I’tikaf

0
The Night of Lailatul Qadar

The Night of Lailatul Qadar

I’tikaf

Alhamdulillah, shalawat dan salam kpd Rasulullah SAW

Kata i’tikaf berasal dari ‘akafa alaihi’, artinya senantiasa atau berkemauan kuat untuk menetapi sesuatu atau setia kepada sesuatu. Secara harfiah kata i’tikaf berarti tinggal di suatu tempat, sedangkan syar’iyah kata i’tikaf berarti tinggal di masjid untuk beberapa hari, teristimewa sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

Selama hari-hari itu, seorang yang melakukan i’tikaf (mu’takif) mengasingkan diri dari segala urusan duniawi dan menggantinya dengan kesibukan ibadat dan zikir kepada Allah dengan sepenuh hati. Dengan i’tikaf seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, kita berserah diri kepada Allah dengan menyerahkan segala urusannya kepada-Nya, dan bersimpuh di hadapan pintu anugerah dan rahmat-Nya.

Yang dilakukan pada saat i’tikaf pada hakikatnya adalah taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah. Makna taqrrub adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan beragam rangkaian ibadah

Hukum I’tikaf adalah Sunnah Muakkadah (sangat dianjurkan) sesuai hadith Rasulullah SAW

I’tikaf selama sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan adalah amal kebajikan yang senantiasa dijaga oleh Rasulullah SAW. Pada tahun beliau wafat, beliau bahkan beri’tikaf selama dua puluh hari. Tidak heran apabila para ulama menjelaskan bahwa hokum I’tikaf adalah sunnah muakkadah. I’tikaf sudah semestinya menjadi amalan andalan orang-orang shalih, sebagai satu sarana utama untuk meraih lailatul qadar.

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا : أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ ، حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ تَعَالَى ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ .

Dari Aisyah RA berkata: “Nabi SAW senantiasa beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, sampai Allah SWT mewafatkan beliau. Sepeninggal beliau, istri-istri beliau juga melakukan I’tikaf.” (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172)

فَمَنْ أَحَبَّ مِنْكُمْ أَنْ يَعْتَكِفَ فَلْيَعْتَكِفْ، فَاعْتَكَفَ النَّاسُ مَعَه

Siapa saja di antara kalian yang ingin melakukan i’tikaf, beri’tikaflah. Lalu orang-orang pun melakukan i’tikaf bersama beliau (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i, Malik dan Ahmad).

Dimanakah kita dapat beritikaf?

I’tikaf hanya di Masjid

وَلا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

Janganlah kalian menggauli mereka (para istri), sedangkan kamu beri’tikaf di masjid (QS al-Baqarah [02]: 187)

Ibn Hajar menyatakan, “Para ulama sepakat tentang masjid dijadikan sebagai syarat untuk melakukan i’tikaf, kecuali Muhammad bin Lubabah, pengikut mazhab Maliki. Dia membolehkan i’tikaf di mana saja. Mazhab Hanafi membolehkan perempuan untuk i’tikaf di masjid rumahnya, yaitu tempat yang digunakan untuk shalat di rumah. Hal yang sama juga dinyatakan dalam Qawl Qadim Imam Syafii. Dalam satu pendapat pengikut mazhab Syafii dan Maliki, pria dan wanita dibolehkan untuk melakukan i’tikaf di rumah, karena ibadah sunnah lebih baik dilakukan di rumah. Adapun Abu Hanifah dan Ahmad menegaskan, bahwa i’tikaf secara khusus harus dilakukan di masjid yang digunakan shalat. Abu Yusuf menyatakan, bahwa itu hanya khusus untuk i’tikaf wajib, sedangkan i’tikaf sunnah bisa di masjid mana saja. Jumhur ulama secara umum menyatakan, i’tikaf bisa dilakukan di setiap masjid, kecuali orang yang wajib melaksanakan shalat Jumat. Imam Syafii menyatakan, bahwa lebih disukai dikerjakan di masjid Jami’. Imam Malik, bahkan menjadikan ini sebagai syarat i’tikaf. Sebab, keduanya menyatakan, bahwa i’tikaf ini dianggap terputus dengan mengerjakan shalat Jumat.”(Fathul Bari, Syarah Shahih Bukhari)

Lama beri’tikaf adalah boleh sesaat boleh semalam krn para ulama pun ikhtilaf dalam hal ini, pendapat ini adalah pendapat ibn Hajar al Asqalan dalam kitab Fathul Bari, 4/272

Bolehkah i’tikaf bagi kaum wanita?

Boleh dengan izin suami (bila bersuami) dan aman dari fitnah (aman tempat dan perjalanannya)

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ ، وَإِذَا صَلَّى الْغَدَاةَ دَخَلَ مَكَانَهُ الَّذِى اعْتَكَفَ فِيهِ – قَالَ – فَاسْتَأْذَنَتْهُ عَائِشَةُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan. Apabila selesai dari shalat shubuh, beliau masuk ke tempat khusus i’tikaf beliau. Dia (Yahya bin Sa’id) berkata: Kemudian ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meminta izin untuk bisa beri’tikaf bersama beliau, maka beliau mengizinkannya.”(HR Bukhari 2041)

أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم كَانَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأَوَاخرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ تَعَالَى، ثُمَّ اعْتَكِفُ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِه

Sesungguhnya Nabi saw. telah melakukan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir ulan Ramadhan hingga Allah SWT mewafatkan beliau, kemudian isteri-isteri beliau pun melakukan i’tikaf sepeninggal beliau (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, an-Nasa’i dan Ahmad).

