilar: Syariah, thoriqoh dan hakikat: makna thoriqoh: kebajikan dalam menerapkan syari`ah, dan makna hakikat: buah hasil dari syari`ah dan thoriqoh. Yang mengklaim thoriqoh tanpa syariah adalah pendusta, dan yang mengklaim hakikat tanpa thoriqoh juga pendusta.

• Agama itu mudah, tetapi ia luas dan tidak ada habisnya, ia memiliki substansi batin dan dzohir.

• Tingkatan Pemula, menengah, dan ahli dalam mengaplikasikan agama, mereka semua minum dari satu sumber, walaupun berbeda dalam bentuk pengambilan manfaat darinya.

• Kalimat Laailaha illallah, cara untuk naik ke tingkatannya yang tinggi dengan memperbanyak menyebut kalimat tersebut disertai rasa penghayatan dan penghormatan, dan cara untuk mempermudah itu yaitu dengan mendengarnya dari para pakar dan ahlimya. • Al-Habib Umar memberi Ijazah Amalan: Membaca 100x sehari ( لا إله إلا الله المَلِكُ الْحَق المبين) dan diantara khasiatnya: terjaga dari kemiskinan, siksa kubur, membawa kekayaan, dan sebab masuk surga.

• Singkatnya: Semua rangkuman dari lingkaran yang 4 ( Islam, Iman, Ihsan, dan Irfan ) ada dalam dua kalimat syahadat

Hari Kedua

● Diantara konsekuensi iman kepada Allah SWT adalah : membenarkan segala sesuatu yang datang dari-Nya serta cinta kepada-Nya ,mengagungkan -Nya, memiliki rasa takut kepada-Nya dan rasa berharap kepada-Nya

● Diantara konsekuensi iman kepada Rasulullah SAW adalah: membenarkan segala sesuatu yang datang darinya serta mencintainya, keluarganya dan seluruh ummatnya, berkaitan dengan hal tsb, juga beriman kepada seluruh Nabi dan Rasul dan para Malaikatnya, kitab-kitab dan takdir.

● Intisari Islam adalah berserah diri secara dhahir dengan tunduk dan patuh. Dan itu dibuktikan dengan mengucapkan dua kalimat Syahadat. Keimanan itu merupakan amalan bathin yang akan menjadi kuat dengan melaksanakan setiap tuntutan dan konsekuensinya. Allah SWT berfirman: Kamu belum beriman, tetapi katakanlah “Kami telah tunduk (Islam),’ karena iman belum masuk ke dalam hatimu” maksudnya yakni kalian telah tunduk dan patuh terhadap syariat yang dhohir dan setelahnya akan masuk keimanan kedalam hati kalian

● Tujuan dari ketaatan adalah menambah dan memperkuat keimanan. Sedangkan tujuan dzikir adalah untuk mengingatkan dan membersihkan hati dari kelalaian. Dan dalam dua hal ini yang mengambil manfaat adalah si pelaku sendiri. Dalam hadits qudsi Allah SWT berfirman: “sesungguhnya kalian tidak akan sampai membahayakanku sehingga kalian membahayakanku dan tidak akan sampai memberikanku manfaat sehingga kalian memberiku manfaat”.

● Pahala menuntut ilmu lebih baik sholat sunnah 1000 rakaat, mengunjungi 1000 orang sakit dan mengikuti 1000

● Aqidah yang benar dalam islam adalah yang diambil oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum dari baginda Rasulullah SAW. Aqidah mereka telah diringkas oleh dua Imam yakni Imam Abul Hasan Al Asy’ariy dan Imam Abu Manshur Al Maturidi serta orang-orang yang bersama beliau berdua itulah kelompok mayoritas yang dinamakan dengan Ahlussunnah wal Jama’ah. *Dari setiap amal soleh yang betul-betul karena Allah akan ada bekas dalam iman, dan jika tidak terdapat bekas maka ada penyebabnya terdapat sebuah penyangkal yang buruk, seperti sifat ‘ujub ,riya,dan tersetir nya atas hawa nafsu yang buruk * dari beberapa perkara yang di wajibkan : membersihkan hati dari penyakit-penyakit batin , seperti menuruti bisikan setan,dan mengagungkan dunia, maka penyakit semacam ini lebih bahaya dari penyakit tubuh yang paling maksimal nya menyebabkan kematian * maka obat untuk itu semua 1 mengahadiri majelis ta’lim dan zikir 2 duduk bersama para ulama soleh 3 mentadabbur Al-Qur’an 4 memperbanyak solawat kepada nabi SAW dengan pengagungan dan rindu 5 membca 40 kali ياحي يا قيوم لا اله الا انت setiap hari 6 dan membaca kitab-kitab yang Ahli dalam jiwa • Sosok yang cerdas tidak pernah lalai dalam menghidupkan hati, dan kemanusiaan itu bukan hanya sekedar kerangka tubuh, tetapi Akal yang sehat serta Agama, dan memenuhi hati dengan cahaya. • dan beberapa hal dari keutamaan zikir : anjuran yang intens untuk melaksanakannya, Rasulullah SAW bersabda: “teruslah kalian berdzikir hingga orang-orang yang ria menganggapmu kalian munafiq”. Dan perumpamaan yang berzikir dan tidak, seperti orang hidup dan orang mati dan dan di akan di bangkitkan dalam kedaan mulia • dan dari makna kehidupan yang begitu di agungkan dalam urusan hati,kisah Albajadin yang di tutup dengan ucapan rosul SAW untuk nya (yaAllah ridhoilah diri nya, karena sesungguhnya aku meridhoi nya)

Hari Ketiga

Lingkaran kedua adalah: Ilmu (pengetahuan) dan Bayan (penjelasan). Allah tidak menerima agama ini kecuali atas dasar ilmu, yang mana ilmu Ini berkaitan dengan pengamalannya dari awal hingga akhirnya. Ilmu itu ada dua macam, yaitu ilmu yang menghasilkan amal dan ilmu yang menghasilkan keindahan dalam beramal.

Yang pertama: ilmu syariat pada umumnya, yang mana mempelajarinya adalah dasar, dalil, dan sarana untuk beramal. Ilmu kedua: berupa cahaya yang Allah tanamkan ke dalam hati, yang melaluinya kebesaran Allah dapat dirasakan dan melaluinya seseorang kenal dengan Allah. Pembahasan di dalam lingkaran ini tentang ilmu yang pertama. Ilmu-ilmu itu ada lima: Iman (keyakinan), Islam (fikih), Ihsan (tasawuf), Al-Qur’an dan Sunnah, dan yang seperangkat dengannya (seperti bahasa Arab). Ilmu adalah pelayan dan sahabatnya orang mukmin, serta jalan menuju segala kebaikan, maka barangsiapa yang ikhlas kepada Allah dengan ilmunya, maka itulah salah satu ibadah yang paling utama. (Tuhan tidak disembah dengan sesuatu yang lebih baik dari fiqih dalam agama). Imam Syafi’i dan Imam Ahmad berkata: (Kalau ulama bukan wali (kekasih) Allah, maka Allah tidak memiliki seorang wali (kekasih) sama sekali), maksudnya adalah ulama yang menggabungkan antara ilmu dan amal.

Tingkatan ilmu ada tiga: Fardhu Ain (kewajiban individu), Fardhu Kifayah (kewajiban sebagian komunitas), dan sunnah. • Yang pertama (Fardhu Ain) : Hukum syari’at, akidah, kewajiban-kewajiban dan larangan dalam Islam. (Mencari ilmu adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim) Yang Kedua (Fardhu Kifayah): adalah yang selebihnya dari itu, sekiranya ada seorang ahli fikih dan mufti di setiap negeri yang mengetahui tentang kejadian dan hukum-hukum. Yang ketiga (Sunnah): adalah yang selebihnya dari semua ini. (Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dari kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat).

•Buah terpenting dan terbesar dari ilmu yang bermanfaat adalah pengetahuan hamba tentang ketidaksempurnaan dan ketidakmampuannya serta kesempurnaan, kekuasaan dan kekayaan Allah. Setiap ilmu yang tidak menghasilkan hal tersebut bukanlah ilmu agama, sekalipun orang menyebutnya ilmu. Dalil-dalilnya (dan kebanyakan mereka tidak mengetahuinya, mereka hanya mengetahui yang nampak dari kehidupan dunia dan mereka lalai terhadap akhirat). Dan ada indikasi bahwa semua ilmu, jika diterapkan menurut metodologi ilmu syariah niscaya akan bermanfaat dan berbuah di dunia dan akhirat.

• Ilmu yang tidak menghasilkan petunjuk dan cahaya hanyalah musibah dan tipuan. Dan setiap yang menyebabkan terputusnya hamba dari Allah adalah kejahilan dan kesesatan.

• Sanad dalam memahami Agamanya Allah dan Rasul-Nya adalah suatu keniscayaan dalam menimba ilmu. Ibnu Sirin berkata (Ilmu itu adalah agama, maka hendaklah salah seorang di antara kalian melihat dari siapa ia mempelajari agamanya), Ibnu Al-Mubarak berkata (Isnad itu bagian dari agama, dan seandainya bukan karena sanadnya, siapa pun akan berkata sembarangan sesuai dengan keinginannya).

• Dalam hadits (saya berlindung kepada Allah dari kemunduran setelah kemajuan) ini adalah permisalan kembalinya seseorang dari kebaikan ke kejahatan, dan dari petunjuk ke kesesatan, seperti orang yang kembali setelah rapi imamahnya kemudian ia melepaskannya

• Arti kalimat “Syahadat” terdapat dalam ayat Alquran seperti Ayat Al-Kursi, akhir Surat Al-Baqarah, awal Surat Al-An’am, awal Surat Al-Hadid, akhir Surat Al-Hashr, dan lainnya

• Kata-kata para ulama merupakan penjelasan dari Hadits, sedangkan Hadits adalah penjelasan dari Al-Qur’an, dan ayat-ayat Al-Qur’an adalah penjelasan dari ayat-ayat tauhid dan kenabian, yang merupakan penjelasan dari kalimat “Laa ilaaha illallah Muhammadun Rasulullah”. Maka setiap ilmu yang bermanfaat adalah cabang dari dua kalimat syahadat ini

#habibumar #habibumarbinhafidz #indonesia #Jakarta

Tulisan asli dari account twitter @habibomar

Apabila Ilmu Yang Tidak Bermanfaat

0



MEMOHON PERLINDUNGAN DARI ILMU YANG TIDAK BERMANFAAT
بِسْـــــــــــــــــــــمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيم

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta ilmu yang bermanfaat setiap selesai shalat subuh dengan berdoa kepada Allah Ta’ala,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا

“Ya Allah … aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik, dan amal yang diterima.” (HR. Ibnu Majah no. 925. Dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani.)

Demikian juga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon perlindungan dari ilmu yang tidak bermanfaat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa,

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ، وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ، وَمِنْ نَفْسٍ لَا تَشْبَعُ، وَمِنْ دُعَاءٍ لَا يُسْمَعُ

“Ya Allah … aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari jiwa yang tidak merasa puas, dan dari doa yang tidak didengar (tidak dikabulkan).” (HR. Abu Dawud no. 1548, An-Nasa’i no. 5536, dan Ibnu Majah no. 3837. Hadits ini shahih.)

Syaikh ‘Abdurrahman bin Naashir As-Sa’di -rahimahullahu Ta’ala- menjelaskan bahwa ada empat macam ilmu yang tidak bermanfaat.