Dari Aisyah RA, ia menceritakan, bahwa dia datang mengunjungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam masa-masa i’tikaf Beliau di masjid pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, dia berbicara sejenak dengan Beliau lalu dia berdiri untuk pulang. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun berdiri untuk mengantarnya hingga ketika sampai di pintu masjid yang berhadapan dengan pintu rumah Ummu Salamah, ada dua orang dari kaum Anshar yang lewat lalu keduanya memberi salam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada keduanya: “Kalian berdua jangan tergesa-gesa. Sungguh wanita ini adalah Shafiyah binti Huyay”. Maka keduanya berkata: “Maha suci Allah, wahai Rasulullah”. Kejadian ini menjadikan berat bagi keduanya. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Sesungguhnya setan mendatangi manusia lewat aliran darah dan aku khawatir setan telah memasukkan sesuatu pada hati kalian berdua.” (HR. Al-Bukhari no. 1894)

Kapankah i’tikaf dibulan Ramadhan?

Bahwasanya Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam selalu beri’tikaf pada sepuluh akhir bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkannya. Kemudian para istri beliau beri’tikaf sepeninggal beliau” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah Radiyallaahu ‘anha)

Kapan batalnya i’tikaf?

Bila keluar masjid tanpa ada udzur syar’i (kebutuhan darurat)

Dari Aisyah radhiallahu anha dia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اعْتَكَفَ يُدْنِي إِلَيَّ رَأْسَهُ فَأُرَجِّلُهُ وَكَانَ لَا يَدْخُلُ الْبَيْتَ إِلَّا لِحَاجَةِ الْإِنْسَانِ
“Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila beri’tikaf, maka dia mendekatkan kepalanya kepadaku, lalu aku menyisirnya (dari luar masjid), dan beliau tidak masuk rumah kecuali untuk memenuhi kebutuhan manusia pada umumnya.” (HR. Muslim no. 445)

Jima’ dengan istri

Spt pada surat Al Baqarah ayat 187

Bolehkah wanita haid i’tikaf di masjid?

Mayoritas ulama mengharamkannya, berdasarkan hadith berikut ini:

“Dulu para wanita melakukan i’tikaf. Apabila mereka haid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk keluar dari masjid.” (riwayat ini disebutkan Ibn Qudamah dalam al-Mughni 3:206 dan beliau menyatakan: Diriwayatkan oleh Abu Hafs al-Akbari. Ibnu Muflih dalam al-Furu’ 3:176 juga menyebutkan riwayat ini dan beliau nisbahkan sebagai riwayat Ibnu Batthah. Kata Ibnu Muflih: “Sanadnya baik”).

Adapun yang membolehkan adalah madzhab Dzhahiriah spt ibn Hazm dalam kitabnya al Muhalla

Namun dengan kondisi di Indonesia yang mayoritas bermazhab Syafi’iyyah maka saya menyarankan u stay at home bagi wanita haid u menghindari hal2 yg tdk diinginkan

Lalu apa yang dibolehkan selama mendapatkan Lailatul Qadar dirumah:

– tadarrus tanpa memegang mushaf (ulama ikhtilaf)
– berdzikir
– berdoa
– dllnya

Kapan dimulainya i’tikaf:

Ulama berbeda pendapat, sehingga pilihannya adalah sbb:

– Maghrib ke setelah waktu Shubuh
– Shubuh ke Shubuh
– Setelah taraweh

Hal2 yg dibolehkan sewaktu beri’tikaf:

– Keluar masjid disebabkan ada hajat yang mesti ditunaikan seperti keluar untuk makan, minum, dan hajat lain yang tidak bisa dilakukan di dalam masjid.

– Melakukan hal-hal mubah seperti mengantarkan orang yang mengunjunginya sampai pintu masjid atau bercakap-cakap dengan orang lain.
Istri mengunjungi suami yang beri’tikaf dan berdua-duaan dengannya.

– Mandi dan berwudhu di masjid.

– Membawa kasur untuk tidur di masjid.

Kegiatan2 pada waktu i’tikaf:

– Shalat Sunnah
– Membaca Al Qur’an
– Berdoa
– Berdzikir (wirid)
– Bershalawat pd Nabi
– Mengkaji agama Islam (ref: Fiqh Sunnah)

Note dr saya:
Carilah masjid yang convenience bagi antum sekalian, yang aman bagi wanita dan nyaman bagi semua. Disarankan tidak perlu jauh krn akan menyulitkan kita, karena yg dikejar adalah ibadahnya ^^

Wallahu a’lam

Demikian i’tikaf pada bulan Ramadhan, semoga bermanfaat bagi kita semua, insyaallah

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s