Pertama: Ilmu yang 100% berbahaya, tidak ada manfaat sama sekali, atau minimal bahaya ilmu tersebut lebih besar dibandingkan manfaatnya (kebaikannya). Misalnya ilmu sihir. Contoh lain, seseorang belajar tentang kesesatan (berbagai aqidah atau pemahaman yang menyimpang), namun dia belum memiliki ilmu tentang kebenaran (‘aqidah shahihah). Seseorang membaca buku-buku yang mengandung kesesatan, padahal dia tidak memiliki “senjata” untuk melindungi dirinya.

Kedua: Sibuk mempelajari ilmu duniawi (ilmu pengetahuan) yang hukum asalnya adalah mubah, namun kesibukan tersebut menjadikannya lalai dari hal-hal yang bermanfaat untuk kehidupannya. Misalnya, kesibukan tersebut menyebabkan orang tersebut lalai untuk menghadiri shalat berjamaah bagi laki-laki tanpa ‘udzur (alasan yang dibenarkan syariat). Dalam kasus semacam ini, ilmu tersebut menjadi ilmu yang tidak bermanfaat.

Ketiga: Ilmu syar’i (ilmu agama), yaitu ilmu tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah, namun tidak diamalkan. Sebetulnya dia mengenal ilmu agama, namun dia tinggalkan atau tidak diamalkan. Dia mengenal keburukan namun justru menerjangnya. Ilmu syar’i yang tidak diamalkan, hanya menjadi ilmu yang tidak bermanfaat.

Keempat: Menyibukkan diri dengan ilmu alam atau ilmu modern (seperti biologi, fisika, dan semisalnya) sehingga menyebabkan dirinya cuek dan berpaling dari mempelajari ilmu agama. Orang yang membatasi diri hanya mempelajari ilmu-ilmu alam tersebut, hanya akan menyebabkan pelakunya bingung dan terjatuh dalam kesombongan. Fenomena semacam ini bisa kita saksikan. Seseorang yang hanya sibuk mempelajari ilmu tersebut, bukannya bertambah keimanan kepada Allah Ta’ala, namun akhirnya menjadi pengingkar aturan dan hukum hukum Allah allah subhanahu wa ta’ala

۞ اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ ْعَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى الِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ﷺ ۞

𝒜𝓁𝓁𝒶𝒽𝓊𝓂𝓂𝒶 𝒮𝒽ℴ𝓁𝓁𝒾 𝒶𝓁𝒶𝒶 𝒮𝒶𝓎𝓎𝒾𝒹𝒾𝓃𝒶 ℳ𝓊𝒽𝒶𝓂𝓂𝒶𝒹

Tulisan asli dari https://twitter.com/JulianiMadinah/status/1677972963910459394?s=20

Bersabarlah

0

Bersabarlah

Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah Rabbul ‘alamin, shalawat serta salam dihaturkan kepada junjungan kita, nabiyyina Muhammad shallallahu ‘alaihi wassallam

Dalam hidup, selalu kita dihadapkan dengan naik turunnya kondisi kehidupan itu sendiri..terkadang kita bahagia namun tidak jarang bahkan sering kita mengalami kesulitan hidup..

Ikhwan wa ukhti fillah rahimakumullah, perlu diketahui bahwa kalian yang mengalami masa-masa sulit ini tidaklah sendirian, banyak diantara kalian pun mengalaminya.. Dan ini merupakan kehendakNya yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang..

Setiap dari kalian tidak lepas dari kesulitan hidup janganlah merasa hidup akan berakhir, karena sesungguhnya ini(musibah) hanyalah sebuah ujian yang bila kalian menyikapi dengan penuh iman dan cinta kepada Allah, maka semuanya ini mempunyai hikmah yang besar yang terkandung didalamnya..

Allah berfirman

{مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ} [التغابن: 11]

Yang artinya “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. At Taghabun 11)

Dalam menafsiri ayat tersebut, Syaikh Abdurrahman Nashir as Sa’di rahimahullah berkata:

“Firman Allah Ta’ala: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberikan pertunjuk kepada hatinya”, ini adalah petunjuk yang berupa amaliyah, petunjuk berupa taufik dan pertolongan untuk melakukan kewajiban sabar ketika datangnya musibah-musibah jika ia mengetahui bahwa hal itu berasal dari Allah, maka ia ridha, menerima dan taat.” (kitab Taisir Al Lathif Al Manan Fi Khulashati Tafsir Al Quran, 1/49)

عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ كُنَّا عِنْدَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَأَرْسَلَتْ إِلَيْهِ إِحْدَى بَنَاتِهِ تَدْعُوهُ وَتُخْبِرُهُ أَنَّ صَبِيًّا لَهَا – أَوِ ابْنًا لَهَا – فِى الْمَوْتِ فَقَالَ لِلرَّسُولِ « ارْجِعْ إِلَيْهَا فَأَخْبِرْهَا إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شَىْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمًّى فَمُرْهَا فَلْتَصْبِرْ وَلْتَحْتَسِبْ »

Artinya: “Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu berkata: “Kami pernah bersama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, salah seorang anak perempuannya mengutus seseorang kepada beliau untuk memanggil beliau memberitahukan kepadanya bahwa anak bayinya –atau anak lelakinya- meninggal, maka Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada utusan tersebut: “Kembalilah kepadanya dan beritahukan kepadanya bahwa sesungguhnya Allah memiliki apa yang Ia ambil dan memiliki apa yang ia berikan dan setiap sesuatu telah di tentukan waktunya di sisi-Nya, maka perintahkan ia untuk bersabar dan berharap pahala darinya.” (HR. Muslim)

Dalam kitab Syarah Shahih Muslim, Imam Nawawi Rahimahullah berkata

قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ وَلَهُ مَا أَعْطَى وَكُلُّ شيء عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمَّى مَعْنَاهُ الْحَثُّ عَلَى الصَّبْرِ والتسليم لقضاء الله تعالى وَتَقْدِيرُهُ أَنَّ هَذَا الَّذِي أَخَذَ مِنْكُمْ كَانَ لَهُ لَا لَكُمْ فَلَمْ يَأْخُذْ إِلَّا مَا هو له فينبغي أن لا تَجْزَعُوا كَمَا لَا يَجْزَعُ مَنِ اسْتُرِدَّتْ مِنْهُ وَدِيعَةٌ أَوْ عَارِيَّةٌ وَقَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم وله ما أعطى معناه أَنَّ مَا وَهَبَهُ لَكُمْ لَيْسَ خَارِجًا عَنْ مِلْكِهِ بَلْ هُوَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى يَفْعَلُ فِيهِ مَا يَشَاءُ وَقَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِأَجَلٍ مُسَمَّى مَعْنَاهُ اصْبِرُوا وَلَا تَجْزَعُوا فَإِنَّ كُلَّ مَنْ يَأْتِ قَدِ انْقَضَى أَجَلُهُ الْمُسَمَّى فَمُحَالٌ تَقَدُّمُهُ أَوْ تَأَخُّرُهُ عَنْهُ فَإِذَا عَلِمْتُمْ هَذَا كُلَّهُ فَاصْبِرُوا وَاحْتَسِبُوا مَا نَزَلَ بِكُمْ وَاللَّهُ أَعْلَمُ وَهَذَا الْحَدِيثُ مِنْ قَوَاعِدِ الْإِسْلَامِ الْمُشْتَمِلَةِ عَلَى جُمَلٍ مِنْ أُصُولِ الدِّينِ وَفُرُوعِهِ وَالْآدَابِ

Sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam “sesungguhnya Allah memiliki apa yang Ia ambil dan memiliki apa yang ia berikan dan setiap sesuatu telah di tentukan waktunya di sisi-Nya, maka perintahkan ia untuk bersabar dan berharap pahala dari-Nya, maknanya adalah perintah untuk sabar dan menerima terhadap takdir Allah Ta’ala, dan ungkapannya adalah bahwa sesuatu yang diambil dari kalian ini adalah milik-Nya bukan milik kalian, maka Dia tidak mengambil kecuali yang merupakan milik-Nya. Jadi semestinya kalian tidak gelisah sebagai seorang tidak gelisah dari seseorang yang memninta kembali darinya barang titipan atau pinjaman. Dan “Maksud dari “dan setiap sesuatu telah di tentukan waktunya di sisi-Nya” adalah bersabarlah dan jangan mengeluh, karena setiap yang datang telah ditentukan batas waktunya, maka mustahil pendahuluannya atau pengakhirannya, maka jika kalian mengetahui hal ini seluruhnya, maka bersabarlah dan berharaplah pahala dari apa yang tertimpa pada kalian. Wallahu a’lam. Hadits ini termasuk dari pokok-pokok ajaran Islam yang mencakup pokok-pokok dan cabang serta adab-adabnya

Oleh karena itu..saudara/i2 ku yang dirahmati Allah, bila ujian kehidupan menerpa hidup kita, maka bersabar serta bertawakal lah kepada Allah..karena Ini semua hanyalah ujian dan ada batas waktunya..maka bersabarlah

Ada sebuah hadith yg dpt kita cermati dan diamalkan doa didalamnya dikala kita mengalami kesulitan..

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا أَصَابَ أَحَداً قَطُّ هَمٌّ وَلاَ حَزَنٌ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنِّى عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِى بِيَدِكَ مَاضٍ فِىَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِىَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِى كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِى وَنُورَ صَدْرِى وَجَلاَءَ حُزْنِى وَذَهَابَ هَمِّى. إِلاَّ أَذْهَبَ اللَّهُ هَمَّهُ وَحُزْنَهُ وَأَبْدَلَهُ مَكَانَهُ فَرَجاً ». قَالَ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نَتَعَلَّمُهَا فَقَالَ « بَلَى يَنْبَغِى لِمَنْ سَمِعَهَا أَنْ يَتَعَلَّمَهَا ».

Artinya: “Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah seorang tertimpa rasa gundah, sedih, lalu ia mengucapkan:

اللَّهُمَّ إِنِّى عَبْدُكَ وَابْنُ عَبْدِكَ وَابْنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِى بِيَدِكَ مَاضٍ فِىَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِىَّ قَضَاؤُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَداً مِنْ خَلْقِكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِى كِتَابِكَ أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيعَ قَلْبِى وَنُورَ صَدْرِى وَجَلاَءَ حُزْنِى وَذَهَابَ هَمِّى

(Wahai Allah, sesungguhnya aku ini adalah hamba-Mu dan anak dari hamba-Mu (yang lelaki) dan anak dari hamba-Mu (yang perempuan), takdirku di tangan-Mu, keputusan-Mu telah tetap padaku dan qadha-Mu adalah adil untukku, aku memohon kepada-Mu, dengan setiap nama yang Engkau miliki, yang telah Engkau beri nama dengannya diri-Mu atau yang telah Engkau ajarkan nama tersebut kepada siapapun dari makhluk-MU atau yang telah Engkau turunkan di dalam kitab (suci)-Mu atau yang telah Engkau simpan di dalam Imu gaib milik-Mu, jadikanlah Al Quran sebagai penyejuk hatiku, cahaya di dalam dadaku dan penghilang kesedihanku serta pelenyap kegundahanku.” (HR. Ahmad)

Akhirul kalam, semoga morning reminder ini dapat menyemangati teman2 sekalian, karena sesungguhnya Allah berfirman

الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram” (Qs. ar-Ra’du: 28).

Dan jadilah Mu’min yang disebutkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassallam dalam hadith dibawah ini.. subhanallah

وعن أبي يحيى صهيب بن سنان رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم عجبا لأمر المؤمن إن أمره كله له خير وليس ذلك لأحد إلا للمؤمن إن أصابته سراء شكر فكان خيرا له وإن أصابته ضراء صبر فكان خيرا له رواه مسلم

Abu Yahya, Shuhaib bin Sinan RA, berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh unik urusan orang yang beriman itu. Semua urusannya, baik baginya. Hal itu hanya dimiliki oleh orang yang beriman. Jika dia memperoleh kegembiraan, dia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ditimpa kesulitan, dia bersabar, dan itu baik baginya.” (HR Muslim)

Wallahu a’lam, semoga bermanfaat insyaallah

#Bersabar #Sabar #Islam #Tawakal #Syukur #Allah #Rasulullah #TsaqafahIslamiyyah

Ramadhan Merugi

0

Ramadhan Merugi

Bismillah walhamdulillah shalatu wassallam ‘ala Rasulillah, amma ba’du

Masyaallah tidak terasa bulan Ramadhan telah hampir berlalu dari kita semua..mulai terasa syahdu dan rindu berkumandang didalam dada..

Rindu terhadap suasana dimana masjid2 penuh disetiap waktu..

Rindu terhadap suasana dimana Shalat Malam menjadi suatu kebiasaan..

Rindu akan sahur bersama dengan para sodara seiman dan merajut cinta silaturrahim..

Rindu akan kebersamaan sewaktu buka bersama dengan para dhuafa, suatu saat yg jarang terjadi pada bulan2 yang lain..

Rindu akan syahdu dan merdunya suara kita sewaktu kita lantunkan al Qur’an demi mengharap ridhaMunya Rabb..

Rindu akan saat saat kami menggiatkan diri beri’tikaf di masjid pada sepuluh malam terakhir pd bulan suci Ramadhan..

Rindu disaat banyaknya ujian dan cobaan yang melanda kaum Muslimin di Palestine, di Syria, di Rohingya, dllnya kita merasa satu tubuh ya Rabb..mereka menderita kita pun merasakannya..mereka dibantai, dada pun sesak ya Rabb…ya Allah..indahnya persaudaraan akan Islam ya Rabbana..

Namun semua itu kini hampir menjadi kenangan..karena kita mungkin akan berjumpa dg bulanMu berikutnya..dan belum tentu berjumpa kembali dg Ramadhan..karena umur pun kita tak ada yang tahu kelak..ya Rabb

Saudaraku rahimakumullah, coba renungkan hadith Rasulullah SAW

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad, ketika Rasulullah SAW akan menaiki mimbar untuk khutbah Jum’at, pada anak tangga pertama beliau mengucapkan amin, ketika naik pada anak tangga kedua beliau juga mengucapkan amin, begitu juga pada anak tangga ketiga beliau mengucapkan amin.

Setelah selesai shalat, para sahabat kemudian bertanya, ”Wahai Rasulullah, mengapa engkau mengucapkan amin pada anak tangga pertama sampai ketiga tadi?”

Rasulullah SAW menjawab, “Pada anak tangga pertama aku mengucapkan amin, karena malaikat Jibril membisikkan kepada ku, celakalah dan merugilah orang yang ketika disebut namamu wahai Muhammad, dia tidak bershalawat kepadamu , kemudian pada anak tangga kedua, aku mengucapkan amin, karena malaikat Jibril membisikkan kepadaku, celakalah dan merugilah orang yang tinggal bersama kedua orang tuanya tapi tidak membuatnya masuk surga, dan pada anak tangga ketiga aku mengucapkan amin, karena malaikat Jibril membisikkan kepadaku, celakalah dan merugilah orang yang melaksanakan ibadah shaum di bulan Ramadhan, tapi Allah tidak mengampuni dosa-dosanya.”

Masyaallah ada ternyata orang yg beribadah shaum pada bulan Ramadhan tapi Allah tidak berkenan untuk mengampuni dosa2nya…….

Maka teman2…janganlah kita menjadi orang yang opportunistic di bulan Ramadhan ini..

Allah memberikan kita bulan Ramadhan untuk melatihdiri kita agar spirit kita dibulan Ramadhan tetap continue sampai seterusnya..bukan hanya di bln Ramadhan saja

Allah memberikan kita bulan Ramadhan sebagai pengingat dan waktu muhasabah untuk mencharge iman kita agar kita menjadi Muslim yang lebih baik lagi..

Oleh karenanya..

Janganlah kita menjadi orang yang pergi ke masjid sewaktu Ramadhan saja..lantas masjid2 kembali sepi karena kita lupa akan kewajiban kita dalam melakukan shalat..

Janganlah kita sibuk memakai hijab pada bulan Ramadhan saja..lantas dibuka kembali pada bulan berikutnya..

Janganlah al Qur’an kita kembali dg rapi di rak buku kita setelah bulan Ramadhan usai..setelah sebelumnya kita berlomba lomba mengkhatamkannya..

Padahal berapa banyak waktu kita habiskan ya Allah untuk bekerja dan beraktifitas setiap harinya..bagaimana kita menghadap diriMu ya Allah bila kami melalaikan kewajiban2 kita seakan2 bulan Ramadhan ini adalah ajang eksistensi diri saja sebagai Muslim..

Teman2 rahimakumullah, ingatlah akan ayat ini..Allah berfirman

Allah SWT telah mengingatkan kita di dalam Al-Qur‘an agar kita masuk ke dalam Islam secara kaffah (sempurna), tidak setengah-setengah. Dia berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Tiada yang mereka nanti-nantikan melainkan datangnya Allah dan malaikat (pada hari kiamat) dalam naungan awan, dan diputuskanlah perkaranya. Dan hanya kepada Allah dikembalikan segala urusan.” (Qs Al-Baqarah: 208-210)

Sesungguhnya kita masih beruntung dapat menjalani puasa Ramadhan..dengan nikmat yang super banyak yg kita dapatkan selama bulan Ramadhan ini, tanyalah kepada diri kita masing2..

فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? QS Ar Rahman ayat 77

20130807-102921.jpg

Andaikan Kaum Kristen Tak Pakai Kata “Allah”

0

Oleh DR. Adian Husaini (Wakil Ketua MIUMI)

BAGAIMANA jika kaum Kristen di Indonesia tidak lagi menggunakan kata ‘Allah’ dalam Bibel dan ritual mereka, seperti diserukan sejumlah kelompok Kristen di Indonesia? Jawabnya: tidak apa-apa. Sebab, kaum Kristen Barat, yang menjadi sumber agama Kristen di Indonesia, juga tidak menggunakan kata ‘Allah’. Lagi pula, kata ‘Allah’ juga tidak dikenal dalam teks asal kitab kaum Kristen, yang berbahasa Ibrani dan Yunani kuno.

Juga, hingga kini, kaum Kristen pun terus berdebat tentang siapa nama Tuhan mereka yang sebenarnya.  Sebelumnya telah dipahami, bagaimana perdebatan seputar nama “YHWH”; apakah itu nama atau sebutan Tuhan. Sebagian Kristen mengklaim, YHWH adalah nama Tuhan, tetapi tidak diketahui dengan pasti bagaimana menyebutnya, sehingga lebih aman dibaca ‘Adonai’. Dalam Bibel bahasa Indonesia, YHWH diterjemahkan dengan ‘TUHAN’, dalam sebagian Bibel edidi bahasa Inggris diterjemahkan menjadi ‘the LORD’.  Dalam bahasa Arab, YHWH dialihbahasakan menjadi ‘al-Rabb’. Pandangan jenis ini dianut oleh Kristen mainstream yang diwakili oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI).

Tetapi, ada sebagian Kristen yang secara tegas menyatakan, YHWH adalah nama Tuhan yang bisa dibaca dengan ‘Jehovah’ atau ‘Yahweh’. Di Indonesia, pandangan jenis ini diwakili oleh sejumlah kelompok yang menolak penggunaan kata Allah, seperti Beit Yeshua Hamasiakh. Dalam bahasa Inggris ada juga Bibel yang secara tegas menyebutkan ‘YHWH’ dengan ‘Yahweh’, seperti The New Jerusalem Bible menulis Keluaran 3:15: “God further said to Moses, “You are to tell the Israelites, “Yahweh the God of your ancestors, the God of Abraham, the God of Isaac and the God of Jacob, has sent me to you.”

Membaca ayat tersebut, dipahami, bahwa Yahweh memang nama Tuhan Israel. Yahweh adalah nama diri, yakni ungkapan “Yahweh the God of your ancestors…”. Dalam Bibel versi LAI, ayat Bibel ini ditulis: “TUHAN, Allah nenek moyangmu…”. Maknanya, “TUHAN” adalah Allah-nya nenek moyang bangsa Israel. Padahal, “TUHAN” disitu bukan nama diri, tapi sebutan untuk menyebut ‘Tuhan itu’ (the LORD).

Akan tetapi, kita akan menemukan kejanggalan, jika membaca sejumlah ayat Bibel lain yang menyandingkan kata Yahweh dan God (dalam edisi Inggris), juga kata TUHAN dan Allah dalam Bibel versi Indonesia. Misalnya, The New Jerusalem Bible menulis ayat Kejadian 2:8 sebagai berikut: “Yahweh God planted a garden in Eden…”  Dalam versi LAI, ayat itu ditulis: “Selanjutnya TUHAN Allah membuat taman di Eden…”
Jadi, pada Keluaran 3:15 tertulis “Yahweh the God….” atau dalam edisi Indonesia: “TUHAN, Allah nenek moyangmu…” (ada tanda koma setelah TUHAN). Lebih jelas lagi, bisa disimak teks Ulangan 6:4 yang berbunyi: “Dengarlah hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa.” (Bandingkan dengan teks Keluaran 6:4 versi Kitab Suci: Indonesian Literal Translation: “Dengarkanlah hai Israel, YAHWEH Elohim kita, YAHWEH itu Esa.”)

Sementara itu, dalam Kejadian 2:8 dan banyak ayat Bibel lainnya, tertulis “Yahweh God…”  dan “TUHAN Allah” tanpa tanda koma lagi. Bentuk “TUHAN Allah” menyiratkan, bahwa “TUHAN” – yang merupakan terjemah dari tetragram “YHWH”  bukan lagi nama Tuhan. Jurtru, ‘Allah’ di situ, seolah-olah merupakan nama Tuhan.

Yahweh bukan kata Benda

Persoalan penggunaan nama Yahweh sebagai nama Tuhan dalam Kristen ternyata juga dipersoalkan kalangan Kristen sendiri.  Ada kalangan Kristen yang berpendapat bahwa “YHWH” sebenarnya bukan nama Tuhan. Ensiklopedi Perjanjian Baru, misalnya, menulis tentang Yahweh sebagai berikut:

“Inilah nama Ibrani yang berasal dari kata hâwah: “datang, menjadi, ada”, menurut etimologi popular yang terdapat dalam kisah pewahyuan. Nama yang diberikan Allah kepada diri-Nya pada waktu penampakan yang dikenal dengan nama “di semak bernyala” (Kel. 3:14). Diperdebatkan, apakah makna kata itu aktif (“dia yang ada” – sebagaimana diterjemahkan oleh Septuaginta) atau kausatif (“dia yang membuat ada”). Bagaimana pun juga, ini bukan kata ganti nama, bukan kata benda, melainkan kata kerja aksi yang menggambarkan aktivitas Allah sendiri. Istilah ini tidak mengungkapkan identitas Allah melainkan menunjukkan Allah dalam aktivitas-Nya yang setia dan selalu ada bagi umat-Nya. Menurut para ahli bahasa, kata ini berhubungan dengan bentuk Yau yang di Babel menunjukkanAllah yang disembah manusia yang bernama demikian; begitulah ibu Musa bernama Yô-kèbèd: “kemuliaan-Yô”.(Xavier Leon-Dufour, Ensiklopedi Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), hal. 591-592).

Perlu digarisbawahi, menurut penulis Ensiklopedi Perjanjian Baru tersebut, YHWH “bukan kata ganti nama, bukan kata benda, melainkan kata kerja aksi yang menggambarkan aktivitas Allah sendiri.”  Pandangan bahwa YHWH bukan kata benda, dijelaskan oleh The New Jerusalem Bible:  “Clearly, however, it is part of the Hebr. verb ‘to be’ in an archaic form. Some see it  as a causative form of the verb: ‘ he causes to be’, ‘he brings into existence’. But it is much more probably a form of the present indicative, meaning ‘he is’.”  (The New Jerusalem Bible, foot note Keluaran 3:14, hal. 85).

Shabir Ally dalam bukunya, “Yahweh, Jehovah or Allah, Which is God’s Real Name?”  memberikan komentar terhadap penjelasan The New Jerusalem Bible tersebut: “If Yahweh means ‘he is’, how can that be the name of God? When, for example, a Muslim says, “I believe in Allah as He is, “clearly in that statement God’s name is not ‘he is’. God’s name in that statement is ‘Allah’. Notice that if you say that God’s name is Yahweh, you are in effect saying that God’s name is he is. That does not make any sense, Does it?” (hal. 20).

Lebih jauh, kata YHWH muncul dalam statemen Tuhan kepada Musa dalam Keluaran 3:14; saat Musa bertanya tentang nama-Nya, lalu Tuhan menjawab yang dalam bahasa Ibrani ditulis: “ehyeh esher ehyeh.”  (I am what I am).  Jawaban ini mengindikasikan seolah-olah Tuhan enggan memberikan nama-Nya kepada Musa. Untuk itulah, dimasukkan kata Yahweh yang maknanya “he is”.  Karena itulah, simpulnya, “the name of Yahweh is derived through human effort, not expressly revealed by God.” 

Pada sisi lain, adalah menarik mencermati penjelasan tentang Yahweh dalam berbagai versi teks Bibel.

Pertama, versi  King James Version, Keluaran 6:2-3: “And God spoke unto Moses, and said unto him, I am the LORD. And I appeared unto Abraham, unto Isaac, and unto Jacob, by the name of God Almighty, but by my name JE-HO-VAH was I not known to them.”

Kedua, versi The New Jerusalem Bible, Keluaran 6:2-3: “God spoke to Moses and said to him, ‘I am Yahweh’. To Abraham, to Isaac and Jacob I appeared as El Shaddai, but I did not make my name Yahweh known to them.”

Ketiga, versi Kitab Suci Indonesian Literal Translation, Keluaran 6:2-3: “Dan berfirmanlah Elohim kepada Musa, “Akulah YAHWEH. Dan Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, kepada Ishak dan kepada Yakub, sebagai El-Shadday, dan nama-Ku YAHWEH; bukankah Aku sudah dikenal oleh mereka?”

Keempat, versi Lembaga Alkitab Indonesia (2007), Keluaran 6:1-2: “Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: “Akulah TUHAN, Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah Yang Maha Kuasa, tetapi dengan nama-Ku TUHAN Aku belum menyatakan diri.”

Kelima, versi Lembaga Alkitab Indonesia (1968), Keluaran 6:1-2: “Arakian, maka berfirmanlah Allah kepada Musa, firmannja: Akulah Tuhan! Maka Aku telah menyatakan diriku kepada Ibrahim, Ishak dan Jakub seperti Allah jang Mahakuasa, tetapi tiada diketahuinja akan Daku dengan namaku Tuhan.”

****

Bisa dicermati, terjemah Keluaran 6:2-3 versi Indonesian Literal Translation yang menyebutkan “bukankah Aku sudah dikenal oleh mereka?” seperti menyimpang jauh dari teks-teks lain. Teks Kitab Keluaran ini menjelaskan bahwa nama ‘Yahweh/Jehovah/TUHAN/Tuhan’ belum diketahui oleh Ibrahim,Isak dan Yakub. Sementara itu,  Kitab Kejadian 26:25, sudah menyebutkan, bahwa Ishak sudah kenal nama Yahweh. The New Jerusalem Bible menulis: “There he built an altar and invoked the name of Yahweh.”  King James Version menyamarkan nama Yahweh: “And he builded an altar there, and called upon the name of the LORD.”  Bibel versi LAI menulis ayat ini: “Sesudah itu Ishak mendirikan Mezbah di situ dan memanggil nama TUHAN.” Sedangkan Kitab Suci Indonesian Literal Translation menulisnya: “Dan dia mendirikan mezbah di sana, dan memanggil Nama YAHWEH.”

Jadi, menurut Kejadian 26:25 tersebut, Ishak sudah mengenal dan menyebut nama Yahweh. Sementara dalam Keluaran 6:1-2 dijelaskan, bahwa nama Yahweh belum dikenal oleh Abraham, Ishak, dan Yakub.  Bibel versi Lembaga Alkitab Indonesia (2007), menulis: “… Akulah TUHAN, Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah Yang Maha Kuasa, tetapi dengan nama-Ku TUHAN Aku belum menyatakan diri.”

Adalah juga menarik memperhatikan terjemahan teks Keluaran 6:1-2 versi Lembaga Alkitab Indonesia edisi tahun 1968, yang ternyata menerjemahkan tetragram ‘YHWH’ dengan ‘Tuhan’, bukan ‘TUHAN’.  Ini menunjukkan adanya diskusi dan perkembangan soal nama Tuhan yang terus berubah dalam tradisi Kristen. Cara penerjemahan LAI terhadap YHWH itulah yang menuai kritik dari kelompok pendukung nama Yahweh, karena menimbulkan kerancuan makna.

Misalnya, terjemahan LAI untuk Matius 4:4 adalah: “Tetapi Yesus menjawab: “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.”  Dalam kasus ini, YHWH diterjemahkan menjadi Allah, bukan TUHAN. Menurut Rev. Yakub Sulistyo, penggunaan kata ‘Allah’ oleh LAI adalah bentuk penyalahgunaan kata Allah dan bisa menimbulkan konflik dengan orang Muslim. Yakob Sulistyo menulis:

“Dengan umat Kristen memakai kata “ALLAH, atau Allah, atau allah” maka muncul istilah Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh, serta Bunda Allah bagi kalangan Katolik. Dan ini menyakiti hati umat Islam dan menimbulkan rasa tidak suka, karena nama Tuhannya dipakai oleh umat Kristen dan Katolik…. Jadi kebingungan masalah nama ALLAH dan YHWH (YAHWEH) adalah karena orang Nasrani di Indonesia tidak mampu membedakan antara SEBUTAN (GENERIC NAME) dan NAMA PRIBADI (PERSONAL NAME).”  (Lihat, Rev. Yakub Sulistyo, ‘Allah’ dalam Kekristenan Apakah Salah, 2009, hal. 18-19. NB. Huruf kapital sesuai buku aslinya).

Kalangan Kristen pendukung penggunaan kata ‘Allah’ beralasan, bahwa kaum Kristen di Arab sudah menggunakan kata ‘Allah’ jauh sebelum Nabi Muhammad SAW diutus sebagai Nabi oleh Allah SWT. Herlianto menulis:

“Di kalangan orang Arab pengikut Yesus, penggunaan nama ‘Allah’ sudah terjadi sejak awal kekristenan. Pada Konsili Efesus (431) wilayah suku Arab Harits dipimpin Uskup bernama ‘Abd Allah’, Inkripsi Zabad (512) diawali ‘Bism, al-llah’ (dengan nama Allah, band. Ezra 5:1, demikian juga Inkripsi ‘Umm al-Jimmal’ (abad ke-6) menyebut ‘Allahu ghufran’ (Allah yang mengampuni)… Nama ‘Allah’ bukanlah kata ‘Islam’ melainkan kata ‘Arab’ sebab sudah digunakan sejak keturunan Semitik suku Arab yang menyebut ‘El’ Semitik dalam dialek mereka, dan juga digunakan orang Arab yang beragama Yahudi dan Kristen jauh sebelum kehadiran Islam… Kalau mau jujur, nama Ilah/Allah sebenarnya bukan merupakan terjemahan El/Elohim Ibrani dan Elah/Elaha dalam bahasa Aram, melainkan merupakan dialek (logat) yang berkembang dalam suku-suku turunan mereka. Jadi, transliterasi nama El/Elohim/Eloah menjadi Ilah/Allah justru lebih dekat dibandingkan istilah Yunani Theos dan Inggris God.” (Herlianto, Nama Allah, Nama Tuhan Yang Dipermasalahkan, Mitra Pustaka, 2006, hal. 26-27).

Bagaimana pandangan Islam terhadap klaim kaum Kristen soal kata ‘Allah’ tersebut?

Islam mengakui, kata ‘Allah’ – sebagai nama Tuhan — sudah digunakan oleh kaum musyrik Arab dan kaum Kristen. Tetapi, setelah diutusnya Muhammad SAW sebagai Nabi terakhir dan diturunkannya al-Quran sebagai wahyu terakhir, maka Allah telah mengenalkan namanya secara resmi dalam bahasa Arab, yaitu ALLAH: “Innaniy ana-Allahu Laa-ilaaha illaa Ana, fa’budniy wa-aqimish-shalaata lidzikriy.” (Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan tegakkan shalat untuk mengingat-Ku). (QS Thaha:14).

Tak hanya itu, Al-Quran juga mengkoreksi penggunaan dan pemaknaan kata Allah yang keliru oleh kaum Kristen, sehingga Allah diserikatkan dengan makhluk-Nya, seperti Nabi Isa a.s. yang oleh kaum Kristen diangkat sebagai Tuhan. “Sungguh telah kafirlah orang-orang yang menyatakan, bahwa Allah adalah salah satu dari yang tiga.” (QS 5:73).

Logika Islam sangat mudah: Jika ingin tahu nama Tuhan yang sebenarnya, sifat-sifat-Nya, dan cara yang benar dalam menyembah-Nya, maka – logisnya — hanya Tuhan itu sendiri yang dapat menjelaskannya. Tidak usah bingung, tidak perlu repot-repot dan tanpa berbelit-belit. Nama Tuhan itu adalah ALLAH. Pakai huruf kecil atau kapital, nama Tuhan yang sah adalah ALLAH.  Tuhan sudah memilih nama-Nya yang resmi. Nama itu sudah disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman yang diutus kepada seluruh manusia, bukan hanya untuk Bani Israil saja (QS 34:28).

Maka, dalam pandangan Islam, amat sangat tidak patut, jika kata ALLAH – nama Tuhan Yang Maha Suci — digunakan secara sembarangan dan diberi sifat-sifat yang tidak sesuai dengan sifat yang dikenalkan oleh Allah SWT itu sendiri. Karena itulah, kaum Muslim sangat takut melakukan dosa syirik atau pun mengarang-ngarang nama Tuhan atau mereka-reka cara-cara ibadah kepada Allah SWT.

Seperti dijelaskan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), kaum Kristen di alam Melayu-Indonesia baru menggunakan kata Allah pada abad ke-17.  Seyogyanya kaum Kristen tidak perlu melanjutkan ambisi kaum penjajah untuk mengelabui kaum Muslim agar berpindah agama melalui penggunaan kata Allah yang tidak sepatutnya.

Karena itu, menyimak kebingungan dan polemik penggunaan kata Allah di kalangan kaum Kristen di Indonesia yang tiada ujung, tampaknya akan lebih baik ANDAIKAN kaum Kristen di alam Melayu-Indonesia, meninggalkan kata ‘Allah’ dan menyebut Tuhan mereka sebagaimana induk dan asal agama Kristen di Barat, yaitu God, Lord, Yahweh, Elohim, atau TUHAN. InsyaAllah itu akan lebih baik dan tidak membingungkan di antara kaum Kristen dan umat beragama lainnya. Wallahu a’lam./Bojonegoro, 30 Januari 2013.*

Dikutip dari hidayatullah.com (31/2/2013) – Catatan Akhir Pekan bersama DR Adian Husaini